Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

"Luwoh" Buah di Sekitar Rumah dalam Memori

11 Mei 2020   20:17 Diperbarui: 11 Mei 2020   20:22 1076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puding Kaca Buah (Sumber cookpad)

Sampai hari ini diriku tidak tahu pasti sejak kapan luwoh menjadi padanan kata setup di rumah kami. Karena beberapa teman bersuku Melayu mengatakan luwoh sebenarnya merujuk pada manisan buah blonceng/kundur/beligo (Benincasa hispida). Tetapi, di rumah kami juga menyebut luwoh bermakna setup buah apa saja. Entah diriku yang gagal paham atau orang-orang yang salah kaprah menyebut es buah dengan sebutan setup. 

Es buah itu buah potong yang dicampur  dengan simple syrup (air gula)  terkadang dengan tambahan perasan  air jeruk atau asam sitrat sebagai penyedap, disajikan dingin dengan es. Sedangkan setup adalah buah-buahan yang direbus dengan air gula.  Setup buah juga sering dijadikan bahan pembuatan es buah. Setup juga agak berbeda dengan manisan.  Pembuatan manisan membutuhkan proses yang lebih lama dengan pembuatan setup. 

Kandungan gula pada manisan juga jauh lebih banyak daripada setup.  Manisan itu ada yang manisan dimasak dulu (melalui proses perebusan) ada yang manisan rendaman. Bentuk jadinya juga ada yang manisan basah dan ada yang manisan kering, baik karena proses pemasakan, pengovenan atau dijemur dengan sinar matahari  bertujuan pengurangan kadar air . Pada dasarnya penambahan gula pada buah-buahan ini bertujuan memperlama daya tahan buah. 

Ragam pangan di sekitar rumah

Diriku sejak kecil tinggal di sebuah kampung di pinggir kota Palembang. Meski halaman rumah kami tidak terlalu luas, saat diriku kecil Bapak membuat kebun kecil yang berisi  aneka tanaman buah dan sayur pekarangan, yang sekarang  sedang trend itu loh. Kalo hanya sekadar jambu biji, pepaya, belimbing, nanas, nangka, markisa, jeruk nipis, jeruk kunci, jambu air, rambutan, serta pisang kami tidak pernah membeli saat itu.  Meski sediki,t dulu ada tanaman singkong (ubi kayu), ketela rambat (ubi selo), Garut (kirut), keladi talas serta sukun.  

Sumber karbo ini sering dijadikan aneka panganan oleh ibu saya.  Untuk sayur dulu juga ada tanaman katu, kangkung, seledri, cabe rawit, daun singkong,  kecipir (kacang botor) dan kenikir. Empon-empon juga dulu gak pernah beli, selalu ada dalam pot-pot. 

Soal menanam, bapakku itu  punya kebiasaan agak aneh, menanam apapun tidak pernah  dari bibit unggul, termasuk pohon kelapa yang tumbuh di sekeliling rumah.  Bibit buah dan sayur biasanya dari yang kami makan. Bahkan, pohon nangka dan bligo sama sekali tidak pernah ditanam sengaja. Hanya menunggu tumbuh yang kadang tidak ketebak tumbuh dimana. Boleh jadi itu bawaan para musang dan burung yang lewat di pekarangan kami. 

Jadi jangan tanya jenis nangka apa yang bakal tumbuh, kami pernah merasakan semua dari nangka dengan daging  yang tebal, hingga lembut menyerupai bubur. Perawatannya juga asal jadi, karena perawatan juga kurang maksimal  usia tanamanya gak bakal lama banget.  Gak perlu sedih, biasanya sih bakalan ada pohon pengganti. 

Luwoh , Pemikat Saat Buka Puasa

Hasil buah yang ada di sekitar rumah itu hanya untuk konsumsi sendiri. Favorit kami menjadikan buah-buah itu menjadi luwoh. Caranya gampang sih, kupas, besrihkan,  potong-potong dan masukkan dalam air gula yang mendidih, sebentar saja. Buah yang direbus terlalu lama akan menghasilkan luwoh yang terlalu lembek. Jadinya kurang sedap. Biasanya Ibuku menambahkan air perasan jeruk  nipis atau jeruk kunci sebagai penguat rasa dan  vanili. 

Luwoh ini disimpan dalam toples kaca tertutup yang terlebih dahulu disterilkan secara sederhana. Tutup toplesnya biasanya dilapisi dulu dengan kain kasa. Lalu diletakkan berjejer di rak dapur, seringkali diberi pewarna sehingga terlihat sangat menarik. Buah yang dijadikan luwoh buah  apa saja yang tersedia. 

Seperti nangka, nanas, belimbing, jambu biji, pepaya mengkal dan kundur. Khusus untuk pepaya dan kundur biasanya direndam air kapur sebentar untuk mendapatkan tekstur yang crunchy. Jika sedang musim rambutan, bahkan rambutan yang telah dibuang bijinya pun diluwoh.  Mirip dengan  buah kalengan.  Jika suka ditambahkan kayu manis dan cengkih. Dulu aku kurang suka dengan bau rempah, jadi kadang ibuku mengalah, membuat luwoh tidak menggunakan kayu manis dan cengkih. 

Cara menghidangkannya juga sangat mudah kok, cukup tambahkan air secukupnya,beri es agar makin segar. Jadilah  aneka es, es nangka, es nanas, es belimbing, es pepaya dan es bligo. Jika sedang beruntung semua ada, ya jadi es buah karena dicampur. Panganan yang paling memikat sebagai "pemecah" buka.  

Dulu sama sekali tidak mengenal sop buah, jadi kadang minum susu terpisah dengan minum es buah. Kenapa dulu gak terpikir untuk dicampur saja ya. Daya kreatif gak nyampe situ ya.  Batas kreatif ibuku dulu luwoh hanya  menjadi topping pudding yang memang selalu jadi makanan favoritku saat kecil, apalagi sebagai takjil dan hidangan lebaran. Puding buah kaca dengan topping luwoh buah itu tampilannya sangat cantik. Siapapun yang melihat langsung ingin memotong dan menyantapnya. 

Puding Kaca Buah (Sumber cookpad)
Puding Kaca Buah (Sumber cookpad)
Jika membuat luwo, biasanya ibu sih menyimpannya hanya secukupnya. Selebihnya berbagi dengan tetangga terdekat, yang biasanya sih akan segera dibalas dengan panganan lain yang mereka buat. Kala itu, belum banyak yang berjualan makanan di kampungku seperti sekarang. Jadi, takjil selalu buat sendiri dan saling berbagi dengan tetangga. Hidangan di meja jadinya bervariasi, meski kadang gak ketebak apa sih yang bakan jadi menu takjil di rumah, tapi jadinya seru banget.

Manfaatkan Buah Lokal, Bantu Petani Lokal

Jejeran toples besar di dapur berisi luwoh dan manisan sekarang menjadi kenangan. Bahkan keberadaan toples-toples besar yang dulu biasanya berisi luwoh, manisan atau telur asin juga diriku tidak tahu lagi dimana keberadaannya.  Banyak  alasan mengapa tidak ada lagi kebun kecil di pekarangan kami selain kemalasan penghuni rumah yang sekarang. Tetapi, kebiasaan makan buah lokal baik langsung makan ataupun olahan masih menjadi kebiasaan di keluarga kami, meski sekarang lebih banyak membeli baik pada penjaja buah, warung , kios buah ataupun pasar.  Dari dulu, keluarga kami tidak menjalankan berbuka dengan kurma. 

Jikapun makan, hanya sesekali.   Pilihan buah lokal yang tersedia di Palembang juga sangat banyak.. Sekarang pun buah dapat dibeli seperlunya saja.  Untuk mengawetkan buah yang dibeli juga sudah ada kulkas, jadi tidak perlu sengaja menyimpan luwoh. Lebih memilih memakannya secara segar tanpa diolah dengan tambahan gula.  Jikapun sesekali ingin membuat luwoh untuk es buah atau sop buah , sekarang dibuat untuk keperluan sehari saja. 

Secukupnya,   menghindari wasting food.  Dulu buat banyak karena 'kan masak pake pawon kayu ya, beda dengan sekarang, menggunakan kompor gas tinggal jetet. Sayang banget kan hidupin api kalo cuma buat sedikit. Selain itu, dulu penghuni rumah ini banyak dengan masa pertumbuhan. Apapun yang terhidang akan mudah habis, beda dengan sekarang yang cenderung dihuni picky eater. Selain, panganan takjil juga sekarang mudah didapat, banyak tetangga kami yang menjual. Kebiasaan bertukar kudapan juga semakin tergeser. Hanya occasion tertentu akan berbagi makanan dengan tetangga.  

Buah lokal paling banyak tersedia di Palembang saat ramadan adalah timun suri, buah melon dan semangka juga berasal dari daerah Sako Kenten. Pepaya banyak berasal dari Talang Jambe. Semua buah ini dimakan langsung, tidak perlu repot diolah menjadi luwoh. Terkadang, cukup tambahkan susu UHT untuk menikmatinya.   

Di awal bulan ramadan lalu masih banyak duku dari berbagai kabupaten seputar Palembang. Beragam jenis pisang juga banyak tersedia.  Nanas di Sumatera Selatan terkenal manis, paling terkenal dari Prabumulih. Beberapa di lahan gambut juga banyak mengembangkan komoditas nanas yang tak kalah manis,  bahkan beberapa daerah  menjadikan olahan buah kering.  Jeruk dari Desa Siju Banyuasin yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Ogan Komering Ilir, meski kecil juga sangat manis.  

Jangan tanya soal labu, begitu melimpah di Sumsel. Keluar lorong rumah saja sudah banyak yang menjual buah lokal. Dengan ketersediaan begitu banyak tidak ada alasan lagi kita lenih memilih buah impor atau olahan kalengan.  Jika bukan kita yang memanfaatkannya, siapa lagi. Karena  buah lokal kita untuk jadi komoditas  ekspor masih membutuhkan proses standasirasi yang sangat panjang. Memanfaatkan buah lokal jadi konsumsi termasuk  takjil sangat membantu pemberdayaan petani lokal. 

Buah lokal selain bermanfaat, kualitas juga lebih segar dan lebih minim risiko alergi. Karena saya termasuk orang yang mudah terkena alergi lilin pelapis pengawet buah import. Jika diperhitungkan, bahan bakar yang dihabiskan untuk mendistribusikan buah lokalpun jauh lebih sedikit daripada buah impor. 

Sudah tidak zamannya lagi mengkonsumsi buah impor karena gengsi. Pola hidup sehat itu kebutuhan bukan gengsi.  Untuk tahu bagaimana cara mengolahnya juga sekarang tidak ribet, cukup cari di mesin pencari. Lalu praktikkan. Kalo gagal membuat olahan buah santai saja, masih bisa dimakan. Cukup tambahkan bubuk agar jadilah pudding buah. Masih tetap bisa dikonsumsi. 


Salam Kompal Selalu, Tetap Bahagia.

Kompal Lawan Corona
Kompal Lawan Corona

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun