Mohon tunggu...
Karman Mustamin
Karman Mustamin Mohon Tunggu... profesional -

Achieved a certificate from Jim Russell Racing Drivers School (JRRDS) at Donington Park, in 1993 and held a single seated racing drivers licensed from Royal Automobile Club (RAC), UK.\r\nFounder Smart Driving Institute (SDI). SDI particularly motivating and learning to the road user how to come as a low risk drivers and also develop their driving behavior.\r\nFollow me on twitter: @karman_mustamin

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Lemah, alasan untuk menghukum Sumber Kencono

15 September 2011   19:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:56 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Otomotif. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Inilah dilemma yang harus diterima pemerintah sebagai sebuah kenyataan. Karena bila menyangkut sebuah kecelakaan, maka yang paling bertanggung jawab tak lain dari pengemudi itu sendiri. Dalam kasus Sumber Kencono ini, diberitakan bahwa pengemudinya pun tewas.

Lantas, apakah tanggung jawab dari kelalaian pengemudi yang tewas itu bisa dialihkan ke pihak perusahaan sebagai pengelola? Sangat tipis peluang dan kemungkinannya.


Sebenarnya, dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Lalu Lintas yang kini melahirkan UU No.22 tahun 2009, terdapat gagasan yang diajukan pihak Departemen Perhubungan yang semestinya bisa menjadi kunci utama untuk mengantisipasi kejadian seperti ini. Gagasan dimaksud dikenal sebagai Sertipikat Pengemudi Angkutan Umu (SPAU).


Sesungguhnya, SPAU boleh disebut gagasan yang sangat positif dalam rangka melakukan pengawasan terhadap aktivitas operator moda angkutan umum. SPAU adalah kelengkapan yang harus dimiliki oleh setiap pengemudi angkutan umum untuk menunjukkan profesionalisme seorang pengemudi angkutan umum.


SPAU bukanlah pengganti Surat Izin Mengemudi (SIM) seperti yang kita kenal. Karena SIM adalah syarat mutlak atau syarat dasar yang dibutuhkan pengemudi untuk bisa dinyatakan cakap mengemudikan kendaraan sesuai klasifikasinya.


Sementara halnya SPAU, adalah dokumen yang menunjukkan profesionalisme. Alasannya, karena pengemudi angkutan umum sesungguhnya sangat menyadari bila aktivitasnya mengemudi mendapatkan beban tanggung jawab yang besar terhadap penumpang yang mereka bawa. Dan aktivitas ini tergolong pekerjaan rutin, sebuah profesi.


Sayangnya, gagasan SPAU ini kandas dalam pembahasan RUU di DPR. Informasi yang saya peroleh, kandasnya gagasan ini lebih dipengaruhi faktor politis. Konon, ada silang pendapat bahwa SPAU ini merupakan sebuah siasat pihak Dephub untuk menggantikan posisi SIM yang selama ini menjadi domain dan sumber pemasukan bagi kepolisian. Kendati, sesungguhnya sangat jelas bahwa SPAU bisa diperoleh bila seorang calon pengemudi telah mengantongi SIM.


Alasan lain yang bernada agak miring terkait dengan kandasnya usulan SPAU ini, karena dikhawatirkan dimanfaatkan jajaran Perhubungan Darat sebagai wahana pungutan liar. Konon, tudingan ini didasari kenyataan fungsinya akan serupa dengan fasilitas jembatan timbang yang pada kenyataannya banyak disalahgunakan.


Tentu saja, alasan-alasan ini patut disesalkan. Karena toh bila ada kekhawatiran demikian, pengelolaan dan penerbitan SPAU bisa dikelola oleh lembaga independen yang diatur oleh semacam Peraturan Pemerintah (PP) dan melibatkan para stake holder.


Pada hakekatnya, SPAU bisa digunakan pemerintah sebagai prasyarat bagi operator angkutan umum dalam penerimaan calon pengemudi. Sehingga bila dalam sebuah kecelakaan ternyata si pengemudi tidak memilik SPAU, pemerintah bisa melimpahkan tanggung jawab kepada pengelola atau operator atas kelalaian dalam menjalankan ketentuan.


Namun, harus diakui pula bahwa hingga saat ini - sepanjang pengetahuan saya - pihak pemerintah dalam hal ini Dephub belum memiliki standar baku untuk menentukan seperti apa standar pengemudi yang dinyatakan berhak mengantongi SPAU. Tentu saja, andaikan rencana ini jadi diterapkan dan tertuang dalam UU No.22 tahun 2009. Karena basis untuk pelaksanannya, justru akan bertumpu pada lembaga-lembaga pelatihan mengemudi dengan standar materi pengajaran atau pembekalan yang baku. Rentetan persoalan selanjutnya, adalah belum adanya lembaga atau institusi yang siap untuk ditunjuk memberikan akreditasi pada lembaga pelatihan pengemudi dimaksud.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun