Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Elegi Perang Sarung

2 April 2023   18:48 Diperbarui: 2 April 2023   18:56 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari lalu, bhabinkamtibmas kelurahan kami hadir di masjid kami, menjelang sholat tarawih. 

Beliau memberikan semacam pangarahan setelah kultum. Seharusnya hal ini biasa saja. Karena memang sebagai kepolisian masyarakat (polmas) memang salah satu tupoksi (tugas pokok dan fungsi)-nya adalah Melaksanakan kunjungan/sambang kepada masyarakat untuk mendengarkan keluhan warga masyarakat tentang permasalahan Kamtibmas dan memberikan penjelasan serta penyelesaiannya, memelihara hubungan silaturahmi/persaudaraan.

Setidaknya begitulah bunyi salah satu butir dalam Pasal 1 angka 4 Peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pemolisian Masyarakat.

Dengan mata yang mulai mengantuk saya mendengarkan kedatangan beliau karena terjadinya tawuran di RT dekat rumah kami.

Ah... andai Pak Bhabin tidak mengabarkan, justru kami tidak tahu. Ehm...kukira hanya diriku yang tidak tahu. Tetapi ibu-ibu yang berada di dekatku pun kasak-kusuk penasaran apa yang sebenarnya terjadi.

Pak Bhabin sih menjelaskannya kurang terperinci, malah jadi meresahkan. Hadeeeh....

Usut punya usut ternyata keributan antar anak remaja setelah pulang dari tarawih. Tetapi cukup mengganggu ketertiban dan ketenangan warga, hingga beberapa warga yang resah menghubungi polsek.

Perang Sarung  itu (Seharusnya) Fun

Saya juga jadi teringat pesan sekda kami, ya gak perlu sebut namanya juga toh. Saya bukan bagian tim campaign-nya (wkkk wkkk gak usah juga baper, saya juga bukan tim campaign dari balon-balon manapun), yang menghimbau agar anak-anak harus sudah berada di rumah sebelum pukul 22.00 WIB. 

Bahkan himbauan semacam ini juga keluar dari Kapolrestabes kota Palembang  pesan berantai di WAG-WAG, termasuk WAG wali murid sekolah anak saya. Dengan tagline "Orang Tua Peduli Anak", "Segera Cek Keberadaan Anak-anak Kita".

Pesan ini cukup masif dengan sebelaran dan flyer, bahkan sampai di media-media sosial, dan media mainstream seperti kompas.com.

Dalam ingatan saya perang sarung adalah permainan asyik dan menyenangkan. sepulang shalat tarawih atau shalat subuh berjamaah di masjid.

Perang sarung hanya namanya saja "perang", tetapi pada dasarnya justru meningkatkan kesolidan antar teman sebaya. Tanpa dendam, rame-rame hanya untuk seru-seruan. Suara riuh reda saling sahut dengan sabetan sarung yang sama sekali tidak ada tujuan untuk melukai dan menyakiti.

Tujuannya hanya keseruan kebersamaan, dan itu yang diingat 

Bahkan membuat simpul keras di ujung sarung pun setahuku tidak diperkenankan. Area pukulan juga di bagian badan ke bawah. Tidak boleh dengan sengaja menyerang ke wajah, yang dapat berisiko menyabet ke wajah.

Setahuku jika anak yang berani curang atau pun terlalu baper dan pendendam akan sulit diajak bermain perang sarung lagi.

Pergeseran Perang Sarung Menjadi Juvenile Delinquency

Namun fenomena perang sarung ternyata menjadi sangat berubah. Perang sarung hanya menjadi kedok untuk tindak kekerasan yang dilakukan bersama-sama oleh para remaja.

Kejadian ini tidak hanya terjadi di Palembang.Jika kita browsing, fenomena ini terjadi di banyak kota di Indonesia. Menjadi semacam Juvenile Delinquency, atau di Indonesia dikenal dengan kenakalan remaja.

Kenakalan remaja yang dimaksud di sini adalah penyimpangan pada norma-norma hukum pidana yang dilakukan remaja.

Dalam buku Kenakalan Remaja, Kartini Kartono mengungkapkan bahwa kenakalan remaja merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh bentuk pengabaian sosial.

Ada banyak faktor penyebabnya. Secara internal remaja karena krisis identitas dan/atau kontrol diri yang lemah. Diperparah dengan faktor eksternal seperti kurangnya perhatian orang tua, kurang paham agama, pengaruh lingkungan sekitar atau pergaulan.

Di masa saat ini, faktor sosial yang sangat mempengaruhi adalah efek gaung media sosial.

Para remaja krisis identitas yang lemah pengendalian emosinya merasa keren dan ikutan trend perang sarung dengan kekerasan ini.

Lihat saja bagaimana masifnya peristiwa gambar dan video anarkisnya perang sarung di Facebook, Twitter, Instagram, TikTok, dan WhatsApp.

Remaja-remaja ini ikut-ikutan sebagai wujud keinginannya untuk mendapat pengakuan di masyarakat, terlebih untuk eksis di media sosial. Makin runyam dalam kesehariannya hidupnya remaja sangat lekat dengan media sosial dengan kemampuan literasi yang sangat minim. 

Remaja sering mendapat stereotip dengan berbagai penyimpangan, baik gangguan emosi ataupun penyimpangan penyimpangan.Umumnya remaja dalam hidupnya hanya ingin mendapat pengakuan dari bagian masyarakat, terutama teman-teman yang dipercayainya.

Jika dulu perang sarung adalah hal yang menyenangkan karena memang secara pergaulan hanya untuk bersenang-senang bersama teman-teman. Sekarang sudah jauh bergeser, menjadi ajang kedok tawuran yang dapat saja disebabkan inginnya pengakuan lebih luas di media sosial. 

Mati dem asal ngetop. ( Demi terkenal, mati pun gak masalah).

Sedih sekali jika di masa tua nanti,  Nostalgia Masa Kecil di bulan Ramadan hanya berisikan kenangan kekerasan tawuran berkedok tradisi perang sarung.

Menjadi tugas kita bersama untuk membersamai anak-anak kita. Kita semua tahu itu tidak mudah dengan perubahan sosial yang semakin kuat. Tapi  kitalah sebagai orang tua benteng terkuat yang membentengi anak-anak kita dari berbagai pengaruh buruk di lingkungan sekitar, termasuk membantengi patogen juvenile delequency.

di bulan ramadan ini momentum tepat untuk mengikat batin dengan anak-anak kita dengan kita. Bersama-sama menjalankan ibadah, baik di rumah maupun di masjid. Bukan, sama sekali bukan untuk mengawasi mereka tetapi kita sebagai orang tua menjadi fasilitator yang mengingatkan ibadah di bulan ramadan pada hakikatnya untuk ikhlas bertaqwa kepada Allah. 

Pengawas kita sesungguhnya, tempat kita kembali nanti.

Hidupkan bulan ramadan dengan suasana bahagia bersama sebagai keluarga, agar kelak anak-anak kita akan memiliki Nostalgia Masa Kecil di bulan Ramadan yang indah bersama orang, yang jika kita bersungguh-sungguh Insya Allah menjadi pemberat amal kebaikan kita di hari pengadilan nanti.

Selamat menjalankan ibadah puasa dengan bahagia bagi yang menjalankan. Semoga kita semua mendapatkan pengampunanNYA di 10 hari kedua di bulan ramadan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun