Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru - Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Seutas Cinta Abadi: Kisah The Special One dan King Drogba

14 Januari 2025   21:40 Diperbarui: 14 Januari 2025   21:40 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seutas Cinta Abadi: Kisah The Special One dan King Drogba

Oleh Karnita

"Didier Drogba mulai datang ke dalam kehidupanku di pertandingan Liga Champions Eropa yang digelar di Stade Velodrome. Dia melakukan selebrasi layaknya itu adalah gol terakhir yang ia cetak. Riuh penonton terdengar sangat luar biasa," ujar Mourinho.

Ya, Didier Drogba, yang sering disebut King Drogba oleh para fans Chelsea. Sang legenda   memang telah menutup tirai karier sepak bolanya pada akhir 2018, tepat di usia 40 tahun.  Ia meninggalkan warisan yang tak terlupakan di dunia sepak bola. Sebagai penyerang, Drogba dikenal karena kegigihannya di lapangan, selalu siap menjadi ancaman bagi pertahanan lawan. Meski ia sempat berpindah-pindah klub, namanya selalu terikat erat dengan Chelsea, tempat di mana ia menjelma menjadi legenda. Namun, ada satu kisah yang membuat perjalanan Drogba lebih emosional dan mendalam, yakni kisah persahabatannya dengan Jose Mourinho, pelatih yang tak hanya menempa kariernya, tetapi juga menjadi bagian penting dalam hidupnya.

Kisah antara Drogba dan Chelsea mungkin tak akan lengkap tanpa peran besar Mourinho, yang lebih dari sekadar pelatih bagi pemain asal Pantai Gading itu. Ketika Drogba bergabung dengan Chelsea, ia sudah berjanji untuk memberikan yang terbaik bagi tim, namun tak banyak yang tahu bahwa di balik perjalanan kariernya yang gemilang, ada cerita tentang bagaimana Mourinho menjadi sosok yang mengubah hidupnya. Kisah ini dimulai jauh sebelum mereka bekerja bersama di Stamford Bridge, pada masa ketika Mourinho masih melatih FC Porto dan Drogba tampil gemilang di Marseille.

Perkenalan pertama antara Mourinho dan Drogba terjadi pada pertandingan Liga Champions 2003/04, saat Porto bertandang ke Marseille. Di laga itu, Drogba mencetak gol yang membuat Mourinho terkesan. Meski kalah dalam pertandingan tersebut, satu hal yang paling diingat oleh Mourinho bukanlah skor akhir, melainkan aksi luar biasa Drogba di lapangan. "Dia melakukan selebrasi seolah itu adalah gol terakhir yang ia cetak," kenang Mourinho, mengungkapkan kesan pertamanya terhadap sang penyerang.

Mourinho yang saat itu masih melatih Porto terpesona dengan potensi Drogba, meskipun kesempatannya untuk mendatangkan sang pemain terbatas oleh keterbatasan dana. Namun, setelah Porto meraih gelar Liga Champions, Mourinho mendapatkan kesempatan untuk melatih Chelsea yang saat itu baru saja dibeli oleh Roman Abramovich, seorang miliarder asal Rusia. Dengan dana yang jauh lebih besar, Mourinho langsung mengarahkan mata kepada Drogba, meskipun sang pemilik klub sempat terkejut mendengar nama Drogba, yang pada waktu itu belum begitu terkenal di kalangan penggemar sepak bola Eropa.

"Bayar saja dan tak usah banyak bicara," jawab Mourinho tegas kepada Abramovich saat sang pemilik klub meragukan keputusan tersebut. Akhirnya, Chelsea mengeluarkan dana besar untuk mendatangkan Drogba ke London, memulai perjalanan mereka bersama yang penuh tantangan dan kejayaan. Bagi Drogba, kepercayaan Mourinho adalah sesuatu yang sangat berharga, dan ia berjanji akan berjuang untuk sang pelatih. "Aku akan berjuang untukmu, dan pastikan kamu tidak akan menyesalinya," kata Drogba dengan keyakinan.

Namun, perjalanan itu tidak selalu mulus. Drogba sempat merasa tidak nyaman dengan peran barunya di Chelsea, terutama di awal kedatangannya. Dia merindukan kenyamanan yang ia rasakan di Marseille, tempat di mana ia menjadi raja dan pusat perhatian. Tapi Mourinho dengan bijak menasehati Drogba, mengatakan bahwa di Chelsea, ada banyak raja yang lebih besar dari dirinya, dan di situlah ia harus membuktikan kualitasnya. "Disini ada 22 raja. Pergi bermain bersama mereka, atau tinggalkan tempat ini dan jangan pernah kembali," kata Mourinho, yang membuat Drogba memilih untuk tetap bertahan dan menunjukkan kemampuan terbaiknya.

Tantangan tersebut membawa Drogba ke level yang lebih tinggi. Dengan bimbingan Mourinho, ia berhasil menjelma menjadi salah satu penyerang terbaik dunia. Bersama Mourinho, Drogba mengubah wajah Chelsea, memenangkan tiga gelar Premier League, satu FA Cup, dan berbagai trofi domestik lainnya. Namun, yang lebih penting, ia belajar bahwa untuk menjadi yang terbaik, ia harus berkembang di antara pemain-pemain hebat lainnya, bukan hanya menjadi bintang satu-satunya. Persahabatan mereka pun semakin kuat, seiring dengan pencapaian bersama yang semakin gemilang.

Puncaknya terjadi di final Liga Champions 2012, saat Drogba menjadi pahlawan bagi Chelsea dalam pertandingan yang penuh emosi melawan Bayern Munich. Dengan gol penyeimbang di menit-menit terakhir, ia membawa Chelsea meraih trofi Liga Champions pertama mereka. Itu adalah momen emosional, tak hanya bagi Drogba, tetapi juga bagi Mourinho, yang meski telah pergi dari Chelsea, merasa bangga atas pencapaian tersebut. Drogba mencetak gol yang akan dikenang sepanjang masa, dan Mourinho tetap menjadi sosok yang tidak tergantikan dalam kariernya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun