Apa yang Akan Ia "Like"?
Dalam dunia media sosial, apa yang kita "like" mencerminkan siapa kita. Jika Yesus berada di platform ini, apa yang kira-kira akan Ia sukai? Mungkin unggahan tentang komunitas yang membantu orang miskin, kampanye lingkungan, atau kisah individu yang mengampuni musuhnya.Â
Namun Ia juga kemungkinan besar akan menggunakan tombol "like" sebagai pintu masuk untuk berdialog, mengingatkan bahwa perhatian sejati tidak hanya diberikan dengan klik, tetapi dengan tindakan nyata.
Mungkin Yesus akan membuat unggahan seperti ini:
"Tidak semua yang berseru 'Follow aku' akan ku-follow balik."
"Sebelum menghapus komentar orang lain, periksa dulu komentar dalam hatimu sendiri."
"Berhenti scroll, mulai peduli."
Satir seperti ini mungkin terdengar ringan, tetapi di tangan Yesus, pesan-pesan ini bisa menjadi cermin untuk mereka yang terlalu larut dalam dunia maya.
Kepedulian di Balik Layar
Media sosial sering kali melupakan mereka yang tidak terlihat. Di balik akun-akun sempurna, ada individu yang kesepian, terluka, atau merasa tidak cukup. Jika Yesus hadir, Ia akan melangkah ke tempat-tempat yang paling sunyi di dunia online, mencari mereka yang merasa hilang. Ia akan mendengarkan, bukan hanya berbicara.
Mungkin Ia akan menciptakan gerakan di mana orang-orang saling mendukung dengan tulus, tanpa agenda pribadi. Sebuah gerakan di mana komentar-komentar positif menjadi alat penyembuh, bukan senjata untuk menyerang.
Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Jika Yesus ada di media sosial, mungkin pelajaran terbesar yang bisa kita ambil adalah bahwa kehadiran lebih penting daripada eksistensi digital. Bukan tentang berapa banyak "likes" yang kita dapatkan, tetapi tentang berapa banyak hati yang kita sentuh.
Yesus di media sosial tidak akan menjadi bintang, tetapi Ia akan menjadi lilin kecil yang menerangi sudut-sudut tergelap dari dunia maya. Dan kita, yang sering terjebak dalam pencitraan dan persaingan, diajak untuk mengikuti teladan-Nya: menjadi suara yang sederhana, tetapi bermakna.