Ketika lineup BTS di Melon Music Awards (MMA)Â 2024 dirilis tanpa menyertakan nama Suga, dunia fandom gempar. Bukan karena mereka lupa menghitung jumlah anggota, tetapi karena tindakan ini terasa seperti penolakan terhadap esensi BTS yang telah lama disuarakan: BTS adalah tujuh, bukan enam.Â
Terlebih, alasan di balik penghapusan nama Suga ini terlihat begitu tidak proporsional. Sebuah kesalahan kecil yang dilakukan individu dijadikan alasan untuk meremehkan kontribusi besar yang ia berikan pada grup. Di sisi lain, kasus yang jauh lebih serius dari anggota grup lain di industri ini tampak begitu mudah terlupakan.
Siapa Suga, dan Mengapa Ia Penting dalam BTS?
Bagi yang akrab dengan perjalanan BTS, Suga adalah fondasi dari musik dan narasi grup ini. Ia bukan sekadar rapper dan produser; ia adalah seorang seniman yang menggunakan liriknya untuk menciptakan ruang aman bagi pendengar yang bergulat dengan isu kesehatan mental, perjuangan hidup, dan mimpi yang terasa mustahil.Â
Dalam setiap album BTS, kontribusinya terhadap produksi musik sangat signifikan, menciptakan harmoni unik yang menghubungkan emosi para pendengar dengan suara grup.Â
Dengan menghapus namanya, MMA tidak hanya mengurangi jumlah anggota di atas panggung tetapi juga menghapus cerita dan perjuangan yang telah menjadi inti dari identitas BTS.
Mengapa Kesalahan Suga Terus Dibesar-besarkan?
Insiden Suga terkait DUI pada Agustus 2024 memang patut dikritisi, tetapi perlakuan terhadapnya tampak tidak adil jika dibandingkan dengan kasus lainnya di industri ini.Â
Banyak figur publik yang terlibat dalam skandal yang jauh lebih serius, seperti pelecehan terhadap penggemar atau perilaku tidak etis lainnya, justru diberikan "pengampunan" lebih cepat, bahkan tanpa sanksi berarti.Â
Mengapa kesalahan Suga, yang relatif kecil dan tidak berujung pada cedera atau dampak besar lainnya, justru digunakan untuk mencoreng citra BTS secara keseluruhan?
Industri hiburan Korea Selatan memiliki sejarah panjang dalam memanipulasi persepsi publik. Skandal digunakan sebagai alat untuk menaikkan atau menjatuhkan popularitas artis, tergantung pada siapa yang berada di belakang layar.Â
Dalam kasus ini, terlihat jelas ada upaya untuk mereduksi BTS demi memberikan panggung yang lebih besar pada grup-grup tertentu. Dengan membesar-besarkan insiden Suga, MMA tampak berusaha menggeser perhatian publik dari esensi grup yang sebenarnya.
Peran Agensi dan Label: Mengapa Diam?
Ketika Suga dan BTS mendapat perlakuan seperti ini, pertanyaan besar muncul: di mana agensi dan label mereka? Sebagai entitas yang memiliki tanggung jawab untuk melindungi artisnya, HYBE (agensi BTS) tampak pasif.
Alih-alih mengeluarkan pernyataan tegas atau mendukung anggota mereka secara publik, respons mereka cenderung lamban dan setengah hati. Hal ini membuat banyak ARMY bertanya-tanya, apakah agensi benar-benar peduli pada artisnya atau hanya pada keuntungan yang dihasilkan?
Pendekatan pasif ini berisiko merusak hubungan antara agensi dan penggemar. ARMY, yang selama ini menjadi benteng perlindungan BTS, merasa dikhianati oleh kurangnya dukungan terhadap Suga.Â
Ketika agensi tidak mengambil langkah tegas untuk melindungi artisnya, penggemar merasa harus mengambil peran itu sendiri. Hasilnya adalah serangkaian kampanye media sosial seperti tagar #BTS_IS_7 yang bertujuan mengingatkan dunia bahwa BTS bukanlah BTS tanpa Suga.
Apa yang Harus Dipelajari dari Kasus Ini?
Kasus ini adalah cerminan dari masalah yang lebih besar dalam industri hiburan: dehumanisasi artis demi keuntungan dan manipulasi citra publik. Artis sering kali dipandang sebagai produk yang dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan pasar, bukan sebagai individu dengan emosi, perjuangan, dan kesalahan manusiawi.Â
Ketika insiden seperti ini terjadi, penting bagi publik untuk mempertanyakan narasi yang disajikan oleh media dan pihak-pihak berkepentingan.
Kita juga perlu menyoroti betapa pentingnya pengampunan dalam konteks ini. Suga telah mengakui kesalahannya dan menghadapi konsekuensi atas tindakannya. Tetapi apakah adil untuk terus menyerangnya tanpa henti, sementara kasus-kasus lain yang lebih serius justru diabaikan?Â
Kita harus belajar membedakan antara kritik yang konstruktif dan penghukuman yang tidak proporsional.
BTS adalah Tujuh, Bukan Enam
BTS tidak pernah tentang satu individu saja. Grup ini dibangun di atas fondasi kebersamaan, di mana setiap anggota membawa warna unik yang melengkapi keseluruhan. Dengan menghilangkan Suga dari lineup, MMA mencoba mereduksi identitas BTS menjadi sesuatu yang parsial dan tidak lengkap.Â
Tindakan ini tidak hanya merugikan Suga tetapi juga seluruh grup, penggemar, dan nilai-nilai yang telah mereka perjuangkan selama ini.
Sebagai penutup, mari kita ingat bahwa dunia hiburan bukan hanya tentang popularitas atau penghargaan. Ini adalah tentang cerita, perjuangan, dan koneksi yang dibangun antara artis dan penggemarnya.Â
BTS adalah simbol dari perjuangan kolektif, di mana setiap anggotanya memainkan peran yang sama pentingnya. Mereka adalah tujuh, bukan enam, dan tidak ada penghargaan atau manipulasi yang dapat mengubah fakta itu.
"BTS adalah rumah yang dibangun dengan tujuh pilar. Hapus satu, dan Anda tidak hanya merusak struktur; Anda menghapus esensi dari apa yang membuat rumah itu berdiri kokoh."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H