Tetapi jika dikaitkan dengan pencegahan covid 19 ini, jelas bukan semacam itu sebuah kenormalan.Â
Tatanan hidup untuk tetap menjalankan roda perekonomian dengan tetap menjaga kedispilinan perilaku hidup bersih sehat. Dalam benak umumnya orang Indonesia, kedisipilinan itu bentuk sebuah paksaan yang diawasi dengan sistem punishment.Â
Ohhw.. Jangan neko-nekolah mempertanyakan punish and reward di sini. Bertahan hidup itulah yang menjadi reward utamanya.Â
Soal bagaimana kedisiplinan data warga, medical record yang memang tidak pernah menjadi perhatian pasien selama ini. Â Udah woles aja, jangan pikirin sesuatu yang di luar jangkauan pikiran kalian.
Toh normal aja kan kita sendiri gak tau medical record sendiri. Berapa sih dari kita tahu jejak rekam medis kesehatan kita?. Normal  aja kan kalo ngerasa belum sembuh sibuk cari dokter lain tanpa memberitahu jika sudah ada tindakan.Â
Berapa yang bisa baca 2 tahun lalu kita sakit apa, tindakan apa yang telah dijalani dan obat apa yang kita minum.Â
Jangan-jangan banyak di antara kita tidak pernah tahu susunan gigi geligi sendiri, karena tidak ada rekam medis pemeriksaan gigi rutin per 6 bulan atau pemeriksaan gigi saat sakit. Atau justru dokter keluarga kita juga bengong saat kita menanyakan jejak rekam medis kita sendiri. Karena memang tidak terarsip dengan baik sehingga tak bisa tracebilitynya.Â
Bahkan di posisi warga yang mendapat pelayanan kesehatan yang baik saja belum tentu mendapat layanan jejak rekam medis yang baik, apalagi jika bicara pada layanan kesehatan di desa-desa, yang terbangun pustunya tapi entah dimana petugasnya.Â
Mau bandingin dengan Jepang yang bisa trace flu warganya?lah, orang kita nyimpen surat tanah aja bisa lupa dimana.Â
Kenormalan baru ini sebuah konsep yang harus segera diterima oleh 4 Provinsi dan 25 Kota/Kabupaten yang melakukan PSBB.Â
Anak gadis aja gak lama-lama kok dipingitnya. Masa' 4 provinsi dan 25 kota/kabupaten harus kelamaan ngendon.Â