Saat ketiga orang yang ditugaskan mengawasi Boy Gatot di Sasana Garuda Tanah Tinggi terbangun 15 menit berselang sesudah Boy Gatot meninggalkan sasana, diantara salah satunya mengintip kamar Boy Gatot alangkah terkejutnya ternyata Boy Gatot sudah tidak ada ditempat. Ia segera memberitahukan kedua temannya.
Orang pertama :" Wah kita terkecoh selama tertidur beberapa saat tidak disangka Boy Gatot sudah tidak berada ditempat, apa yang harus kita lakukan, pasti boss Om Eddy memarahi kita,"
Orang Kedua :" Ya sudah resiko kita, sebaiknya kita membangunkan Om Eddy, menunggu perintah selanjutnya, mungkin belum seberapa jauh."
Tidak berapa lama Om Eddy dibangunkan, betapa marahnya kepada mereka bertiga, tetapi apa mau dikata semua sudah terlajur, Om Eddy segera memeriksa kamar Boy Gatot, ternyata didapati pakaian olah raga, sepatu untuk lari pagi, celana training masih ada semua sehingga menimbulkan keraguan, apa yang diperbuat oleh Boy, apa sekedar olah raga berlari pagi kemudian segera kembali seperti biasanya.Â
Om Eddy bingung dibuatnya, tidak tahu harus berbuat apa. Segera ia meraih smartphone butut yang juga biasa tidak dibawa bila berolah raga lari pagi, segera dibacanya. Ketika melihat pesan pendek di layar smartphone "Mobil sudah siap berangkat ke Surabaya pukul 5.00 tepat. Jangan Gagal" tanpa berpikir panjang lagi bagaimana Boy Gatot memperoleh kartu SIM, Om Eddy segera menilpun kakaknya.
Om Eddy :" Hallo. Kak Sumargono, Boy Gatot melarikan diri ke Surabaya pagi ini, aku membaca pesan pendek dari seseorang di smartphone bututnya."
Taat Sumargono :" Tepat dugaanku semula. Jadi masih ingat secarik kertas yang diberikan saat wawancara TV? Aku curiga pasti ada apa apanya, pasti ada mickro SIM didalam kertas, sengaja Boy meremas remas untuk mengelabui kita, mikro SIM tidak akan rusak diremas. Kamu kurang hati hati. Sekarang semua sudah terlanjur, sementara kakak tidak tahu dimana mereka berada terpencar. Sekarang sudah aku perintahkan mengejar mobil dari tempat parkir rupanya benar menuju Surabaya, sekarang sudah berada di jalan tol mengarah ke Surabaya melewati Tol Tanjung Priok -- Jakarta -- Cikampek. Hanya empat orang mengikuti mobil itu."
Om Eddy :" Ada yang mengarah ke rumah Dinda penyiar TV Swasta itu?"
Taat Sumargono :" Ada hanya bertiga, rasanya tidak ada hubungannya dengan Dinda, menurut keterangan saat itu mereka hanya sesaat tinggal disana. Menuju rumah Dinda terlalu spekulatif."
Taat Sumargono memperhatikan bagaimana mobil di bawah komandonya mengejar mobil sedan yang berlari kencang mengarah ke Surabaya, karena hari masih pagi kecepatan mereka diatas 130 Km per jam sambil meliuk liuk mendahului truk atau bus yang mengarah ke Cikampek.Â
Mobil yang mengarah ke Surabaya merasa diikuti oleh mobil yang dikira polisi, maka semakin cepat memacu kendaraannya. Sebaliknya mobil di bawah komando Taat Sumargono yang bertugas untuk menyandera salah satu dari penumpang semakin juga cepat mengejarnya takut kalau buruannya menghilang. Tentu saja melihat hal demikian Taat Sumargono semakin tegang, jantung berdetak lebih cepat dari pada biasanya, kakinya bergerak gerak seperti orang menginjak rem dan gas layaknya ia yang memegang stir.
Sementara tiga orang yang ditugaskan menyergap sebagian orang yang tinggal di rumah Dinda sudah sampai di Kawasan Pondok Indah, mencari rumah seperti yang disebutkan alamatnya oleh Om Eddy, pelan pelan ketemu, hatinya semakin ragu karena ternyata alamat rumah itu adalah Kantor Polisi Resort, segera mereka menghubungi Taat Sumargono :" Om ini alamat yang tertera bukan alamat rumah Dinda tetapi alamat Kantor polisi Resort, apa yang harus kami lakukan?"
Taat Sumargono :" Kurang ajar mereka bisa mengecoh kita. Tunggu berhenti saja di sana aku akan mencari alamat yang benar."
Sementara Taat Sumargono mencari alamat pada buku kuning yang sudah jarang ada, ada tilpun masuk dari mobil yang mengejar ke arah Surabaya:" Om ini mobil sudah terkejar." Belum sempat mereka bicara selesai sudah diputus oleh teriakan lawan bicaranya.
Taat Sumargono :" Tangkap salah satu sandera dan lumpuhkan lainnya."