Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

[Resensi ]Marlina, "The Power of Mama Humba"

16 November 2017   23:50 Diperbarui: 17 November 2017   07:37 1731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awalnya aku punya harapan Marlina didatangi perampok saat menenun, salah satu keahlian perempuan Sumba.Baiklah, ia terlalu repot mengurus ternaknya, susah untuk menenun, atau mungkin kekesalannya ia membuang kepala Markus ke laguna Weekuri, ahay...itu sih aku yang maksa ingin lihat panoramanya.

Kondisi alam yang berat memang memaksa perempuan harus menjadi tangguh, juga tekanan sosial menempanya menjadi lebih kuat. Tetapi menjadi sangat perkasa seperti Marlina? it's too perfect,bahkan cenderung lebih ke arah super hero,  meski tokoh utama adalah Marlina,aku jatuh cinta dengan Novi. Akting Dea Idol sangat baik di sini, bahkan lirikan dia saat menceritakan bagaimana libido perempuan hamil muda, bagiku delivery-nya sangat baik.

Sangat puas menonton film ini,sebuah karya anak bangsa yang wajar saja mendapat penghargaan di beberapa festival film. Jika pun tidak terlalu menyimak alur ceritanya yang bisa dikatakan lamban, setidaknya mata kita dimanjakan dengan salah satu kekayaan panorama Indonesia. Film ini asyik buat ditonton, terutama bagi emak-emak, bahwa "penderitaan" kita  sebagai kaum perempuan itu bukan hanya kita yang mengalami. Banyak diluar sana yang tidak seberuntung kita.

Soal kritikan film ini bias gender, kok semua laki-laki jahat, ada Ian kok,anak laki-laki yang begitu sayang dengan mamanya dan mampu bersikap heroik.

Selain panorama Sumba yang yang indah, juga banyak motif tenun Sumba yang sempat diperlihatkan dalam film ini, termasuk kain yang dipakai oleh suami Marlina yang menjadi "mumi" di sudut rumah. Aku kurang paham soal ini apakah memang di Sumba ada mumifikasi juga. Selain itu sempat terdengar Markus memainkan alat musik unik, sederhana "Dungga" sambil bersenandung, bahkan ketika "tubuh" yang tak berkepala Markus mengikuti Marlina, ia membawanya kemana-mana, bunyi petikan khas alat terdengar terlebih dahulu. Seharusnya memberi suasana magis, tetapi saya sudah keburu terbuai dengan satirenya, jadi kirang terasa. Juga ada beberapa senandung yang dinyanyikan dengan bahasa asli, tetapi sayangnya tidak ada sub tittle yang memberi tahu arti lagu yang dinyanyikan, termasuk sub tittle bahasa Inggris yang sejak awal menempel itu film ini


Oh ya, bagi yang sudah sangat kesengsem dengan indahnya Sumba, dan ingin segera kesana. Di awal Desember (1-3 desember) ada long weekend, tepat di tanggal tersebut juga ada agenda menarik di sana, Festival WaiHumba VI, Tema yang diusung tetap Nda Humba Li La Mohu Akamma (Bukan Humba yang Menuju Kemusnahan), lokasi di Kampung Tabera, Desa Doka Kaka, Kecamatan Loli, Kabupaten Sumba Barat. Ada apa saja? Yok cari tahu bersama. Setidaknya, jika ada hal-halyang buat penasaran mengenai film Marlina,ada banyak narasumber "berhamburan" di festival itu untuk ditanya-tanya menjawab soal Humba   ( ha ha..kok saya sok tahu).

Setelah sibuk browsing,  Sumba (Humba) sebuah pulau di Selatan Nusantara ini memang layak menjadi destinasi wisata wonderful Indonesia. Hiks, semoga dapat pula menjadi saksi nyale dan pasola di bulan Februari tahun 2018.Semoga.

Oh ya, mohon maaf jika ada pemahaman saya yang kurang baik soal Humba, akan sangat senang sekali jika ada yang membantu meluruskannya.

kompal-5a0dc0429346085c7a0f3992.jpg
kompal-5a0dc0429346085c7a0f3992.jpg

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun