Judul itu bukan merupakan sebuah rata-rata bagi yang suka menulis, tidak juga mewakili siapapun. Judul yang saya buat berlaku untuk saya.
Jadi artikel ini seperti biasa menuliskan keresahan saya sebagai penulis pemula mulai dari awal proses menulis sampai menayangkannya.
Keresahan saya kali ini mengenai menulis itu bukan susah tetapi susah banget, hal ini diawali kesukaan saya dalam membaca. Buku apa saja saya baca, walau pada rentang tertentu ada kategori khusus yang saya baca.
Membaca mengakibatkan saya harus menulis untuk menuangkan keriuhan di kepala walau sebenarnya tidak memiliki kemampuan untuk menulis.
The pen is the tongue of the mind. (Horace)
Cuma masalahnya itu tadi walau menulis susah tetapi saya akan merasa lebih susah kalau tidak menuangkannya, hanya memendam dan membiarkan tersimpan di kepala hasil petualangan membaca yang membuat keriuhan di kepala.
Kalau sudah riuh ibarat air pada banjir bandang akan meluap mengalir menyapu apapun yang ada dihadapan. Nah dalam menulis kalau sudah riuh isi kepalanya saya akan menulis saja dengan mengijinkan diri saya sebagai jalan mengalirnya tulisan tetapi jeleknya seperti banjir bandang semua ditabrak.
Hal yang sering saya tabrak dalam menulis diantaranya :
 1. Kaidah kepenulisan.
Saya tidak memiliki kemampuan menulis dalam kaidah kepenulisan yang baik dan benar sampai sekarang.
Awal menulis beberapa teman mengoreksi tulisan saya yang banyak melanggar kaidah kepenulisan.
Banyak kata yang saya singkat, salah menempatkan tanda koma, kata sambung, cara menuliskan dipisah atau disatukan, dan kaidah lain yang seharusnya diterapkan, belum lagi pemilihan kata yang membuat diksi kata yang alih-alih menghasilkan tulisan menggigit dan nendang yang terjadi malah garing dan hambar.
Seorang teman guru Bahasa Indonesia sampai membekali saya buku PUEBI agar kaidah menulis saya lebih baik dan sesuai aturan, tetapi sampai sekarang masih banyak kaidah menulis yang salah.
Awal masalah kaidah kepenulisan ini membuat saya jadi malas menayangkan tulisan lagi, tetapi seperti yang sudah saya sampaikan saya malah lebih susah karena tidak bisa menyalurkan banjir bandang ide yang meletup-letup karena membaca.
Akhirnya saya tetap menulis walau masih belum benar dan masih menabrak kaidah kepenulisan.
Saya imbangi dengan terus belajar--- walau lambat dan merayap belajarnya---agar tulisan yang dihasilkan tidak terlalu salah, melenceng, dan menabrak aturan karena belajar menulis adalah dengan menulis.
Learn to write by writing. (Ann Patchett)
Oya, kalau saya jarang menulis artinya sedang jarang bahkan tidak membaca sama sekali sehingga tidak ada air bandang ide yang terjadi, hehehe.
 2. Memperkaya wawasan dengan apa yang akan ditulis.
Akan terlihat tulisan/artikel yang ada isinya dengan yang tidak. Tulisan yang berisi akan berbobot, banyak informasi, bahkan sampai tingkatan memberikan pencerahan kepada yang membacanya.
Sedangkan ciri tulisan yang tidak ada isinya itu tidak jelas apa yang disampaikan bahkan ada perasaan malu saat menayangkan. Saya masih sering begitu, bahkan untuk artikel yang kemarin saya tayangkan berkali-kali saya bertanya kepantasan dan perasaan malu muncul saat menayangkannya.
Kurangnya wawasan menjadi alasan besar artikel yang ditayangkan tidak berisi. Kalau ibarat makanan isi maupun bumbu yang kurang dan alakadarnya sehingga saat disajikan dari tampilannya saja sudah tidak menari.
Begitu juga dengan tulisan jika kurang wawasan maka isi dari artikel seadanya, jangankan sampai tingkat memberikan pencerahan membuat orang mau membaca saja sepertinya sulit.
Sebenarnya solusi mengatasi permasalahannya sangat mudah yaitu baca dan belajar, karena senjata penulis itu baca, baca, baca, nulis, nulis, nulis, belajar, belajar, belajar.
 3. Tidak jelas kategori yang disasar.
Tidak jarang saya mengganti kategori saat menayangkan artikel malah beberapa kali kategori yang saya pilih diganti oleh editor. Saya suka bingung sendiri artikel saya masuk kategori apa.
Tidak jelas menentukab kategori juga bisa berkaitan dengan personal branding. Belum adanya personal branding mengakibatkan saya menjadi penulis bunglon, berubah-ubah kategori sesuka saya tidak ada ciri khas yang memperlihatkan jati diri lewat artikel yang dibuat.
 4. Kesulitan penggunaan tool.
Buat saya kesulitan ini benar-benar mengganggu dan membuat proses menulis terutama menayangkan artikel menjadikan menulis menjadi susah banget.
Tulisan yang kemarin salah satunya, saya kesulitan menyisipkan gambar padahal hanya sekedar gambar untuk pemanis judul. Hal itu menyebabkan artikel tayang tanpa gambar beberapa waktu.
Belum lagi kalau menulis kutipan, jangankan ditulis dengan tampilan tersendiri, sekedar tulisan miring dan tebal saja saya tidak bisa menggunakannya.
Memang selama ini saya menulis menggunakan telepon genggam yang lebih terbatas kemampuannya dibanding menggunakan komputer.
Tapi kesulitan ini juga tidak menghalangi saya dengan tetap menayangkan artikel dengan tampilan sangat minimalis dan banyak kekurangan tampilan di sana sini.
Walau menulis susah banget untuk saya tetapi saya tidak akan meninggalkannya karena sudah menjadi satu kecintaan yang sering gagal dalam pembuktiannya, hehehe.
Kegagalan---untuk jadi penulis---justru saat memutuskan untuk tidak menulis.
You fail only if you stop writing. (Ray Bradbury)
Saya hanya menulis sejujur mungkin tentang apa yang saya tahu dan menjadi keresahan yang dihadapi saat menulis, seperti yang dikutipkan oleh Ernest Hemingway.
All you have to do is write one true sentence. Write the truest sentence that you know. (Ernest Hemingway)
Tidak lupa memelihara agar tetap kreatif dan produktif siapa tahu akan sampai tahapan menulis sudah menjadi hal yang sangat natural seperti bernapas dan akan merasa gelisah jika tidak menulis.
Write until it becomes as natural as breathing. Write until not writing makes you anxious.
Karla Wulaniyati untuk Kompasiana
Karawang, Senin 21 September 2020
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI