Ternyata aku gagal paham. Dalam keyakinan yang diajarkan tetuaku bahwa gondoruwo itu penjelmaan jin yang dapat mewujud manusia bahkan dapat menyerupai suami/pasangan perempuan sehingga dapat melakukan hubungan badan.
Ternyata bungkeulekan  menurut Agung sang sutradara , justru  'bungkeuleukan' - wujud keinginan 'sir' manusia yang tidak diiklaskan ketika meninggal.
Saya jadi penasaran apakah berbeda dengan arwah penasaran?.Â
Pengalaman sehari-hari, mengantarkan sata sebagai pribadi yang diperkenalkan pemahaman, bahwa manusia terdiri dari 4 berupa diri (tubuh dan roh) , Kakang Kawah (saudara tua) yang merupakan perwujudan ketuban, dan Adi Ari-ari (Adik) perwujudan dari ari-ari yang akan selalu menyertai diri hingga meninggal.
Perwujudan ini akan muncul saat mereka meninggal sebagai pengganti diri untuk pamit dengan orang yang dikasihi atau bahkan dibenci, bahkan datang ke seseorang untuk mohon keikhlasan hutang yang dilakukan diri selagi hidup.
Juga, ada perwujudan dari "ilmu salah" yang biasanya melibatkan jin kafir yang menduplikasi diri pemegang ilmu salah tersebut.
Tapi toh, desa mawa cara, negara mawa tata.Pepatah kuno setiap daerah memiliki adat istiadat sendiri. Termasuk pada kepercayaan tentang keberadaan makhluk halus.
Saya yang dibesarkan di kampung jawa dan pecinan. Saat kecil percaya pada keberadaan wewe gombel yang suka menculik anak yang main saat magrib, tanda keberadaannya bau ubi rebus. Kuntilanak yang suka ketawa dan nangis nyaring di tengah malam, gundoruwo yang suka menyerupai orang lain, padahal aslinya hitam legam berbulu, juga pernah menyaksikan orang kesurupan, ataupun cahaya terang di langit yang diyakini sebagai tuju busuk (ilmu tenung yang dikirim).Â
Arwah dihormati pada bulan arwah dengan sesaji. Hanya sebatas tahu seperti itu. Tentu berbeda bahasan jika terkait dengan arwah penasaran di lokasi daerah pembantaian Jepang ataupun PKI atau TKP pembunuhan dan bunuh diri.
Berbeda jauh dengan budaya Sumatera Selatan asli di  dusun-dusun  yang lebih mengenal siluman (manusia jadi-jadian) dari buaya sampai harimau, negeri silap (negeri para jin) yang saya kenal setelah saya menjelajah beberapa wilayah Sumsel.
Urband legend kota Palembang, tampaknya memang justru lebih pada arwah kuno di daerah-daerah tertentu dengan pengaruh budaya pop yang memperkenalkan kuntilanak dan gendoruwo serta tuyul.Â