Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Ide Kado Lebaran Daring: Kuliner dan Wastra Palembang

13 Mei 2020   20:26 Diperbarui: 13 Mei 2020   20:49 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompal Lawan Corona--dok.KOMPAL

Sejak menikah ada 2 kebiasaan keluarga suami yang sangat berbeda dengan keluargaku. Pertama, tradisi sungkeman dan kedua tukar kado lebaran. Makanya saat pertama kali merayakan lebaran di rumah suami yang hanya berjarak 4 km dari rumahku sempat terbengong.  Meski kami berteman sejak kelas 1 SMA tetapi kebiasaan ini jelas tidak kuketahui.  

Untuk sungkeman, meski keluarga kami keturunan Jawa percampuran Ogan Ilir, Palembang Keluarga kami ya cukup salim (mencium tangan) untuk meminta maaf kepada orang tua dan saudara setelah shalat ied. Santuy banget Bapakku, gak ada sama sekali wejangan-wejangan lebaran seperti yang dilakukan seperti mertua. Jika di rumahku ketawa-ketiwi saling canda bahkan toyor-toyoran saat lebaran,  di rumah  mertua akan ada suasana mengharu biru. 

Ya gak sampe ada pengakuan dosa masing-masing sih, tapi setiap wejangan tahunan siap-siap mewek.  Kedua, tradisi memberi kado lebaran. Menjadi tradisi, jika memberi orang yang lebih tua makanan sajian lebaran (munjung), tradisi yang kami jalankan bahkan sebelum aku menikah. Terutama tetangga sebelah kiri rumah yang tidak merayakan lebaran. Keluarga Pendeta sebelah rumah paling girang kalo semua hidangan lebaran kami kirimkan ke rumahnya. 

Sama girangnya keluarga  saat mereka sengaja mengirimkan kentang dan markisa berastagi  jika mereka pulang merayakan natal dan tahun baru di tana Karo. Beberapa Ayi dan Asuk  juga begitu, sangat suka pada punjungan hidangan lebaran. Karena ayahku anak tunggal, kami tidak munjung ke keluarga.  Menantu ortuku juga tidak diwajibkan munjung,karena Ibuku selalu menyiapkan makanan, kuatir mubazir jika memaksakan diri munjung. 

Membuat juada basah dan kue kering itu jatahku dari dulu. Saling punjung antar tetangga juga biasa, tetapi tidak kami anggap sebagai kado lebaran. Jadi, punjungan ke mertua jelas kewajiban. Baik hidangan lebaran maupun juada basah khas Palembang.  Bukan, bukan diriku menantu yang baik, he ..he... bisa kena jewer ibuku jika sampai diriku lupa munjung. 

Karena jelas ada harga diri Ibuku di situ. Bukti kongkret ia berhasil mendidik anak bungsunya menghargai mertua. gitu deh kira-kira. Punjungan juga semua buat sendiri, eits jangan kira karena aku jago masak. Karena kalau beli harga juadah basah dengan kualitas baik seperti yang kubuat bisa amblas seluruh THR. Kemisikinan kadang memaksa diri kreatif. 

Entah sejak kapan Memberi kado terutama pada anak-anak di rumah mertua, selain memberi uang dalam amplop cantik menjadi kebiasaan . Diriku baru menyadari saat telah punya anak. 

Saat lebaran anakku diberi kado puluhan dari Pakde Bude serta Bulek dan Pakleknya. Tahun itu saat pulang sempat diomelin ibuku , bagaimana aku gak tahu kebiasaan itu. Mengapa tidak menyiapkan kado buat kemenakan-kemenakan yang memang usianya masih kecil-kecil. Kado juga tidak harus mahal, pakaian, peralatan tulis sampe mainan. Mereka berkumpul bersama, heboh sama-sama membuka kado. 

Ya isinya biasanya seragam.  Kegembiraan luar biasa  memang yang diahrapkan akan mereka kenang sampai mereka dewasa kelak. Diriku  kadang memilih cukup memberi uang. Kadang kondisi ekonomi ya kadang buat diriku medit. Tapi keponakan-keponakan gak pernah protes. Mereka selalu kangen dengan masakan buleknya. Kalo kumpul lebaran di Palembang, mereka merindukan aneka juada basah yang memang jarang dijual. 

Jangankan di luar kota, di Palembang saja aneka lapis itu jarang dijual. Tahun ini jelas berbeda, kakak dan adik suamiku yang berada di luar Palembang tidak dapat mudik dengan kebijakan PSBB. Akan ada suasana yang berbeda, bahkan tahun ini semangat membuat kue juga menurun. Jika tahun-tahun sebelumnya setidaknya bahan kue, pempek ataupun panganan lain sudah kusiapkan sejak pertengahan ramadan. Tahun ini, ibuku saja bertanya berkali-kali apakah diriku akan membuat kue atau tidak. 

Ia mengingatkan meski di suasana pandemi atau jika pun ada kebijkan PSBB, tradisi munjung tidak dapat dihilangkan meski mungkin kuantitasnya tidak seperti biasa karena kumpul keluarga tak sebanyak biasanya. Diriku membayangkan tentu akan berat bagi para kemenakan yang biasanya berkumpul bersama, makan bersama, main bersama bahkan membuka kado dan menghitung hasil angpao bersama sambil saling bercerita apa rencana mereka masing-masing terhadap uang lebaran mereka. Kadang nyebelin sih, mereka sering kaya mendadak saat lebaran. Ha ..ha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun