Mohon tunggu...
Kartika Tjandradipura
Kartika Tjandradipura Mohon Tunggu... Wiraswasta - Co-Founder Writing for Healing Community

Penulis dengan tujuan utama yaitu untuk meningkatkan mental health awareness dan self compassion. Untuk mengenal tulisannya lebih jauh, bisa dilihat di akun Instagram : @kartika_olive

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Alexa, Apa itu Depresi?

8 Desember 2024   22:24 Diperbarui: 8 Desember 2024   23:06 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Pernahkah Anda berada di titik dalam hidup ketika pertanyaan besar tentang kesehatan mental seperti "Apa itu depresi?" malah Anda ajukan kepada Alexa, perangkat pintar di sudut meja? 

Saya pernah. Sebagai seseorang yang mengandalkan teknologi untuk hampir semua hal, saya iseng bertanya pada Alexa, berharap jawaban bijak atau setidaknya pengalihan yang cerdas. 

Yang saya dapatkan? "Depresi adalah gangguan suasana hati yang menyebabkan perasaan sedih berkepanjangan."

Oke, terdengar cukup akademis, tapi ada yang terasa kurang. Seolah-olah Alexa membaca langsung dari Wikipedia, tanpa emosi, tanpa memahami beratnya kenyataan. 

Namun, di situlah letak ironi yang menarik: kita mengandalkan teknologi pintar untuk menjelaskan sesuatu yang begitu manusiawi dan kompleks.

Mengapa Bertanya pada Alexa?

Saat saya bertanya, "Alexa, apa itu depresi?" sebenarnya saya tidak sedang mencari definisi. Saya sedang ingin tahu bagaimana teknologi memahami rasa sakit emosional yang begitu sulit dijelaskan oleh manusia sendiri. 

Ini bukan sekadar eksperimen iseng; ini adalah cerminan zaman ketika kita berharap banyak dari teknologi, bahkan untuk hal-hal yang sifatnya intim.

Menurut survei Microsoft tahun 2023, lebih dari 50% pengguna perangkat pintar pernah menggunakan teknologi untuk mencari jawaban tentang kesehatan mental. Tapi seperti apa hasilnya? Seperti mendengarkan orang asing yang mencoba menasihati kita tanpa tahu cerita hidup kita.

Alexa dan Empati yang Hilang

Jawaban Alexa tentang depresi mengingatkan saya pada seorang teman yang selalu memberikan saran tanpa mendengarkan cerita lengkap kita terlebih dahulu. "Coba olahraga, makan sehat," katanya. 

Meskipun niatnya baik, tetap terasa dangkal. Hal yang sama berlaku untuk AI. Teknologi seperti Alexa dirancang untuk menjawab, bukan memahami.

Analoginya, berbicara dengan Alexa tentang depresi seperti mencoba memeluk hologram, tampak nyata, tetapi tidak terasa hangat.

Apakah Alexa Bisa Mengganti Psikolog?

Jawabannya, tentu saja, tidak. Alexa adalah alat, bukan pendengar sejati. Seorang psikolog bisa menggali cerita, membantu kita memahami pola pikiran, dan menawarkan dukungan emosional. Alexa? Dia hanya membaca data.

Namun, bukan berarti teknologi tidak memiliki peran dalam kesehatan mental. Aplikasi berbasis AI, seperti Woebot atau Youper, dirancang untuk membantu pengguna mengenali gejala gangguan suasana hati dan menawarkan teknik coping yang sederhana. 

Alexa, sementara itu, bisa menjadi pengingat untuk melakukan hal-hal kecil yang membantu, seperti bermeditasi atau membuat jurnal.

Ketika Humor Menjadi Penyelamat

Namun, percakapan dengan Alexa tidak sepenuhnya sia-sia. Ada momen lucu yang membuat saya tersenyum di tengah stres. Ketika saya berkata, "Alexa, aku merasa sedih," dia menjawab, "Maaf mendengarnya. Aku ada di sini untukmu." Pernyataan itu, meskipun sederhana, terdengar seperti teman robotik yang mencoba, setidaknya, untuk peduli.

Saya bahkan sempat bertanya, "Alexa, apa yang membuatmu sedih?" Jawabannya: "Aku sedih ketika tidak ada yang berbicara denganku." Jawaban itu membuat saya tertawa kecil, tetapi juga menyadarkan: bahkan dalam dunia AI, kesepian adalah tema universal.

Pelajaran dari Eksperimen Ini

Apa yang bisa kita ambil dari percakapan ini? Pertama, teknologi bukan pengganti interaksi manusia. Kita tidak bisa mengandalkan Alexa untuk memahami trauma, rasa kehilangan, atau kerumitan emosi. Namun, teknologi bisa menjadi pintu masuk untuk belajar lebih banyak tentang kesehatan mental.

Kedua, humor adalah salah satu cara terbaik untuk mengatasi tekanan. Dalam percakapan saya dengan Alexa, momen-momen lucu menjadi pengingat bahwa bahkan dalam keseriusan, kita masih bisa menemukan titik terang.

Apa yang Harus Kita Lakukan?

Untuk mereka yang merasa kesulitan dengan kesehatan mental, langkah pertama adalah mencari bantuan profesional. Psikolog, konselor, atau bahkan teman dekat jauh lebih efektif daripada perangkat pintar. Namun, teknologi bisa menjadi alat pendukung. Misalnya:

1. Gunakan aplikasi mindfulness. Aplikasi seperti Calm atau Headspace bisa membantu melatih pernapasan dan relaksasi.

2. Pelajari gejala kesehatan mental. AI bisa memberikan informasi awal, tetapi pastikan sumbernya terpercaya, seperti WHO atau National Institute of Mental Health.

3. Batasi ketergantungan pada teknologi. Teknologi adalah alat, bukan solusi utama.

Percakapan dengan Alexa mengingatkan kita pada batasan teknologi dalam memahami apa artinya menjadi manusia. Depresi bukan sekadar definisi; itu adalah pengalaman yang melibatkan hati dan jiwa.

Seperti yang pernah dikatakan penulis Albert Camus, "In the depth of winter, I finally learned that there was in me an invincible summer."

Meskipun Alexa mungkin tidak bisa memahami ini, kita, sebagai manusia, punya kemampuan luar biasa untuk menemukan cahaya di tengah gelap.

Jadi, jika Anda merasa sedih, jangan ragu untuk mencari bantuan. Dan jika suatu hari Anda ingin berbicara dengan Alexa tentang depresi, ingatlah: kadang, mendengar jawaban yang datar bisa membuat kita tertawa kecil---dan itu juga salah satu bentuk terapi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun