Kemudian Pertamina menyumbang US$3Jt, besarkah itu bagi kaca mata kita utk meletakkan pada proporsi wajar? Kita lihat dulu apakah Pertamina menjual hasil produksi manufacturingnya untuk export misal saja BBM, pelumas. Kalau ya pengeluaran itu tidak besar karena keuntungan yang diraup dari iklan tentu segera kembali, tetapi bila Pertamina tidak menjual hasil produksinya sebagai barang export pengeluaran sumbangan itu cukup besar. Karena BBM dan Pelumas Pertamina tanpa iklanpun sudah laris manis untuk kebutuhan di dalam negeri.
Disini kita mulai sedikit paham mengenai belanja iklan dan apa kegunaan iklan.
Adakah perusahaan multi national di Indonesia yang hasil produksinya di export ke negara negara Eropa, kalau jawabannya ada pasti perusahaan tersebut memiliki standar ISO 14000, standar yang sangat terkait dengan manajemen lingkungan. Lha kalau tidak memiliki ISO 14000 ini tidak bisa menjual barang produksinya ke Eropa, bisa tetapi harus melewati negara ke tiga yg memiliki ISO 14000, tentu keuntungan sudah tidak maximal, malahan mungkin besar keuntungan perusahasn di negara pihak ke tiga.
Selanjutnya adalah Ojo Kagetan. Makna harfiah dari Ojo Kagetan ini adalah jangan mudah kaget. Falsafah Ojo Kagetan bermakna kita harus mawas diri ‘eling lan waspodo’ terhadap perubahan sekeliling dan lingkungan kita. Ojo Kagetan juga bermakna persiapan diri menghadapi perubahan sekeliling. Kita harus selalu mawas diri dan bersiap dengan aneka kejutan yang menyertai setiap perubahan. Dengan tidak terkaget-kaget terhadap kejutan-kejutan di sekeliling kita, kita akan lebih tegar dan sumeleh.
Ojo Kagetan merupakan panduan tidak reaktif  terhadap segala yang terjadi. Karena jika kita menyelesaikan dengan bersikap reaktif, maka kemungkinan besar keputusan maupun tindakan kita bersifat emosional. Tantangan terbesar dari penerapan Ojo Kagetan ini ialah emosi dan harga diri kita, yang bisa ‘sak dheg sak nyet’ muncul ketika terjadi sesuatu hal yang sensitif disekeliling kita.
Masih nengambil contoh sambungan diatas, CR7 memperoleh pendapatan US$ 44 juta (Rp 575 miliar) tahun lalu, yang membuatnya menjadi atlet dengan bayaran tertinggi ke-9 di dunia.
Baru-baru ini, CR7 memperpanjang kontrak senilai US$ 23 juta (Rp 300 miliar) per tahun hingga 2018. Angka tersebut menjadikan CR7 sebagai atlet aktif dengan bayaran tertinggi di dunia.
Nah bagaimana hubungannya dengan Rio Harianto dengan kebutuhan dana 225M. Besarkah itu? Mari kita mendudukkan pada proporsi wajar.
Melihat kebutuhan dana yang demikian besarnya Yayuk Basuki yang duduk di Komisi Sepuluh tentu merasa keberatan karena pengeluaran 225M bukan termasuk biaya pembinaan Atlit yang bersifat amatir, Rio masuk kategori Olah Raga profesional sebaiknya tidak membebani keuangan negara.
Nah sekarang malah muncul wacana Menpora untuk nemotong gaji PNS. Seharusnya Menpora tidak melakukan itu, bila Rio sendiri mendengar ini baginya tentu merupakan beban mental, membebani PNS dengan olah raga yang ia geluti tentu tidak relevan.
Nah sekarang siapa yang paling pas mengemban ini sesungguhnya. Yang paling pas adalah perusahaan swasta yang hasil produksi dijual atau diexport ke daratan Eropa atau Amerika. Tetapi rasa rasanya tidak ada perusahaan manufacturing yang memenuhi kebutuhan itu.
Nah sekarang balik lagi kedalam negeri sendiri, kira kira siapa yang diuntungkan dengan biaya iklan yang akan dikibarkan di Sirkuit Barcelona oleh Rio dengan mobil F1nya ini. Yang paling diuntungkan adalah Hotel dan Garuda. Kenapa? Sasaran iklan itu tidak lain untuk menarik kunjungan Wisatawan mancanegara utk datang ke Indonesia dengan melihat obyek wisata yg demikian banyaknya di tanah air. Wisatawan yang datang ke Indonesia masih kalah banyak dengan negara tetangga seperti Malaysia dengan iklan gedung kembarnya yang nerupakan Land Mark negara itu. Masih kalah unggul dengan Thailand dan Singapore negara yang sekecil itu.
Kalau wisatawan itu datang dengan paket wisata pastilah mereka perlu penginapan setidak tidaknya hotel.
Bagaimana mereka datang dengan paket wisata? Tentu mereka memerlukan pesawat. Setidak tidaknya mereka tertarik menggunakan pesawat Garuda atau dengan sebutan GA.
Kenapa wisatawan yang berkunjung ke Indonesia masih kalah dengan negara tetangga. Disini letaknya. Kurang informasi, kurang iklan berskala international.