Kalau kamu menyadari bahwa kebiasaan coping-mu justru menambah stres, mungkin sudah saatnya untuk berhenti dan mengevaluasi ulang.
Kadang, solusinya sesederhana mengubah perspektif. Misalnya, daripada belanja impulsif, kenapa nggak mencoba menabung dan pakai uang itu untuk sesuatu yang lebih bermakna, seperti liburan atau kursus baru? Daripada binge eating, kenapa nggak mencoba masak makanan sehat yang tetap enak? Daripada binge-watching serial Netflix sampai subuh, kenapa nggak tidur cukup dan bangun pagi untuk jalan-jalan ringan?
Ini semua tentang keseimbangan. Coping mechanism yang sehat bukan berarti kamu harus jadi orang paling produktif atau disiplin sejagat. Itu hanya berarti kamu mengambil langkah-langkah kecil untuk menghadapi stres tanpa merusak hidupmu sendiri. Dan, ya, kadang itu berarti berkata tidak pada godaan diskon besar-besaran atau milk tea ukuran jumbo.
Lalu, bagaimana kalau kita sudah terjebak di siklus ini? Tenang, kamu nggak sendirian. Kita semua pernah ada di sana. Yang penting adalah menyadari pola itu dan mulai pelan-pelan mengubahnya. Kalau perlu, minta bantuan orang lain, entah itu teman, keluarga, atau profesional. Dan, hei, nggak ada salahnya juga untuk tetap menikmati hal-hal kecil sesekali, asal tidak berlebihan.
Karena pada akhirnya, coping mechanism yang sejati adalah tentang menemukan cara untuk berdamai dengan diri sendiri dan dunia di sekitar kita. Bukan dengan pelarian, tapi dengan penerimaan dan usaha untuk terus bertumbuh. Jadi, yuk, mari kita lebih jujur pada diri sendiri. Apakah ini benar-benar cara untuk menghadapi stres, atau cuma alasan untuk tidak menghadapi masalah sebenarnya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H