Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru - Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dari Blora ke Hati: Surat Cinta untuk Pramoedya

2 Februari 2025   14:24 Diperbarui: 2 Februari 2025   14:45 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Mengenang seabad Pramoedya Ananta Toer (Sumber: Freepik)

Dari Blora ke Hati: Surat Cinta untuk Pramoedya

Oleh Karnita

"Dalam hidup kita, cuma satu yang kita punya, yaitu keberanian. Kalau tidak punya itu, lantas apa harga hidup kita ini?" – Pramoedya Ananta Toer

Pramoedya yang terhormat,
Seratus tahun yang lalu, dunia ini dipenuhi oleh kehadiranmu yang membawa angin perubahan, meski kini jasadmu telah tiada, kata-kata yang kau tinggalkan terus berkelana, menyentuh jiwa-jiwa yang masih mencari makna dalam kehidupan ini. Aku menulis surat ini, bukan hanya untuk mengenang, tetapi untuk merayakan kehidupanmu yang abadi dalam setiap huruf yang tertulis. Sebuah perasaan yang tak terucapkan, sebuah kerinduan yang tak terhingga, menyelimuti setiap kata ini, seakan aku ingin meraih kembali sebuah api yang pernah menyala begitu terang, namun kini hanya bisa kurasakan melalui bayangan.

Pramoedya, setiap kali aku membuka halaman Cerita dari Blora, aku merasa seperti aku sedang berjalan dalam jejak-jejakmu. Setiap cerpen yang kau tulis bukan hanya sebuah cerita, tetapi sebuah perjalanan jiwa yang mengajakku untuk menyelami kedalaman perasaan, sejarah, dan kemanusiaan yang penuh dengan warna. Blora, tanah yang begitu kau cintai, tidak hanya menjadi latar belakang bagi kisah-kisahmu, tetapi menjadi napas yang menghidupi setiap kalimat. Aku merasa seolah tanah kelahiranmu itu berbicara padaku, setiap batu, setiap angin, setiap desiran kehidupan yang terwujud dalam tulisanmu. Seperti aku bisa mendengar suaramu, Pramoedya, berbicara langsung kepadaku, tanpa jarak, tanpa batas, hanya ada kehadiranmu yang nyata di setiap kata.

Gambar: Mengenang seabad Pramoedya Ananta Toer (Sumber: Freepik)
Gambar: Mengenang seabad Pramoedya Ananta Toer (Sumber: Freepik)

Pada cerpen Yang Sudah Hilang, aku seolah dipaksa untuk menatap kehilangan bukan hanya dalam bentuk yang terlihat, tetapi dalam hal-hal yang tak tampak, yang tersembunyi dalam relung hati. Kau menuliskan kehilangan sebagai sesuatu yang tak terucapkan, yang mungkin hanya bisa dirasakan, dipendam dalam kesunyian. Setiap kalimat adalah suara dari kedalaman hati yang mengatakan bahwa kehilangan adalah bagian dari kita—bukan hanya kehilangan orang yang kita cintai, tetapi juga bagian dari diri kita yang hilang seiring waktu, kenangan yang terhapus, mimpi yang terpendam. Aku merasa begitu dekat dengan setiap kata yang kau tulis, seperti menemukan bagian dari diriku yang hilang begitu lama, yang akhirnya terungkap lewat cerpenmu.

Kemudian, Yang Menyewakan Diri datang sebagai seruan yang menggema dalam batin. Aku teringat pada banyak kali dalam hidupku, saat dunia memaksaku memilih antara apa yang benar dan apa yang harus kulakukan untuk bertahan. Dalam setiap pergulatan itu, aku menemukan prinsip-prinsip yang terkoyak, harga diri yang terinjak. Kau mengajarkan aku melalui cerita itu bahwa meskipun hidup sering kali memaksa kita untuk berkompromi, ada sesuatu yang lebih penting dari sekadar bertahan: harga diri dan kemanusiaan yang harus tetap dijaga, meski dunia menuntut pengorbanan.

Dan di tengah cerita tentang Inem, aku melihat wajah perempuan-perempuan yang terperangkap dalam keheningan dunia. Perempuan muda itu, yang hidupnya dibelenggu oleh tradisi, membawaku pada renungan panjang tentang ketidakadilan yang mereka alami. Dengan setiap langkah Inem, aku merasakan betapa seringnya impian-impian perempuan dibungkam oleh suara-suara keras dari luar. Seperti kau ajarkan, Pramoedya, melalui cerpen ini, bahwa kebebasan adalah hak yang tak seharusnya dipertanyakan. Kebebasan untuk memilih, untuk mengejar cita-cita, dan untuk hidup dengan kebanggaan atas pilihan-pilihannya sendiri.

Pramoedya yang kukagumi,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun