Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru - Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Quo Vadis Kurikulum Merdeka di Era Menteri Baru?

11 Januari 2025   17:47 Diperbarui: 11 Januari 2025   17:47 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu hal yang perlu disadari adalah bahwa pendidikan bukanlah tentang mengejar angka atau mengejar waktu yang terbatas, tetapi tentang bagaimana membentuk karakter anak bangsa yang tidak hanya pandai, tetapi juga memiliki moral dan rasa tanggung jawab terhadap negeri ini. Sebuah tugas yang sangat berat, dan tidak bisa dilakukan hanya dengan mengganti kurikulum secara sesaat. "Verba volant, scripta manent," kata orang bijak—kata-kata bisa hilang, tetapi tulisan tetap ada. Begitu pula dengan kebijakan pendidikan: apakah kita akan mampu menulis sejarah yang baik untuk bangsa ini dengan kebijakan yang tidak bertahan lama?

Kurikulum Merdeka menawarkan sebuah harapan baru, tetapi seperti juga yang kita ketahui, harapan yang besar harus diimbangi dengan usaha yang sungguh-sungguh. Jika tidak, kurikulum ini hanya akan menjadi label kosong yang tak berarti apa-apa. Mengubah kurikulum adalah langkah yang berani, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana kita mengubah pola pikir kita dalam mendidik generasi bangsa. "Non scholae, sed vitae discimus,"—kita belajar bukan untuk sekolah, tetapi untuk hidup. Jika kita benar-benar ingin merdeka, kita harus mampu melepaskan diri dari belenggu sistem yang sudah ketinggalan zaman dan mengisi kebebasan itu dengan pendidikan yang bermakna.

Ketika kita berbicara tentang pendidikan, kita tidak bisa terjebak dalam istilah-istilah kosong yang hanya membingungkan semua orang. Kurikulum Merdeka harus berarti lebih dari sekadar perubahan administratif. Ia harus menciptakan ruang bagi setiap anak bangsa untuk berkembang sesuai dengan potensinya, untuk merdeka dari ketertinggalan, dan untuk menjadi pribadi yang tidak hanya pintar tetapi juga bijaksana. Jika itu yang terjadi, maka kita boleh percaya bahwa kurikulum ini bukan sekadar kata, tetapi sebuah komitmen nyata untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Wallahu a’lam.

Penulis adalah guru di SMA Negeri 13 Bandung 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun