“Mak” Abimana menegur Ibunya, bersujud dan memeluknya. “ Udah, nggak usah lama-lama meluknya. Masih bau asem” ucap Mak Ijah berseloroh. “Mommy” ucap Paula sambil memeluk mertuanya itu erat-erat.
“Mana Jum?” tanya Abimana. “ diliburkan, dari 2 minggu lalu” sahut Mak Ijah kalem. “ What? Nggak bener ini si Ijah” gerutu Abimana langsung memencet hapenya, dan terdengar nada sibuk di hapenya.
“Bi, Emak yang meliburkan, dia juga mau lebaranan sama keluarganya toh, kenapa repot?” ucap Mak Ijah.
“Apa ini Nyai?” tanya Pascal sambil memencet-mencet potongan kue di piring. “ Ini 8 jam, ini maksubah, ini engkak, dan ini lapis legit” ucap Mak Ijah menjelaskan.
“ Nggak mau, nggak enak, nggak ada cheese or chocolate” sahut Pascal. “ Iya, Anin lebih suka blackforest, rainbowcake with much frosting, redvelvet. Kuenya Nyai is too sweet” sambung Anindya.
“ Ah..gampang itu, kalian sudah mampir ke toko pastry yang di arah bandara bukan, dan kalian pasti sudah membawanya” sahut Mak Ijah, dan memang benar. Karena itu sudah kebiasaaan menantunya setiap pulang ke Palembang.
“Itu pesan dimana Mak?” sahut Abimana sambil menyomot sepotong engkak ketan kesukaannya. “ bikin sendiri dong” sahut Mak Ija berbinar. “Enak kan? Karena dibuat dengan penuh cinta” sahut Mak Ijah. “Kenapa nggak sekalian buat lapis kojo dan dodol duren” sahut Abimana bersungut.
“Ah..yang itu tidak sempat” sahut Mak Ijah terkekeh, ia tahu bahwa Abimana kesal mengapa Ibunya sampai berletih-letih menyiapkan kue –kue ini “ Nanti Paula diajarin deh, pake oven tanah liat” sambungnya terkekeh-kekeh.
“ Mak, mengapa harus repot, aku tahu Emak membuatnya dengan cara paling tradisional yang kita paham, buat apa Mak”
“Seperti Emak katakan padamu berulang-ulang, terkadang tidak semua hal dapat dijelaskan dan dipahami dengan kata-kata bukan?”.