"Katanya nggak lagi nggak ada duit, kok transfer-transfer?"protes anakku suatu hari.  Dasar anak cerudikan (kepo), ada aja ulahnya. He he benar sih, Saat itu kondisi keuangan tengah parah. Untuk keperluan primer sekadar tak lapar  tentu masih aman. Tapi jelas untuk biaya kelakukan sangat minim.Â
Bahkan untuk kegiatan sebuah pelatihan menulis yang sebenarnya hanya seharga dua gelas kopi pun aku sampe dibayarin temen. Malu sih  tapi mau banget saat ditraktir gitu.  Malu karena akhirnya meluncur juga dari mulutku kalo diriku bokek, padahal itu diusahakan pantang diucap.Â
Soal finansial tertentu memang sering terbuka dengan bocah berusia 10 tahun itu. Ya gimana, karena selama beberapa minggu hanya sekadar jajan saja aku bilang gak ada duit, gak bisa jajan dulu. Tapi hari itu kepergok beberapa kali transfer dari dompet elektronik dan m banking.
"Kirim siapa sih?penting banget?", tanya si Bujang makin penasaran. "Kirim Tante Sari (sebut saja begitu), untuk dana bantuan banjir, dia akan membelanjakannya,  yang tadi  barusan kirim buat sumbangan Om Noah (nama disamarkan), dia lagi kesusahan.  Ini semua kiriman temen-temen Nda yang percayain ke Nda" panjang lebar deh penjelasanku. Â
"Nda nggak takut duitnya terpakai, pegang duit sumbangan pas lagi bokek" tanyanya, habis itu dia ngeloyor, meninggalkan diriku yang terbengong dan tidak dapat membantah keraguannya. Keraguan ini juga yang sering kusampaikan kepada beberapa teman yang sering menitipkanm uang, mempercayakan diriku utuk menyalurkannya kepada yang membutuhkan. Â Â
Beberapa teman juga yang ikut nimbrung ikut kegiatan amal kami akan kupertegas bahwa sumbangan mereka tidak akan dipublikasi, kadang uangnya juga tertahan dalam rekening dan tak akan disebut sumbernya, termasuk kepada penerima.
Mereka juga tidak akan tahu kepada siapa disalurkan. Sebuah kesepakatan tidak tertulis kami yang sangat mengandalkan kepercayaan dan amanah. Connecting happiness yang kujalankan sangat terbatas. Kecuali untuk sumbangan bencana ataupun bantuan yang sifatnya open donation, waktu yang dibatasi.Â
Ada Harga Diri yang Harus Dijaga
Masih ingat cerita saya tentang Lek Partiya di Ramadan Tahun ini Pangan Murah, mata elang yang tahu banget tetangga yang butuh makan dan tahu dimana tempat meminta bantuan untuk disalurkan.Â
Dengan kondisi yang tidak berlebih juga beliau sering membantu tetangga, setidaknya mencarikan bantuan untuk tetangga yang butuh.  Tanpa meminta berlebihan, kadang hanya 3 canting (bekas wadah susu) beras, kadang untuk menambah telur 4 butir, mie intan dua bungkus saja otot-ototan "Wis toh, mereka cuma butuh buat hari ini, sesuk mereka  sudah dapet rezeki lain".Â
Kami pernah bertanya kenapa tidak memberitahu siapa yang diberi alasannya sungguh luar biasa "Ragil, surga itu bukan cuma buat kamu. Surga itu luas untuk kita semua, biarkan tangan-tangan lain membantu berbagi kebahagiaan untuk sama-sama bisa ke surga dengan caranya masing-masing. Kasih kesempetan wong lain Ra duwe duik ku iso sedekah ", gitulah kira-kira translasinya.  Lek Partiyah kalo ngomong dengan diriku selalu percampuran bahasa Palembang dan Jawa. Meski kosakata bahasa Jawaku sangat-sangat terbatas.Â