Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Kebangsawanan dan Jelatahnya Gulo Puan

20 Maret 2018   20:45 Diperbarui: 20 Maret 2018   21:41 1763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi tidaklah mengherankan jika salah satu grup masak di facebook yang berdomisili di Palembang menamai grup mereka Le Gulo Puan.

Meski ada beberapa orang yang mencoba memasarkannya dengan cara kekinian seperti melalui onlineshop atau pun media sosial, tetapi tampaknya masih banyak orang yang belum mengenal gulo puan, bahkan di kalangan masyarakat Palembang sendiri.

Kejelatahan Gulo Puan

Hingga saat ini,Gulo Puan selalu diidentikkan dengan makanannya para bangsawan Palembang, sehingga mengesankan ini makanan sangat mewah yang menyebabkannya menjadi mahal. Padahal, mahalnya produk ini karna ongkos produksinya memang tinggi, plus ongkos distribusinya juga memang tidak rendah. 

Bahan bakunya adalah susu kerbau rawa (Bubalus bubalis carabauesis) Pampangan. Kerbau rawa adalah hewan unik, dengan kebiasaannya makan sambil menyelam. Kerbau rawa pampangan ini merupakan salah satu dari tujuh rumpun kerbau asli Indonesia.

Saat ini populasi kerbau rawa Pampangan juga tidak banyak, akibat lahan gembalaan yang semakin sempit akibat kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan di tahun 2014-2015 yang lalu, yang menyebabkan susu sebagai bahan baku gulo puan ini terbatas. Sehingga saat ini pembuat gulo puan tidak dapat memproduksi gulo puan setiap hari, hanya dibuat sesuai pesanan.

Salah satu desa penghasil gulo puan ini adalah Desa Bangsal, yang dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor dalam jangka waktu 3-4 jam. Meski demikian, perjalanan ke daerah tersebut cukup menjadi petualangan tersendiri karena kondisi jalan yang tidak mulus , dengan medan yang masih berupa tanah merah yang akan becek dan licin jika hujan,   juga terdapat jalan yang berkerikil dan  berbatu.

Desa ini berada di salah satu kawasan hidrologi gambut, yakni ekosistem gambut yang letaknya diantara dua sungai dan laut, dan atau rawa. Sehingga desa ini menjadi salah satu desa percontohan desa agroekologis, sebuah desa yang berdaya dalam pemberdayaan ekonomi dengan pemanfaatan lahan gambut secara berkelanjutan.

sebagaimana kita ketahui, gambut adalah jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah membusuk sehingga  mengandung bahan organik yang tinggi. Lahan ini sangat rentan terbakar, dan pencegahan kebakaran di lahan ini sangat penting, karena jika  sampai terbakar hanya Tuhan yang tahu, bayangkan setidaknya perlu 500 ton air yang disiramkan secara simultan hanya untuk memadamkan satu hektar lahan gambut yang terbakar. 

Bayangkan jika terjadi  di Sumsel yang memiliki ribuan hektar lahan gambut. Pun jika telah terbakar,menyebabkan lahan terbuka meski dilakukan intervensi dengan pembasahan dan penanaman kembali dengan tanaman yang adaptif pada lahan rawa tetap mebutuhkan waktu yang lama dalam perbaikannya.

Menjadi penting sekali masyarakat yang berada dan berinteraksi  di kawasan gambut untuk tetap berdaya secara ekonomi dengan pemanfaatan lahan gambut yang ada, sehingga menjadi penyadaran dalam diri mereka untuk menjaga ekosistem gambut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun