Car free day Palembang pada minggu pagi ini terasa berbeda. Selain deklarasi kampanye damai, juga iklan produk, ternyata ada peringatan hari bahasa isyarat internasional dan pekan tuli internasional di sini.
Acara ini diselenggarakan Gerkatin, sebuah lembaga sosial yang peduli pada rekan-rekan tuli di Sumatera Selatan dan Palembang.
Tema yang diangkat adalah "inklusi penuh dengan bahasa isyarat".
Kita tahu, bahwa menjadi tuli itu berat, bisa jadi kita bilang "tuh si anu bisa ngomong meski tuli", jika  merujuk orang-orang yang kita kenal, tuli tetapi dapat bicara selayaknya kita meski amat sangat dipaksakan.
Tanpa sadar kita menuntut orang lain untuk sama dengan orang pada umumnya dengan perjuangan  penuh penderitaan, itu merupakan bentuk kekerasan (torture).Â
Hal itu berarti kita telah melanggar hak-haknya sebagai manusia. Bahkan hal ini dilakukan semenjak usia sangat dini,hanya bertujuan agar mereka dapat berkomunikasi dengan yang lain.
"Setara" itu kata kuncinya, menjadikan mereka berkomunikasi dengan orang-orang yang tidak tuli bukan dengan memaksa mereka bisa berbicara selayaknya kita. Tetapi kita, saya, anda dan mereka untuk sama-sama belajar agar ada saling paham satu sama lain melalui bahasa isyarat.
Acara ini berupa pernyataan dukungan dari masyarakat untuk inklusi sesungguhnya bagi kawan-kawan yang tuli.
Saya bahagia, ketika membubuhkan tanda tangan buat dukungan terhadap kita, ya saya tidak berani lagi memilih kata mereka. Karena memang tuli hanyalah gift Tuhan yang seharusnya tidak membedakan kita.
Saya bisa merasakan aura positif dari mereka saat mereka bertegur sapa dengan mereka.
Ah...jika diingat justru yang pasti menegur saya setiap pagi adalah cleaning service di tempat saya menjadi buruh yang memang tuli. Tapi bagaimanapun kondisi saya yang moody bisa senyum jika ditegur olehnya.
Saya sangat senang ketika komunitas ini memberi kesempatan saya dan putra saya belajar sedikit mengenai bahasa isyarat bisindo.
Oh ya, ada 2 bahasa isyarat yang dipakai di Indonesia, isyarat internasional dan Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo).
Mudah? Tentu tidak bagi kami yang cenderung kurang fokus, padahal kami hanya mempelajari alfabet, juga isyarat bahasa Ibu yang ringan-ringan saja, seperti: apa kabar, siapa nama, baik-baik saja,terima kasih dan tepuk tangan.
Beberapa kali kami minta ulang dan masih juga banyak lupanya. Bahkan Davie sengaja menarik Tante Riri hanya untuk mengulang pembelajaran bahasa singkat dari Oom Nais tadi.
Davie memperkenalkan diri dengan  Oom Nais dan Tante Riri dengan bahasa isyrat, meski jadinya masih terkesan tebak-tebakan. Karena memang untuk dapat lancar perlu latihan satu sama lain.
Bahkan setelah bergeser dari tempat itupun dia masih sibuk main tebak-tebakan kata dengan saya menggunakan abjad isyarat.
Satu hal positif lain yang dibagi oleh Oom Tante dari Garkindo ini, sebuah kebanggaan kecil ketika putra kami pun duduk dengan teman-teman baru dia untuk menunjukkan ia mendukung kesetaraaan.
Glek..emaknya aja sudah luntur rasa itu, merasa ketampar aja pas dia bilang "Nda, sini duduk, biar sama dengan kakak ayuk" karena emaknya sibuk main hape.
Fokus dan memperhatikan lawan bicara, itu yang diajarkan oleh sahabat-sahabat baru ini. Harus kami akui, bahwa saya dan Davie seringkali ngobrol tapi pandangan kami kemana-mana. Tentu hal ini tidak bisa dilakukan jika komunikasi dengan bahasa isyarat.
Memahami bahwa komunikasi itu adalah 2 pihak, saling bertukar pikiran dan saling berbagi rasa satu sama lain.
Jadi jika kita memang ingin inklusi sesungguhnya, mendukung kesetaraan itu dengan memberi kesempatan yang sama, untuk berkeadilan sesungguhnya.
Buat masyarakat Palembang, yang tidak berkesempatan hadir, ada kok peluang belajar bahasa isyarat. Caranya cukup datang ke sekretariat relawannya di Seduduk Putih, dekat kantor satpol PP.
Terima kasih buat gerkatin untuk berbagi semangat positif ini.
Salam kompal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H