Saya bisa merasakan aura positif dari mereka saat mereka bertegur sapa dengan mereka.
Ah...jika diingat justru yang pasti menegur saya setiap pagi adalah cleaning service di tempat saya menjadi buruh yang memang tuli. Tapi bagaimanapun kondisi saya yang moody bisa senyum jika ditegur olehnya.
Saya sangat senang ketika komunitas ini memberi kesempatan saya dan putra saya belajar sedikit mengenai bahasa isyarat bisindo.
Oh ya, ada 2 bahasa isyarat yang dipakai di Indonesia, isyarat internasional dan Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo).
Mudah? Tentu tidak bagi kami yang cenderung kurang fokus, padahal kami hanya mempelajari alfabet, juga isyarat bahasa Ibu yang ringan-ringan saja, seperti: apa kabar, siapa nama, baik-baik saja,terima kasih dan tepuk tangan.
Beberapa kali kami minta ulang dan masih juga banyak lupanya. Bahkan Davie sengaja menarik Tante Riri hanya untuk mengulang pembelajaran bahasa singkat dari Oom Nais tadi.
Davie memperkenalkan diri dengan  Oom Nais dan Tante Riri dengan bahasa isyrat, meski jadinya masih terkesan tebak-tebakan. Karena memang untuk dapat lancar perlu latihan satu sama lain.
Bahkan setelah bergeser dari tempat itupun dia masih sibuk main tebak-tebakan kata dengan saya menggunakan abjad isyarat.
Satu hal positif lain yang dibagi oleh Oom Tante dari Garkindo ini, sebuah kebanggaan kecil ketika putra kami pun duduk dengan teman-teman baru dia untuk menunjukkan ia mendukung kesetaraaan.
Glek..emaknya aja sudah luntur rasa itu, merasa ketampar aja pas dia bilang "Nda, sini duduk, biar sama dengan kakak ayuk" karena emaknya sibuk main hape.
Fokus dan memperhatikan lawan bicara, itu yang diajarkan oleh sahabat-sahabat baru ini. Harus kami akui, bahwa saya dan Davie seringkali ngobrol tapi pandangan kami kemana-mana. Tentu hal ini tidak bisa dilakukan jika komunikasi dengan bahasa isyarat.