Jadi kebiasaan kami bermain di kambang (kolam besar) di rawa. Di tengah kambang itu, ada delta yang berbentuk pulau kecil yang ditumbuhi pohon randu besar. Ada dua ular sawah yang selalu berada di dahan-dahan pohon. Kami tidak pernah takut dengan keberadaan mereka dan memang belum pernah ada laporan ular-ular itu mengganggu kami.
Sumber pangannya berlimpah, berlimpah ikan dan unggas liar sebagai mangsa. Â Kami dipahamkan jika ular sudah kenyang, ular cenderung diam dan tidak akan menyerang.
Sore itu sudah menjelang magrib kami masih asik bermain air, beberapa teman yang jagi berenang memang berenag. Tiba-tiba salah satu ular penunggu pohon randu itu meluncur ke dalam air. Mengejar seekor burung ayam-ayam dan langsung dapat dan segera dimangsa.
Segera kami naik ke darat dan menyaksikan dari jauh. Diajarkan kepada kami jangan pernah dekat dengan ular yang tengah berburu. Jika buruannya lepas, ia dapat marah dan mengalihkan kemarahan kepada kami yang bukan sasaran buruannya.
Adegan ular memangsa burung yang sekarang hanya dapat dilihat di discovery chanel itu pun dapat kami saksikan secara live dengan takjub.
Tuhan, jika itu terjadi sekarang dengan otak telah teracuni adegan film anaconda, itu kejadian mengerikan sesungguhnya.
Masa kecil memang terlalu bahagia, belum mengenal apa itu beban mental bahkan rasa takut. Dua hal yang sangat saya rindukan di bulan ramadan masa kecil. Tidak ada judment kepada teman-teman yang tidak sanggup menjalankan puasa, pun sebaliknya yang menjalankan ibadah puasa punt tidak dicap fanatik. Teman (meskipun ia muslim) yang makan di siang hari saat ramadan, tidak akan dibully habis-habisan. Dimaklumi saja. Merekapun tidak akan sibuk menggoda teman yang berpuasa membatalkan puasanya. Karena keceriaan Ramadan  punya kita semua baik yang berpuasa maupun tidak.
SalamÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H