Dalam keuangan, optimisme berlebih sering muncul ketika kita merasa terlalu percaya diri dengan kemampuan kita, misalnya, dalam trading saham harian atau memulai bisnis tanpa perencanaan matang.Â
Penelitian dari American Psychological Association menyebutkan bahwa overconfidence adalah salah satu bias kognitif paling umum dalam pengambilan keputusan keuangan.
Lalu, bagaimana kita bisa mengatasi pengaruh emosi ini? Langkah pertama adalah mengenali emosi itu sendiri.Â
Sama seperti meditasi mengajarkan kita untuk menyadari pikiran tanpa terjebak di dalamnya, begitu pula dalam keuangan. Ketika merasa takut, tanyakan pada diri sendiri: "Apakah rasa takut ini beralasan, atau hanya refleks?"Â
Ketika tergoda oleh keserakahan, berhentilah sejenak dan evaluasi: "Apakah keputusan ini didasarkan pada data, atau hanya dorongan sesaat?"
Metafora sederhana: bayangkan emosi Anda adalah rem dan gas dalam berkendara. Ketakutan adalah rem yang bisa menghentikan Anda di tengah jalan, sementara keserakahan adalah gas yang bisa membuat Anda melaju terlalu cepat hingga menabrak.Â
Keuangan yang sehat memerlukan keseimbangan: tahu kapan harus mempercepat, dan kapan harus berhenti sejenak.
Tentu, ini lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Bagaimana kita bisa mempraktikkan hal ini sehari-hari? Salah satu caranya adalah dengan membuat rencana keuangan yang matang.Â
Punya anggaran bulanan, menetapkan tujuan investasi, dan tetap disiplin pada rencana tersebut bisa menjadi tameng dari godaan emosi. Selain itu, berbicara dengan penasihat keuangan atau bahkan teman tepercaya bisa memberikan perspektif yang lebih objektif.
Yang menarik, emosi tidak selalu musuh. Emosi juga yang membuat kita peduli pada keluarga, ingin memberikan yang terbaik untuk mereka, dan termotivasi untuk bekerja lebih keras.Â
Rahasianya adalah menyeimbangkan logika dan perasaan, seperti menulis puisi yang indah tetapi tetap berirama.