Mohon tunggu...
Karmani Soekarto
Karmani Soekarto Mohon Tunggu... Novelis - Data Pribadi

1. Universitas Brawijaya, Malang 2. School of Mnt Labora, Jakarta 3. VICO INDONESIA 1978~2001 4. Semberani Persada Oil 2005~2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Siapa Penantang Ahok?

10 Maret 2016   10:38 Diperbarui: 10 Maret 2016   11:05 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Semua pasti memperkirakan siapa yang cocok diajukan oleh parpol dalam Pilgub DKI 2017 atau siapa calon Independen yang berani maju.

Orang pasti menebak yang sekelas dan saat ini berprestasi sebanding dengan Ahok yang anti korupsi, anti KKN dan anti nepotisme adalah Risma dan Ridwan Kamil atau akrabnya dipanggil Emil.

Risma jauh jauh hari sudah menyatakan ingin tetap di Surabaya memimpin daerahnya, sementara Emil tentu saja galau. Maju meninggalkan tugas yang belum selesai tentu rakyat yang dulu memilihnya kecewa sementara daerah yang dipimpin masih membutuhkan Emil.

Hati galau Emil bisa dimengerti, gayungpun bersambut, sahabatnya yang dulu sesama masih menjadi Walikota yang sekarang menjadi RI 1 memberi wejangan bahwa orang orang seperti Emil jangan meninggalkan daerahnya, setidak tidaknya setiap daerah diharapkan ada orang seperti Risma atau Emil. Galau Emil pupuslah sudah, dengan hati plong Emil menyatakan tidak akan mengikuti pemilihan Calgub DKI 2017.

Bahkan bukan hanya Jokowi yang memberikan wejangan, bahkan Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua DPD bahkan Ketua Partai Gerindra dimana Emil bernaung ikut memberi wejangan, maka dengan tanpa beban Emil menerima dengan lapang dada memimpin daerahnya.

Sekarang siapa yang pantas menjadi penantang Ahok yang tentu saja calon yang harus memiliki prestasi sekelas Ahok atau paling tidak memiliki prestasi terhadap tanah air untuk mengimbangi prestasi Ahok yang saat ini melambung tinggi karena persoalan yang ditangani.

Kalijodo. Lihat saja persoalan yang baru usai, Kalijodo yang mencuat saat 8 Februari 2016, kemudian dikirimlah SP1, SP2 dan SP3 dan ratalah dengan tanah Kalijodo pada tanggal 29 Februari 2016 yang merupakan tahun Kabisat yang terjadi tiap 4 tahun sekali. Kalijodo rata dengan tanah dalam tempo 8 jam dengan pengerahan alat alat berat plus dukungan Polri dan TNI, yang keseluruhan melibatkan 6000 personel, Ahok telah menorehkan sejarah. Kalijodo akan dijadikan RTH.

Bungkus Kabel. Ditambah lagi dengan bungkus kabel yang membuat lingkungan di sekitar istana negara banjir. Usut punya usut ternyata bungkus kabel yang telah terkumpul 25 truk menjadi biang keroknya. Sabotasekah? Bukan. Seharusnya bukan itu pertanyaannya.

Pertanyaannya adalah Berapa nilai ekonomis yang terbungkus dalam bungkusan kabel itu. Kalau saja bungkus kabel mencapai 25 truk, berapa isi yang terbungkus yang memiliki nilai ekonomi. Kalau saja kita membuat asumsi bungkus kabel itu berisi 7 ton saja tentu isinya bernilai 7000 Kg x Rp. 40.000/Kg akan ketemu angka Rp. 280 Jt nilai di tangan penadah. Ini yang harus diusut. Karena hanya orang orang tertentu yang mengetahui keberadaannya.

Kenapa Kabel ditinggal begitu saja. Sebagai institusi yang memiliki proyek harus berani bertanggung jawab, biaya lebih besar dari nilai ekonomi kabel yang diambil harus tetap dilakukan. Toh biaya masih bisa dibebankan pada tahun berjalan, bukan dibiarkan tanpa berpikir resiko buruk yang lebih fatal. Suatu keteledoran yang sulit dimaafkan. Istana tidak boleh banjir. Istana tidak boleh terkena pemadaman listrik.

Sebelum menggambarkan siapa yang pantas menjadi calon penantang petahana Ahok kita lihat dulu syarat untuk mengajukan menjadi Calon Gubernur DKI. Merujuk kepada undang-undang nomor 8 tahun 2015 Tentang Pemilihan Kepala Daerah.

Sekurang-kurangnya partai politik (parpol) atau gabungan parpol memiliki 20 persen kursi atau 25 persen suara sah pemilu 2014, yakni pemilu legislatif DKI Jakarta.
Anggota DPRD DKI Jakarta berjumlah 106 kursi dengan rincian :
PDIP 28 kursi,
Gerindra 15 kursi,
PKS 11 kursi,
PPP 10 kursi,
Demokrat 10 kursi,
Hanura 10 kursi,
Golkar 9 kursi,
PKB 6 kursi,
Nasdem 5 kursi,
PAN 2 kursi.

Jika merujuk aturan tersebut maka untuk mengusung satu pasang calon harus memiliki minimal 21 kursi dari parpol maupun gabungan parpol. Hanya PDIP yang bisa mengusung satu paket pasangan calon tanpa harus berkoalisi.

Bila melalui jalur independen harus mengikuti aturan 7,5% dari DPT 2017 yang belum ada, tetapi bisa mengacu ke DPT 2014.

Jumlah suara sah pada pileg 2014 sebanyak 4.537.227 sehingga suara minimal yang dikumpulkan 1.134.306 suara sah Pileg 2014. Bagi calon peseorangan, pasca judicial review Pasal 41 Ayat 1 dan 2 mengenai syarat dukungan perseorang maka rujukannya adalah daftar pemilih tetap (DPT) pemilu terakhir. Untuk Jakarta adalah Pemilihan Presiden 2014.

Menentukan persentasenya harus melihat jumlah penduduk DKI dari sana persentase ditentukan sesuai bunyi di undang-undang. Kalau tidak salah jumlah penduduk DKI sekitar 7 juta lebih. Nanti menghitungnya menggunakan DPT terakhir yakni Pemilihan Presiden. Persentasenya masuk ke 6-12 juta penduduk maka persentasenya 7,5 persen dari jumlah DPT Pilpres.

DPT Pilgub DKI Jakarta 2017 berdasarkan data Pemilu terakhir yakni Pilpres dari web KPUD DKI Jakarta sebanyak 7.070.475. Jika dihitung 7,5 persen sekitar 530.000 dukungan KTP yang harus dikumpulkan.

Calon calon penantang Ahok itu yang tentu saja atas dukungan partai diantaranya :

Yusril Ihza Mahendra, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) telah memproklamirkan keinginannya maju di Pilgub DKI 2017. Dia siap menantang calon petahana Ahok. Yusril memiliki pengalaman, pernah menjadi pembantu presiden sebagai Menkunham saat SBY menjadi RI 1, ditambah sebagai seorang pakar Hukum Tata Negara. Dan segudang pengalaman dalam pemerintahan. Sebagai pakar hukum sayang Yusril tersandung masalah hukum. Menurut berita hukumonline.com, pakar Hukum Tata Negara (HTN) Yusril Ihza Mahendra dihukum membayar lebih dari Rp1 Miliar karena telah melakukan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Semoga Yusril dapat menyelesaikan kasusnya dengan baik sehingga mampu berkonsentrasi penuh dan tidak menyurutkan para masa pendukungnya.
Melihat peta jumlah kursi DPRD dan syarat untuk mencalonkan diri harus didukung oleh koalisi partai sehingga mencapai jumlah 21 kursi.

Adhyaksa Dault, yang akan mendeklarasikan dirinya sebagai Cagub DKI 2 April 2016 Mantan Menpora yang menyatakan, akan tetap maju dalam Pilkada DKI Jakarta yang akan digelar secara serentak bersama daerah lain se-Indonesia pada awal Februari 2017. Sampai saat ini belum jelas melalui jalur independen atau dukungan partai. Kalau jalur independen harus dimulai dari sekarang, karena jalur ini menghendaki jumlah 10% dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) 2017 yang jumlahnya belum diketahui, bila acuannya DPT 2014 yang jumlahnya kisaran 7 Jt maka diperlukan 700,000 copy KTP penduduk DKI. Yang paling aman 1Jt copy KTP DKI. Pekerjaan ini tidak gampang, harus dimulai dari sekarang.
Sayang Adhiyaksa pernah keseleo lidah menilai tentang hasil survei CSIS, ketika hasil survei terhadap dirinya disamakan artinya dengan yang diucapkan, sangat tidak nyaman bagi pendukungnya. Sebaiknya tidak menyerang pribadi seseorang karena hasilnya malah kontra produktif. Layaknya mengkuyo kuyo lawan. AD sangat percaya diri sebagai modal awal. Mudah2an pengumpulan KTP bisa tercapai secepatnya. Dan kalau pun didukung partai harus koalisi partai sehingga mencapai jumlah 21 kursi.

Dessy Ratnasari, Anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), konon dikabarkan menjadi salah satu kader yang akan diusung partainya dalam bursa Pilkada DKI Jakarta 2017. Apakah Dessy masih memiliki popularitas seperti dulu. Cukupkah hanya popularitas tanpa disertai leadership, kepemimpinan. Atau mungkin Dessy sekarang lebih matang setelah duduk di DPR. Tetapi kabarnya PAN masih akan menyaring calon penantang petahana berdasarkan hasil survei. Kita tunggu. PAN harus berkoalisi agar memenuhi syarat undang undang untuk memenuhi 21 kursi.

Sandiaga Uno, pengusaha muda itu disebut-sebut bakal jadi calon Gubernur DKI Jakarta, pada 6 Februari 2016, Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto tidak ragu menyebut di hadapan para kadernya dalam acara HUT ke-8 Gerindra. Putera dari ibu Mien Uno juga kalau tidak salah keponakan pakar Pendidikan Prof DR Arief Rachman. Sandiaga paling tidak harus menjadikan Prof DR Arief Rachman sebagai team suksesnya.
Sama seperti Calon yang lain harus melalui koalisi partai sampai memenuhi jumlah 21 kursi.

Ahmad Dani berpasangan dengan Deddy Corbuzier, yang konon akan dicalonkan oleh salah satu parpol. Tentu pentolan Dewa 19 dan Deddy juga mampu menggalang masa agar memilih dirinya. Konon Dhani ingin mempersatukan partai Islam. Namun jumlah koalisi harus tetap 21 Kursi.

Tinggal sekarang satu paket lagi calon gubernur dan wakilnya yang bisa dicalonkan tanpa harus berkoalisi yaitu calon dari PDIP yang memiliki 28 Kursi di DPRD. Sebagai partai besar tentu PDIP memiliki calon sendiri yang tidak bergantung pada calon lain, seandainya Ahok mendapat dukungan pastilah Ahok akan dijadikan Wagub. Calon harus memiliki popularitas, kalau tidak ibarat menggarami air laut saja, akan sia sia. Calon paling tidak memiliki pengalaman sebagai Kepala Daerah, Bupati atau Walikota dan dapat dipastikan dari daerah yang memiliki basis masa di DKI.
PDIP harus berhati hati menghadapi situasi demikian, agar tidak bertentangan dengan kehendak masyarakat DKI yang menghendaki Ahok menjadi Calon Gubernur. Suatu dilema bagi PDIP. Mengikuti kemauan rakyat DKI yang menginginkan Petahana Ahok sebagai calon berarti kehilangan kesempatan karena mampu mengajukan calon sendiri. Tidak mengikuti kehendak rakyat Jakarta dapat beresiko turunnya perolehan suara di pemily 19. PDIP harus bijaksana.

Sekarang kita melihat bagaimana posisi petahana Ahok sendiri; walau memiliki segudang pengalaman dan telah banyak berbuat untuk DKI. Ahok yang sudah mendeklarasikan dirinya menjadi Calon Gubernur dengan wakilnya Heru posisinya sangat mengkhawatirkan. Bila hanya didukung oleh Nasdem saja yang memiliki Kursi di DPRD 5, kurang 16. Bila Hanura juga memberikan dukungan berarti ada tambahan sebanyak 10 Kursi, juga masih kurang 6 Kursi. Tinggal menunggu dukungan dari Golkar atau Demokrat. Dari partai berbasis Islam sepertinya kecil kemungkinannya tentu memiliki misi dan visi yang berbeda. Disinilah peran Teman Ahok sangat dibutuhkan, karena ibarat mengharapkan burung terbang melayang, punai di tangan dilepaskan. Ahok sangat menghargai peran Teman Ahok yang jauh jauh hari bersusah payah mengumpulkan copy KTP DKI. Mengumpulkan 1 Jt copy KTP DKI bukan perkerjaan ringan. Kenapa bukan 700.000 copy salah satu strategi petahana. Bila 1 Jt copy KTP DKI tentu memiliki arti tersendiri. Bila pemilih dihitung dari DPT minus yang tidak memilih karena berhalangan menghasilkan 1Jt, sementara calon gubernur yang dipilih 5 pasangan, tentu probabilitas Ahok untuk memenangkan putaran ke dua terbuka lebar.
 Orang mungkin akan berduyun duyun menyerahkan KTP DKI sebagai rasa simpati kepada Ahok yang posisinya terjepit.

Nah itu sekedar gambaran sampai saat ini calon calon gubernur dalam memperebutkan Pulgub DKI 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun