Investigasi mengejutkan yang membuat warga Toba dan dunia terperangah lalu merasa terzalimi ketika di lokasi KJA milik Aquafarm ditemukan palang bertuliskan, “Yang tidak berkepentingan di larang masuk, 551 KUHP,” Desa Sirungkungon, Kecamatan Ajibata, Tobasa. Aqua Farm merasa sudah memiliki Danau ini, lalu dengan seenaknya terus-menerus mentaburkan zat kimia berbahaya ke air suci ini.
Masyarakat Kawasan Danau Toba lalu keheranan dan tak henti-hentinya bertanya, “Sejak kapan air Danau Toba (DT) dijual kepada asing?” Pertanyaan ini hanya seolah angin lalu, kemudian kabur, sebab hingga kini operasional Aquafarm di DT terus mengganas. Berjalan mulus tampa hambatan.
Pemerintah beserta para elite tak berhenti pula berkoar-koar menyatakan peduli Danau Toba, tapi itu hanya omongan belaka, sebab yang memberikan izin operasional, izin prinsip, izin usaha dan izin lokasi pencemaran DT oleh Aquafarm adalah Pemerintah Pusat, Provinsi dan Pemda Setempat.
Pemodal asing, Pemerintah dan komprador-komprador lokalnya bersatu membentuk kekuatan: modal dan kekuasaan, melawan kesucian air DT dengan leluasa. Bila ada pihak-pihak yang mencoba berani menentangnya, itu dengan enteng dikibasnya.
Kini air Danau Toba yang dulu sebagai sumber air minum segala mahluk itu berhasil dicemari pakan ikan Keramba Jaring Apung (KJA) Aquafarm, tak layak bahkan hanya untuk sekedar direnangi, berubah jadi berbahaya bagi kesehatan setiap mahluk hidup.
Diperkirakan 200 ton pakan ikan setiap harinya masuk ke air DT, atau sekitar 73.000 ton pertahun, (Analisa, 13/3/2012), sedang data Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumut yang bersumber dari PT. Aquafarm, 2009 lebih sedikit yaitu 123,3 ton per hari atau 45.006 per tahun. Berdasarkan literature (Podemski et al, 2006) rata-rata sisa pakan yang terbuang ke danau sebesar 30-40 %, atau 80 ton per hari, 29.200 ton per tahun.
Dengan demikian bertentangan dengan klaim manajemen PT. Aquafarm selama ini bahwa 100% pakan ikan Aquafarm habis dimakan ikan. Logika umum saja, apa mungkin mereka bisa menyelam memelototi 24 jam dalam danau, pakan dimakan atau tidak?
Maka selain pencemaran, pendangkalan permukaan air Danau Toba pun pasti terjadi. KJA Aquafarm yang selalu bisa digeser-geser kapan saja adalah strategi mengelabui publik supaya limbah Aquafarm di lokasi KJA tak bertumpuk berlebihan. Beberapa waktu yang lalu plastik-plastik sisa pembungkus pakan ikan Aquafarm juga ditemukan bertebaran di lokasi KJA Aquafarm, Tobasa.
Sudah menjadi rahasia umum, eksistensi Aquafarm di Danau Toba turut dibekingi orang-orang “kuat” di Pusat. Itu makanya, bila setiap kali Pemda-pemda di Kawasan Danau Toba ditanya tentang ijin operasional Aquafarm, jawabannya selalu pasti, “izinnya dari pusat, kami tak punya wewenang.”
Padahal izin lokasi jelas dari Pemda setempat. Lagi pula dalam era otonomi daerah, Pemda-pemda sebenarnya berhak memproteksi daerahnya dari aktivitas korporasi yang merusak alam tampa harus menunggu-nunggu dari pusat. Tapi jurus ini melumpuh, mungkin karena Pemda turut menerima upeti siluman dari manajemen Aquafarm.
Dalam situs www.medansatu.com (24/5/10) juga disebutkan bahwa Gubsu secara prinsip menyetujui operasional PT Aqua Farm Nusantara, terlihat dari Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (DPPL) yang ditandatangani Gubsu dan ditembuskan ke 7 kabupaten, Kawasan Danau Toba. Jadi sudah jelas, siapa saja sebenarnya yang mencemari Danau Toba.
Toba Menggugat
Atas nama hidup dan kehidupan manusia, alam dan segala mahluk hidup dalam rantai ekosistem Kawasan Danau Toba, warga Toba khususnya dengan bulat menggugat Aquafarm milik Swiss di DT, supaya dicabut izinnya dan mengembalikan kesucian air Toba yang jernih dan layak minum.
Filosofi Batak “Aek do Hangoluan” (Air adalah Kehidupan) harus dikembalikan. DT bukan untuk Aquafarm bukan pula untuk usaha perikanan. Warga Toba sudah sangat cemas, DT jadi dijauhi karena kian tercemar. Pun masyarakat Toba hidup miskin, sementara asing terus melenggang menikmati keuntungan bermilyar-milyar mengeksploitasi DT.
Aquafarm telah menjadikan air DT tidak sehat dan berbahaya bagi kesehatan, merusak keindahan, pemandangan serta mematikan potensi wisata DT yang diunggulkan di dunia internasional, bertentangan dengan ditetapkannya DT sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang beresensi sebagai warisan dunia.
Aquafarm telah merusak citra Toba di dunia internasional. Ikan yang dipelihara Aquafarm hanya untuk memenuhi ikan sehat di Amerika dan Eropa, sebab ikan Aquafarm semuanya di ekspor ke luar negeri. Sementara kepala ikan dan tulang belulangnya dipasarkan dalam negeri, Kecamatan Perbaungan, Serdang Bedagai, Sumut.
Aquafarm adalah salah satu bentuk campur tangan kapitalisme global di DT yang dilegitimasi negara. WWF (World Wildlife Foundation) internasional yang sebenarnya tak lagi legitimate di dunia internasional pernah diperalat Aquafarm melegitimasi budidaya ikan nilanya memenuhi standar ISRTA (International Standards for Responsible Tilapia Aquaculture) dan Sertifikat Global GAP, Analisa (13/3/2012).
Masyarakat Kawasan DT yang kini sudah semakin mengetahui adanya pengembangan masa depan DT, tak perlu harus marah. Penguasa di negeri ini haruslah bijaksana dan mengerjakan tugas yang seharusnya, abdi rakyat bukan abdi pemodal.
Nenek moyang orang Batak dilahirkan, dibesarkan di Kawasan Danau Toba. Jauh sebelum peradaban manusia dimulai Toba telah menggetarkan bumi, letusan Gunung Toba 74.000 tahun lalu, hampir menamatkan mahluk hidup dunia. Danau Toba sebagai hasil letusan Gunung Toba adalah anugerah terbesar bagi dunia yang kebetulan ada di Sumut, Indonesia. Tak hanya Presiden, dunia pun kagum padanya. Lalu, Aquafarm siapa?
Hidupkan Kearifan Lokal
Air bagi kepercayaan apapun adalah lambang kesucian. Bagi orang Batak misalnya, istilah “Pangurason” (Pembabtisan) dilakukan di dalam air. Itu makanya, orang-orang tua dulu selalu berpesan untuk berpantang meludah, membuang sampah sembarang tempat ke DT. Sebab danau itu adalah suci. Siapa saja yang merusaknya alam akan membalasnya. Kita bayangkan Aquafarm betapa berdosanya ke DT.
Aquafarm ibarat anak baru lahir semalam lalu dengan entengnya menjadikan Toba hak milik pribadi. Dibanding Toba yang telah mengubah peradaban dunia, Aquafarm tak ada apa-apanya. DT bukan milik Aquafarm.
Pencemaran DT adalah sebuah tragedi yang nyaris melumpuhkan kehidupan di dalamnya. Membangun habitus baru yang tak menyakiti alam adalah cara tepat mengembalikan relasi manusia dengan alam.
Akhirnya, pertanyaan judul diatas kini sudah jelas. Tidak ada hak Aquafarm cemari DT. Air suci Toba harus dikembalikan. Sejarah akan berulang. Kejayaan dan peradaban Toba yang mendunia akan kembali.***
Oleh : Karmel Simatupang
Penulis Bergiat di Komunitas Earth Society for Danau Toba (ES) dan KDAS, Medan.
Sumber: analisadaily.com
Terbit, 15 JUNI 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H