Buka bersama di rumah juga tidak dapat dikatakan bukber, karena masing-masing anggota keluarga punya kebiasaan berbeda-beda, jadi setelah azan masing-masing mengambil takzil dan menikmati di tempat favorit masing-masing, seperti hari-hari biasa. Yang dilanjutkan untuk ibadah malam di masjid depan rumah.
Seperti tidak memanfaatkan suasana iftar ya? Gak juga, pada saat menikmati iftar terlihat kok bahwa Davie dan ayahnya merasakan bahwa hidangan yang memang tidak berbeda dari hari-hari biasa itu memang dibuat untuk mereka.
"Kapan lagi menikmati suasana Davie berbuka di rumah, jika ia telah banyak bergaul ia dapat memilih berbuka di luar"kata Neneknya.
Sebenarnya memang pilihan kami lebih banyak menolak bukber sejak tahun lalu, dimana kondisi ayah saya sudah semakin payah. Sehingga meski tidak duduk satu meja, memastikan bahwa kami dalam kebersamaan adalah nikmat yang harus kami rasakan tiap detiknya.
Suami saya yang berasal dari keluarga besar dimana banyak saudaranya yang tinggal di perantauan, dapat dipastikan akan menyelenggarkan bukber menjelang lebaran. Karena biasanya formasi keluarga besar cukup lengkap. Sehingga buka bersama adalah wujud syukur masih dapat berkumpul.
Sesungguhnya merasakan kehangatan dalam ikatan kekeluargaan adalah sebuah nikmat besar.
Jika itu tujuan dasar mengadakan bukber baik dengan keluarga, kerabat, handai taulan, sahabat, teman atau siapa saja (boleh jadi dengab orang-orang yang sempat kita benci) tidak ada salahnya melakukan buka bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H