Banyak kata yang saya singkat, salah menempatkan tanda koma, kata sambung, cara menuliskan dipisah atau disatukan, dan kaidah lain yang seharusnya diterapkan, belum lagi pemilihan kata yang membuat diksi kata yang alih-alih menghasilkan tulisan menggigit dan nendang yang terjadi malah garing dan hambar.
Seorang teman guru Bahasa Indonesia sampai membekali saya buku PUEBI agar kaidah menulis saya lebih baik dan sesuai aturan, tetapi sampai sekarang masih banyak kaidah menulis yang salah.
Awal masalah kaidah kepenulisan ini membuat saya jadi malas menayangkan tulisan lagi, tetapi seperti yang sudah saya sampaikan saya malah lebih susah karena tidak bisa menyalurkan banjir bandang ide yang meletup-letup karena membaca.
Akhirnya saya tetap menulis walau masih belum benar dan masih menabrak kaidah kepenulisan.
Saya imbangi dengan terus belajar--- walau lambat dan merayap belajarnya---agar tulisan yang dihasilkan tidak terlalu salah, melenceng, dan menabrak aturan karena belajar menulis adalah dengan menulis.
Learn to write by writing. (Ann Patchett)
Oya, kalau saya jarang menulis artinya sedang jarang bahkan tidak membaca sama sekali sehingga tidak ada air bandang ide yang terjadi, hehehe.
 2. Memperkaya wawasan dengan apa yang akan ditulis.
Akan terlihat tulisan/artikel yang ada isinya dengan yang tidak. Tulisan yang berisi akan berbobot, banyak informasi, bahkan sampai tingkatan memberikan pencerahan kepada yang membacanya.
Sedangkan ciri tulisan yang tidak ada isinya itu tidak jelas apa yang disampaikan bahkan ada perasaan malu saat menayangkan. Saya masih sering begitu, bahkan untuk artikel yang kemarin saya tayangkan berkali-kali saya bertanya kepantasan dan perasaan malu muncul saat menayangkannya.
Kurangnya wawasan menjadi alasan besar artikel yang ditayangkan tidak berisi. Kalau ibarat makanan isi maupun bumbu yang kurang dan alakadarnya sehingga saat disajikan dari tampilannya saja sudah tidak menari.