Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Kebangsawanan dan Jelatahnya Gulo Puan

20 Maret 2018   20:45 Diperbarui: 20 Maret 2018   21:41 1763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Sudah sulit untuk dibantah jika Palembang sangat terkenal dengan wisata kulinernya. Apalagi jika menyebut kata pempek, pastilah orang langsung menyebut Palembang.

Tetapi ragam panganan Palembang bukan hanya pempek. Jika berwisata kuliner ke Palembang siap-siap melihat jarum timbangan semakin ke kanan. Mulai dari makanan ringan yang berbahan puluhan butir telur per loyangnya, pempek beserta turunannya, sampai aneka olahan mie dan makanan berat, berupapindang (sop asam manis) dengan khas masing-masing daerah. Jika kangen makanan itu, berbagai resep dapat di search, sepanjang bahannya ada maka penganan tersebut ada, maka kita dapat membuatnya dimanapun kita berada.

Makanan paling khas

Setidaknya ada satu makanan paling khas yang ada di Sumatera Selatan, tepatnya dari Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), yakni Gulo Puan.

Gulo ,artinya Gula dan Puan, artinya susu. Gulo puan adalah penganan yang terbuat dari susu dan gula, yang diolah  menjadi karamel.Mengapa saya sebut sangat khas, karena bahan bakunya bukan susu sembarangan, apalagi susu produksi masal. Tetapi dari susu kerbau rawa,yang memang paling banyak hidup di daerah rawa di Kabupaten OKI.

Gulo puan bukan hanya makanan mahal,tetapi juga makanan langka. Hanya beberapa tempat yang menyediakannya, seperti di pelataran Masjid Agung Palembang ba'da shalat Jum'at atau bisa juga dicarii di pelataran Benteng Kuto Besak. Setidaknya ada satu orang penjual yang menjajakannya.

Gulo puan ini berwarna kecoklatan dengan aroma gurih susu yang menggoda. Rasanya yang manis dan gurih, perpaduan rasa antara karamel dan keju,sehingga sering dijadikan teman minumkopi pahit, atau dimakan dengan roti tawar.

Makanan Kegemaran Bangsawan Kesultanan Palembang

Konon, gulo puan pada masa Kesultanan Palembang adalah semacam upeti dari masyarakat Pampangan, OKI kepada Sultan Palembang.

Karena proses pembuatannya yang rumit dan memakan waktu lama, gulo puan ini ketersediannya terbatas  yang menyebabkan harganya mahal sehingga hanya dapat dinikmati oleh keluarga bangsawan saja pada masa itu.

Di masa sekarang, gulo puan juga bukan makanan yang murah dan seperti saya sampaikan sebelumnya jika ini termasuk langka.Tidak dapat dengan mudah diperoleh seperti kita mencari pempek atau maksubah di Palembang.

Jadi tidaklah mengherankan jika salah satu grup masak di facebook yang berdomisili di Palembang menamai grup mereka Le Gulo Puan.

Meski ada beberapa orang yang mencoba memasarkannya dengan cara kekinian seperti melalui onlineshop atau pun media sosial, tetapi tampaknya masih banyak orang yang belum mengenal gulo puan, bahkan di kalangan masyarakat Palembang sendiri.

Kejelatahan Gulo Puan

Hingga saat ini,Gulo Puan selalu diidentikkan dengan makanannya para bangsawan Palembang, sehingga mengesankan ini makanan sangat mewah yang menyebabkannya menjadi mahal. Padahal, mahalnya produk ini karna ongkos produksinya memang tinggi, plus ongkos distribusinya juga memang tidak rendah. 

Bahan bakunya adalah susu kerbau rawa (Bubalus bubalis carabauesis) Pampangan. Kerbau rawa adalah hewan unik, dengan kebiasaannya makan sambil menyelam. Kerbau rawa pampangan ini merupakan salah satu dari tujuh rumpun kerbau asli Indonesia.

Saat ini populasi kerbau rawa Pampangan juga tidak banyak, akibat lahan gembalaan yang semakin sempit akibat kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan di tahun 2014-2015 yang lalu, yang menyebabkan susu sebagai bahan baku gulo puan ini terbatas. Sehingga saat ini pembuat gulo puan tidak dapat memproduksi gulo puan setiap hari, hanya dibuat sesuai pesanan.

Salah satu desa penghasil gulo puan ini adalah Desa Bangsal, yang dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor dalam jangka waktu 3-4 jam. Meski demikian, perjalanan ke daerah tersebut cukup menjadi petualangan tersendiri karena kondisi jalan yang tidak mulus , dengan medan yang masih berupa tanah merah yang akan becek dan licin jika hujan,   juga terdapat jalan yang berkerikil dan  berbatu.

Desa ini berada di salah satu kawasan hidrologi gambut, yakni ekosistem gambut yang letaknya diantara dua sungai dan laut, dan atau rawa. Sehingga desa ini menjadi salah satu desa percontohan desa agroekologis, sebuah desa yang berdaya dalam pemberdayaan ekonomi dengan pemanfaatan lahan gambut secara berkelanjutan.

sebagaimana kita ketahui, gambut adalah jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah membusuk sehingga  mengandung bahan organik yang tinggi. Lahan ini sangat rentan terbakar, dan pencegahan kebakaran di lahan ini sangat penting, karena jika  sampai terbakar hanya Tuhan yang tahu, bayangkan setidaknya perlu 500 ton air yang disiramkan secara simultan hanya untuk memadamkan satu hektar lahan gambut yang terbakar. 

Bayangkan jika terjadi  di Sumsel yang memiliki ribuan hektar lahan gambut. Pun jika telah terbakar,menyebabkan lahan terbuka meski dilakukan intervensi dengan pembasahan dan penanaman kembali dengan tanaman yang adaptif pada lahan rawa tetap mebutuhkan waktu yang lama dalam perbaikannya.

Menjadi penting sekali masyarakat yang berada dan berinteraksi  di kawasan gambut untuk tetap berdaya secara ekonomi dengan pemanfaatan lahan gambut yang ada, sehingga menjadi penyadaran dalam diri mereka untuk menjaga ekosistem gambut.

Tentu ini membutuhkan bantuan semua pihak,termasukdari kita yang peduli dengan keberlajutan ekosistem gambut,mereka dapat berdaya secara ekonomi jika produkyang mereka hasilkan memiliki pasar.

Mau mencoba gulo puan, jika merasakan kenikmatan makanan para bangsawan Palembang bukan menjadi pilihan alasan, turut membantu saudara kita yang menjaga gambut tetap berdaya secara ekonomi dapat menjadi pertimbangan.

Oh ya, selain gulo puan ada juga varian lain yang lebih kering, namanya sagon puan. Sama enaknya hanya beda pada tekstur.

Bukankah  rasa manis dan gurih itu dapat memicu rasa bahagia bukan,jadi apa salahnya mencoba. 

Oh ya Selamat Hari Kebahagiaan sedunia, tetap bahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun