Saya pun ikut berburu. Sayangnya saya bukan manusia sabar. Memancing bukan keahlian saya. Jadi saya memilih najur. Meletakkan tali pancing dengan kail diisi ikan pada lokasi-lokasi tertentu di sore hari dan akan saya ambil pada esok paginya. Jika beruntung saya akan mendapat gabus dan belut. Pernah sial sih ada ular air yang memakan umpan. Kalo kejadian gitu biasanya aku kabur. Mau gimana? Kami gak mau ambil risiko tinggi.
Paling suka jika sedang musim udang rawa. Udang kecil-kecil dan bening. Saya juga tidak punya kesabaran ekstra memancing dengan kail dari peniti. Biasanya saya membawa karung goni dan membawa dedak. Karung goni saya letakkan di permukaan air kolam rawa dengan ditaburi dedak. Lalu saya tinggal bermain. Voila, sejam kemudian banyak udang kecil tersangkut di karung goni. Tinggal angkat.
Banyak teman pun berburu gondang, itu loh siput air. Saya juga ikutan menyerok gondang. Berbeda dengan teman-teman, saya bawa pulang gondang bukan untuk dimakan, tetapi menjadi pakan bebek peliharaan.
Selain berburu kami juga mengumpulkan buah rawa yang kadang kebanyakan saya tidak ingat lagi namanya. Ada juga beberapa buah yang tumbuh liar di rawa ada jambu amerika, jambu bol, karamunting, buah nona (sejenis srikaya), paling banyak buah nasi, buah salam dan ciplukan. Dan banyak lagi jenis buah yang saat ini tidak lagi saya temui tumbuh di kampung saya.Â
Buah paling fenomenal buah jambu monyet. Insiden kecil saat memakan bijinya. Kami tidak mengerti mengelolanya. Jadi, ba'da shalat tarawih kami bakar dan kami makan. Bibir tepi kiri kananku terkena getah jambu monyet, akibatnya bengkak dan luka.Â
Anak rawa yang alergian, lemah sekali. Dokter yang mengobatiku pun sampai ngomel-ngomel, padahal beliau adalah sosok dokter paling telaten dan sabar. Tetapi kalo aku sudah kunjungan dia sih sudah paham, kalo gak jatuh dari sepeda dan paling sering reaksi alergi.Â
Nyokap sih yang kena omel, diriku hanya cengar-cengir tanpa merasa berdosa.Â
2. Perang-perangan
Sepertinya ini dialami semua anak di Indonesia era 90-an. Beruntunglah yang masih mengalami sekarang. Kami paling senang saat ramadan bermain meriam bambu. Zaman dulu, bahan bakar rumah tangga adalah minyak tanah (kerosin). Bambunya tidak beli, cukup memotong di kebun dekat rawa. Bukan tidak ada yang punya Ama Tauko pemiliknya.Â
Amanlah, paling-paling kena omel dengan bahasa hokien yang aku gak ngerti blas. Bukan karena dia pelit gak boleh bambunya diambil. Dia paling gak suka lihat diriku langsung main ke hutan bambu. Bulu-bulu halus pada bambu juga dapat membuat aku alergi, dan emang sering sih diriku bengkak-bengkak sat terkena bulu bambu.
Tapi amanlah, dia paling percaya obat gatal itu sup ayam kampung. Kalo dia lihat aku mulai bengkak-bengkak, ama pasti kirim seekor ayam buat dimasak sama nyokap.