Mohon tunggu...
Kartika Tjandradipura
Kartika Tjandradipura Mohon Tunggu... Wiraswasta - Co-Founder Writing for Healing Community

Penulis dengan tujuan utama yaitu untuk meningkatkan mental health awareness dan self compassion. Untuk mengenal tulisannya lebih jauh, bisa dilihat di akun Instagram : @kartika_olive

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Derita Warga yang Terjebak di Grup Whatsapp Keluarga

11 November 2024   08:38 Diperbarui: 11 November 2024   09:00 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Mari kita bicara tentang grup WhatsApp keluarga, fenomena yang pasti dikenal akrab bagi banyak orang. Seperti lubang hitam di luar angkasa, grup ini punya kekuatan gravitasi yang aneh---semakin lama kita di dalamnya, semakin susah untuk keluar. Terlebih lagi, kita terjebak di sana tanpa pilihan, terikat oleh ikatan darah dan rasa sungkan. Kadang rasanya seperti terperangkap di kamar gelap dengan lampu yang berkedip-kedip, tetapi keluar juga tidak bisa, karena takut dicap "nggak hormat sama keluarga."

Episode Pesan Tak Penting dan Stiker Tanpa Henti

Yang paling bikin frustasi adalah pesan-pesan tak penting yang seolah tidak ada habisnya. Pagi-pagi kita buka WhatsApp, sudah ada 57 notifikasi. Awalnya, mungkin kita kira ada berita penting atau pesan genting dari anggota keluarga, tapi begitu buka? Hanya ada "Selamat pagi," yang dikirim oleh sepupu yang entah sejak kapan menjadi "morning person." Diikuti oleh balasan-balasan seperti "Amin," "Sehat-sehat semua," dan tentunya stiker-stiker menggemaskan atau foto bunga yang diambil dari Google. Serius, siapa yang butuh sebanyak ini pesan untuk menyambut hari baru?

Dan jangan lupa stiker! Dari yang lucu, kocak, sampai yang bikin kita bertanya, "Stiker ini siapa yang buat, sih?" Seiring berjalannya waktu, kita semakin bingung karena tiap harinya ada saja koleksi stiker baru yang masuk. Bahkan mungkin, orang-orang di grup WhatsApp keluarga lebih rajin bikin atau download stiker daripada posting sesuatu yang bermanfaat.

Debat Gambar-gambar Meme: Keluarga Paling Hebat Sedunia?

Lalu, ada pula ritual berbagi gambar-gambar meme yang sudah pasti pernah kita lihat di grup lain, atau lebih parahnya---meme-meme itu sudah dari zaman BBM masih berjaya. Dari gambar kartun sampai tokoh-tokoh agama yang diedit dengan kata-kata motivasi yang sok inspiratif. Uniknya, dalam grup keluarga, gambar-gambar ini selalu mendapatkan apresiasi tinggi. Jangan kaget kalau tiba-tiba ada nenek atau om yang komen, "Ini benar sekali, cucuku."

Tapi tentu saja, meme yang terlalu ekstrem juga bisa memicu debat yang panjang. Si bapak A akan merasa tersinggung, si tante B akan protes, dan tak lama kemudian pesan akan membeludak dengan berbagai opini. Akhirnya, topik pembicaraan yang awalnya ringan berubah jadi debat yang panas dan sulit dihentikan. Ya, grup WhatsApp keluarga memang bisa bertransformasi menjadi panggung debat yang lebih ramai daripada sidang parlemen.

Tutorial Tak Berkesudahan dan Forward-an Hoax

Belum cukup dengan meme dan stiker, grup keluarga juga sering diisi dengan forward-an informasi kesehatan yang kadang susah dipercaya. Mulai dari cara alami mengobati penyakit yang belum ada obatnya, sampai trik agar wajah awet muda dengan hanya menempelkan daun-daunan di dahi. Sebelum tahu kebenarannya, sebagian besar keluarga akan membacanya dengan khusyuk dan segera mempraktikkan. Ibu kita mungkin langsung komentar, "Nih, coba kalian lakuin juga." Padahal, saat dicek di internet, informasi itu hoax, atau bahkan sudah dibantah oleh dokter sejak sepuluh tahun yang lalu.

Dan kalau ada yang berani berkomentar, "Eh, ini hoax, loh, Bu," siap-siap aja, karena kamu bisa dianggap "kurang ajar" atau bahkan "tidak percaya dengan petuah orang tua." Di momen seperti ini, kita cuma bisa menghela napas panjang, menunggu gelombang hoax berikutnya sambil berharap semoga kali ini ada info yang benar.

Keluar Grup = Dosa Turunan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun