Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

[Resensi ]Marlina, "The Power of Mama Humba"

16 November 2017   23:50 Diperbarui: 17 November 2017   07:37 1731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hati-hati tulisan mengandung spoiler. Jika kuatir mengganggu kenikmatan menikmati film ini sebaiknya skip, akan banyak spoiler dalam review saya,dan memilih kata Humba, saya menghindari salah paham atau salah ketik  dengan Sumbawa.


Film ini termasuk film yang cukup lama saya nantikan,  sempat membaca artikel yang mengulasnya di akhir tahun lalu. Kemudian menghiasi beberapa media online mengenai pemutaran film ini di beberapa festival, tapi baru hari ini baru ditayangkan. Sayangnya, film ini jelas bukan genre favorit suami atau anak saya, bahkan teman-teman yang biasa saya ajak nonton bareng.  Jadi dengan terpaksa saya menonton sendirian, yang memang bukan kali pertama buat saya menonton film Indonesia sendirian, dengan penonton yang sepi, lumayan jadi saya serasa punya bioskop. 

Kekhawatiran akan turun layar lebih cepat,  menjadi salah satu pertimbangan saya untuk menonton ini di hari pertama. Apalagi film produksi Hollywood yang sebenarnya juga sudah saya tonton kemarin malam sedang berkibar dan antusias penonton yang tinggi. Ah.. buat apa memperbandingkan tingkat antusiasnya, dalam dua hari saya merasakan aura yang berbeda dengan melihat keterisian bangku penonton. Bayangkan  saja, 1 Row C , saya menjadi penguasanya  sendirian.   Sempat ada rasa keraguan saat duduk sendirian sepanjang 1 row, apakah saya akan menikmatinya,  karena membaca resensi singkat ini film thriller, tapi sebagai penggemar slasher ,tidak akan menjadi masalah kalau cuma adegan muncrat darah sedikit, saya sudah siapkan mental sejak awal.

Diawali dengan maklumat bahwa cerita ini adalah fiktif belaka, tetapi keindahan Sumba adalah nyata. Sebenarnya di benak saya terlintas ini maklumat "cuci tangan" jika ada kritik tersembunyi. Meski ekspektasi saya sangat tinggi, tetapi saya menurunkan antusias saya,  salah satu cara menghindari kekecewaan. 

Jadi, di benak saya,setidaknya lihat panorama savana di perbukitan Sumba serta laut lepas yang (sampai saat ini masih) diimpikan. More than enough.Film ini dibagi 4 babak, yang aku kurang paham soal pembagian 4 babak itu  yang menurutku justru membuat alurnya kurang smooth . 

Dimulai dengan kedatangan Markus ke rumah Marlina,janda cantik yang menanggung beban hidup, belum lama ia kehilangan putranya yang lahir prematur, suaminya pun meninggal, artinya rumah dan hewan ternaknya yang tidak seberapa itu menjadi kewajiban dia untuk mengurusnya.

Meski Markus menyampaikan maksud jahatnya ia masih ingin diperlakukan sebagai tamu, diagungkan selayaknya kebiasaan masyarakat Sumba. Ia meminta sirih dan pinang tanda penerimaan Marlina juga minta dimasakkan makan malam,dan kurang ajarnya minta pula ditemani tidur.

Penghinaan Markus itu terhadap janda agar jangan jual mahal pun dimulai dari celotehnya. Marlina, perempuan Sumba yang perkasa memiliki harga diri, tidak bersedia diperlakukan demikian. Dengan cerdik, ia memasukkan racun ke makanan para tamunya,dan matilah seketika 4 anak buah Markus (kurang dramatis sih, sebagai korban keracunan terlalu mudah, di benak saya korban keracunan setidaknya memuntahkan darah hebat), mungkin maksudnya ingin menampilkan silent killer terlihat dengan sunggingan senyum Marlina, ah..kurang "dapet" .  Markus kepala perampok itu memperkosa si Marlina, di kamar tidur Marlina,  pemerkosaan ini menjadi kesempatan bagi Marlina memenggal kepala Markus. Meski ada 2 perampok lain yang tidak sempat terbunuh karena membawa ternak Marlina.

Di luar dugaan saya, ternyata skenario film ini dibuat dalam satire, lelucon yang baik dalam balutan keseriusan menyampaikan kritik. Adegan lucu dimulai bagaimana Novi, teman Marlina yangtelah hamil  10 bulan hendak menyusul Umbu (setahuku semua laki-laki Sumba Timur dipanggil Umbu dan perempuan dipanggil Rambu) suaminya ke Kodi, meski seorang teman aku pernah memberitahu bahwa  Kodi terletak di SBD (Sumba Barat Daya), yang panggilannya bukan umbu lagi. Ya sudahlah, mungkin maksudnya Umbu (suami Novi) itu orang Sumba Timur yang kerja di Kodi, tetapi mengapa Novi tidak dipanggil Rambu ya. Dijawab nanti saja lah, atau mungkin ada kompasianer yang lebih paham akan membantu menjelaskan di komentar.

Miris sekali ketika Novi mengeluh bagaimana betapa letihnya dia mengandung anaknya selama 10 bulan, dan ketika ia tanya ke Marlina apakah tau rasanya, Marlina dengan ketus menjawab ia hanya hamil 7 bulan, jadi ia tidak mengerti. Dalam "bahasa" kaum perempuan, hal-hal yang menyinggung peranakan lebih pedih daripada menyinggung perasaan. Pengen mewek deh lihat ekspresi rasa bersalah si Novi. Puk-puk Novi, orang ekspresif memang begitu, selalu dianggap salah. Eh..kok jadi curcol ya, dan saya makin ingin menangis ketika Novi ternyata dituduh hamil sungsang, yang artinya ia suka selingkuh. Anehnya, kemirisan ini terasa lucu bagi penonton ketika dialognya dilontarkan oleh Novi.

Di padang Savana yang tersebut, masalah utama yang dihadapi adalah moda transportasi. Tidak ada bus nyaman, hanya mobil truk terbuka, itu pun ditumpangi bersama dengan hewan ternak. Marlina yang ditolak untuk naik mobil truk itu akhirnya membajaknya memaksa sang sopir mengantarnya ke kantor polisi, dan penumpang lain turun karna takut, tetapi Novi tetap memaksa ikut.

Di tengah jalan ada Mama dan Ian, yang juga memaksa ikut. Sang sopir sudah memaki-maki mama  agar tidak ikut, tetapi si Mama tetap memaksa dengan omelan panjang ala emak-emak, selesai sudah segala negosiasi kalau berdebatdengan emak-emak. Mama bisa ikut, alasannya ia harus hadir di acara pernikahan keponakannya, jangan sampai terlambat karena ia harus membawa 2 ekor kuda sebagai belis bagi sang calon pengantin, karena kalau dia tidak hadir artinya keluarga besarnya ingkar janji dari kesepakatan memberi belis 15 ekor kuda menjadi 13 ekor saja, bisa mati pengantin laki-laki dan panjang lagi omelannya.

Sebuah Ironi sekali adegan sederhana ini, dua perempuan tersiksa karena hubungan perkawinan mereka, sementara mama tersebut berjuang untuk menjadikan seorang perempuan masuk ke klan dia dengan membayar belis yang tinggi. Bayangkan 15 ekor kuda loh.

Seperti biasanya, mama-mama akan sangat peduli dengan perempuan hamil. Ia bertanya soal kehamilan Novi dan nasehatnya dengan dialek yang kental menjadi jokes segar, tonton saja sendiri, akan seru kalau nontonnya dengan rombongan emak-emak, dan hampir menyemburkan minum saya ketika Mama lancar sekali menceritakan bagaimana ia "memaksa" papa Ian untuk "main" dengan dia agar persalinannya lancar, sampai Papa Ian lemas, tetapi sebelum ayam berkokok Ian lahir, obrolan erotis ini menjadikan mereka sangat akrab, bahkan Novi dengan lancarnya ia curcol soal mertuanya. Serasa ditampar, memang kalo emak-emak ngobrol kelancaran suka buka rahasia sendiri ya, hayo hati-hati soal ini.

Singkat cerita, dua anak buah Markus yang belum terbunuh mengejar Marlina. Kehadiran mereka dibarengi dengan adegan yang  seolah mengingatkan persoalan perempuan,  sanitasi. Digambarkan Novi dan Marlina buang air di tengah padang, dan tanpa cebok, tapi anggapp saja ini risiko perjalanan jauh ya.

Marlina sempat melarikan diri dengan menunggang kuda, menunjukkan kegagahan perempuan Sumba. Menuju kantor polisi yang digambarkan dalam film ini ya....ya.....lihat sendiri aja deh. Bagian ini aku lewati saja.  

Mama, Ian dan Novi yang menjadi sandera, sang sopir mobil sudah mati. Ketika Umbu menelpon Novi,Frans (salah satu perampok) mengangkat telpon dengan jahat memfitnah Novi mengatakan ia laki-lakinya Novi. Ketika ada kesempatan Ian merampas kendaraan dan melarikan diri bersama Mama dan Novi,  meski Frans dengan motornya dapat menyusul Novi ke Kodi. Ia sengaja membiarkan Umbu yang marah-marah, menuduh Novi  berselingkuh dan meninggalkannya begitu saja setelah mendorong tubuh Novi hingga terjatuh ke tanah. 

Novi dan anaknya begitu kuat, terbanting seperti itu tidak mencederainya. Setelah Umbu meninggalkan Novi, Frans mendekati Novi dan kebetulan Marlina menelpon Novi, ia memaksa novi menjadi tawanannya, agar Marlina bersedia mengembalikan kepala Markus. Novi dan Frans kembali ke rumah Marlina, menunggu Marlina. Marlina datang membawa kepala Markus yang langsung diserahkan kepada Frans yang menyatukan kepala Markus dengan tubuhnya.

Meski dalam suasana mengerikan seperti itu, Frans tetap mengucapkan terima kasih saat Marlina menyerahkan kepala Markus.  Jadi perampok boleh, sikap santun harus tetap dijaga.

Ketika Marlina dan Novi hendak pergi, dan dengan cara yang santun pula ia pamit. Frans tidak mengizinkan, ia ingin perempuan hamil memasak untuknya dan sang pembunuh menemaninya. Ketika Novi memasak, Frans memperkosa Marlina dan sama dengan yang diucapkan Markus "kamu suka kan?", sebuah kalimat paling menyakitkan yang didengar oleh korban perkosaan. Novi mengambil parang dan membunuh Frans.

Selesai? belum, Novi mengalami pecah ketuban, dengan kondisi seadaan ya Marlina kembali menunjukkan ketangguhannya membantu Novi melahirkan. Pasca Novi melahirkan, mereka pergi meninggalkan tempat itu, dengan menggunakan motor trail milik Frans.Wow, Marlina serba bisa, bukan hanya jago menunggang kuuda, mengendari motor trail pun ia jago. Aku susah mengkritik, kan tidak diceritakan bagaimana latar belakang Marlina sebelum menikah.

Awalnya aku punya harapan Marlina didatangi perampok saat menenun, salah satu keahlian perempuan Sumba.Baiklah, ia terlalu repot mengurus ternaknya, susah untuk menenun, atau mungkin kekesalannya ia membuang kepala Markus ke laguna Weekuri, ahay...itu sih aku yang maksa ingin lihat panoramanya.

Kondisi alam yang berat memang memaksa perempuan harus menjadi tangguh, juga tekanan sosial menempanya menjadi lebih kuat. Tetapi menjadi sangat perkasa seperti Marlina? it's too perfect,bahkan cenderung lebih ke arah super hero,  meski tokoh utama adalah Marlina,aku jatuh cinta dengan Novi. Akting Dea Idol sangat baik di sini, bahkan lirikan dia saat menceritakan bagaimana libido perempuan hamil muda, bagiku delivery-nya sangat baik.

Sangat puas menonton film ini,sebuah karya anak bangsa yang wajar saja mendapat penghargaan di beberapa festival film. Jika pun tidak terlalu menyimak alur ceritanya yang bisa dikatakan lamban, setidaknya mata kita dimanjakan dengan salah satu kekayaan panorama Indonesia. Film ini asyik buat ditonton, terutama bagi emak-emak, bahwa "penderitaan" kita  sebagai kaum perempuan itu bukan hanya kita yang mengalami. Banyak diluar sana yang tidak seberuntung kita.

Soal kritikan film ini bias gender, kok semua laki-laki jahat, ada Ian kok,anak laki-laki yang begitu sayang dengan mamanya dan mampu bersikap heroik.

Selain panorama Sumba yang yang indah, juga banyak motif tenun Sumba yang sempat diperlihatkan dalam film ini, termasuk kain yang dipakai oleh suami Marlina yang menjadi "mumi" di sudut rumah. Aku kurang paham soal ini apakah memang di Sumba ada mumifikasi juga. Selain itu sempat terdengar Markus memainkan alat musik unik, sederhana "Dungga" sambil bersenandung, bahkan ketika "tubuh" yang tak berkepala Markus mengikuti Marlina, ia membawanya kemana-mana, bunyi petikan khas alat terdengar terlebih dahulu. Seharusnya memberi suasana magis, tetapi saya sudah keburu terbuai dengan satirenya, jadi kirang terasa. Juga ada beberapa senandung yang dinyanyikan dengan bahasa asli, tetapi sayangnya tidak ada sub tittle yang memberi tahu arti lagu yang dinyanyikan, termasuk sub tittle bahasa Inggris yang sejak awal menempel itu film ini


Oh ya, bagi yang sudah sangat kesengsem dengan indahnya Sumba, dan ingin segera kesana. Di awal Desember (1-3 desember) ada long weekend, tepat di tanggal tersebut juga ada agenda menarik di sana, Festival WaiHumba VI, Tema yang diusung tetap Nda Humba Li La Mohu Akamma (Bukan Humba yang Menuju Kemusnahan), lokasi di Kampung Tabera, Desa Doka Kaka, Kecamatan Loli, Kabupaten Sumba Barat. Ada apa saja? Yok cari tahu bersama. Setidaknya, jika ada hal-halyang buat penasaran mengenai film Marlina,ada banyak narasumber "berhamburan" di festival itu untuk ditanya-tanya menjawab soal Humba   ( ha ha..kok saya sok tahu).

Setelah sibuk browsing,  Sumba (Humba) sebuah pulau di Selatan Nusantara ini memang layak menjadi destinasi wisata wonderful Indonesia. Hiks, semoga dapat pula menjadi saksi nyale dan pasola di bulan Februari tahun 2018.Semoga.

Oh ya, mohon maaf jika ada pemahaman saya yang kurang baik soal Humba, akan sangat senang sekali jika ada yang membantu meluruskannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun