Kisah yang boleh jadi sederhana, tetapi sarat akan makna. Termasuk gejala-gejala sosial yang coba diangkat oleh sang penulis cerita dan sutradara secara lugas, bahkan diungkap langsung oleh tokohnya. Boleh jadi maksudnya agar pesan moral di film ini segera ditangkap oleh penontonnya tanpa melalui proses panjang intepretasi metafora.Â
Bahkan dialog Aryati dan anak-anaknya pun menjelaskan bahwa mereka mampu melawan badai di keluarga mereka ini karena kebersamaan dan keterbukaan mereka di meja makan ditunjang oleh ibu super seperti Aryati.
Kekuatan Akting Lulu Tobing
Salah satu alasan kami menonton film ini karena kangen dengan debut Lulu Tobing.  Sudah lama kami berdua tidak melihat akting Lulu Tobing, cover girl serta pemain sinetron jempolan di masa remaja kami.Â
Di era 90s, Lulu dan Ari Wibowo sangat memikat penonton saat beradu akting di sinetron Tersanjung.Â
Season pertama saja ya, bukan season-season selanjutnya yang panjang banget itu.Â
Di film ini, Lulu Tobing berakting sangat matang. Meski ia terlalu muda memerankan Ibu berusia 50-an. Tetapi akting saat ia ngomelin anaknya terasa "marahin" penonton, atau lebih tepatnya reminding struglenya ibu kita menahan perasaan terhadap segala ulah kita.Â
Tiga pemain muda yang berperan sebagai anak-anaknya Aryati pun mampu mengimbangi akting Lulu Tobing. Mengalir begitu natural dan sungguh menghangatkan hati. Sekaligus menyentil kebiasaan buruk kita yang begitu susah lepas dengan handphone yang semakin minim ngobrol dengan keluarga secara langsung.Â
Beneran abis nonton film ini langsung peluk anggota keluarga buat ucapin terimakasih kepada mereka, yang telah berjuang untuk bertahan menyayangi diriku.Â
Film ini patut mendapat pujian dan masuk nominasi FFI, dimana Lulu Tobing wajib jadi juaranya,sebagai pemeran utama terbaik.Â
Sebuah film keluarga yang patut ditonton bersama untuk akhir pekan ini.Â