"Kenapa harus lewat Puncak Sekuning si,Kak?", protesku pada driver ojol.
"Ini kan rute tercepat, Mbak", Sahutnya kalem.
Dia tidak salah, jalur dari Bukit Besar memang rutenya melewati area itu.
" Takut, Mbak?" Dia bertanya balik.
Aku memilih diam, membaca novel e-book yang kupinjam dari perpustakaan online.
"Biasa aja lah, Mbak. Kita ini makhluk bukan hanya kasat mata. Selama tidak mengganggu tidak masalah" celotehnya.
Aku hanya diam, mataku sibuk pada layar handphone. Aku menjaga agar mataku tidak mengarah pada cermin di spion.
Titik-titik air hujan karena sejak sore tadi hujan rintik-rintik turun di Palembang. Padahal waktu menunjukkan baru pukul delapan malam. Tapi terasa sangat sepi.
Lajur jalan yang tidak terlalu panjang ini terasa begitu jauh, entah mengapa aku merasa laju mobil ini sangat lambat.
Aku benci dengan ekor mataku. Meski aku telah berupaya menghindari melihat ke tepi jalan, tapi masih saja aku terlihat mereka yang duduk sendiri di bawah pohon atau termangu di pojokan, sendiri.
"Ciitttt..." Mobil ini mengerem mendadak, ketika di depan kami sepasang laki-laki dan perempuan tiba-tiba menyebrang.
Dua sejoli itu berlalu begitu saja, mobil yang kutumpangi berhenti beberapa menit. Aku tahu driver ini butuh menenangkan diri dari keterkejutannya.
"Maaf, Mbak. Lagian mereka kok menyebrang seenaknya" omel sang Driver yang dilanjutkan dengan celotehannya.
Aku tetap diam memilih sibuk menenggelamkan diri dengan bacaanku, padahal mataku lelah akibat goyangan kendaraan ini.
"Mbak, aku boleh kan mampir sebentar ambil paket dulu, itu penting banget mbak, kurir baru bisa mengantarnya besok pagi".