Mohon tunggu...
Karla Wulaniyati
Karla Wulaniyati Mohon Tunggu... Lainnya - Senang Membaca, (Kadang-kadang) Menulis, Menggambar Pola/Gambar Sederhana

Let the beauty of what you love be what you do (Rumi)

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Tulisan Kok Kriuk-kriuk Kayak Kerupuk

18 Januari 2020   19:43 Diperbarui: 18 Januari 2020   19:45 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan --- maksud tulisan disini adalah artikel bebas, bukan karya ilmiah, jurnal atau tulisan ilmiah, juga tulisan akademik --- yang menarik pasti menyenangkan untuk dibaca, berbeda dengan tulisan yang tidak menarik pasti membosankan.

Setelah meluangkan waktu membaca kok malah seperti makan kerupuk,  kriuk,  kriuk,  garing. Tulisan yang garing membuat yang membacanya bosan. Tidak hanya garing tapi juga gersang seperti musim kemarau.

Saat membaca dibuat cape karena seperti mendengarkan orang bicara yang tidak berjeda. Sulit dipahami, tidak ada hikmah yang didapat, jangankan mengedukasi, menunjukkan arah maksud dari tulisannya saja tidak jelas, apalagi bisa sampai membawa terbang pembacanya --- wuuzzz --- dengan pencerahan, waah seperti jauh panggang dari api.

Saya sering membaca tulisan garing seperti kerupuk dan membosankan seperti itu yaitu saat saya membaca ulang tulisan saya sendiri, waahhh.

Setelah merasa seret karena kriuk kriuk garing akhirnya saya keliling mencari artikel bagaimana agar tulisan yang ditulis tidak garing sehingga membuat yang membacanya bosan.

Saya mendapatkan artikel yang dimaksud dan akan saya tuliskan beberapa poinnya yang sudah disesuaikan berdasarkan dengan apa yang dialami dan pencapaian tahapan saya dalam menulis.

 1. Satu tulisan satu ide.

Tulisan yang terlalu banyak ide dalam satu bahasan sering membosankan bagi pembaca.

Ide yang banyak memang sangat baik tetapi akan lebih baik kalau dituangkan menjadi beberapa tulisan.

Ibaratnya kalau makan kue yang gurih itu memang enak, tapi kalau terlalu banyak malah jadi enek dan tidak bisa dinikmati.

Saya kalau sedang banyak ide --- tapi ini momen yang jarang sih, hehehe --- maka akan seperti air bah, tumpah ruah.

Saya sangat semangat menuliskannya tanpa sadar kalau tulisan saya jadi membosankan karena terlalu banyak bahasan dalam satu tulisan.

Untuk memperbaikinya adalah saat ide melimpah tuangkan dalam draft dan jadikan menjadi beberapa tulisan jadi bisa ditayangkan untuk beberapa hari.

 2. Paragraf pendek.

Membaca kalimat panjang dalam satu paragraf itu seperti berbincang dengan seseorang tanpa terjeda, selain terasa cape biasanya membosankan. Agar tulisan tidak membosankan maka jadikan paragraf pendek.

Paragraf dibangun dari beberapa kalimat saja. Membaca terasa lebih mudah dibaca, hidup dan menyenangkan.

Saya sering membuat paragraf panjang yaitu dalam satu paragraf terdiri dari kalimat yang banyak. Biasanya terjadi kalau saya sedang cerewet --- seperti aslinya dalam keseharian..hehehe --- sehingga banyak yang ingin dituangkan.

Kata, kalimat, dan paragraf pendek dan ringan akan membuat tulisan menyenangkan dan mudah dibaca yang membuat pembaca senant untuk membacanya.

 3. Pilih kata yang mudah.

Tidak jarang agar terlihat keren, atau ilmiah, atau tidak kudet saat menulis menyisipkan kata yang sulit dan tidak umum padahal pilihan katanya malah membuat yang membaca terputus informasinya karena tidak paham yang dimaksud dan membuat pembaca malas untuk membacanya.

Pilih saja kata yang umum sehingga artikel bisa tersampaikan bahkan bisa sampai memberikan semangat, motivasi, bahkan mengedukasi.

 4. Tulisan yang tidak kaku.

Tulisan yang kaku itu membosankan karena saat membaca artikel pasti pembaca berhara bukan sedang membaca jurnal ilmiah.

Walau bukan berarti kaidah kepenulisan ditabrak seenaknya karena setiap platform memiliki aturan tersendiri dalam cara menyampaikan tulisan jadi yang lebih baik adalah mengikuti keumuman penyajian di platform yang diikuti.

 5. Tulisan yang hangat.

Tulisan yang hangat juga meneduhkan apalagi tentang kebaikan dan kemanusiaan selalu banyak disukai.

Memberikan hikmah dalam menjalani keseharian bisa menjadi satu pilihan dalam memberikan tulisan yang hangat.

Sebenarnya tulisan dalam kategori apapun asal disajikan dengan baik apalagi mengedukasi akan menjadi satu tulisan yang hangat.

 6. Mempelajari tulisan dari penulis yang lain.

Saya sering membaca tulisan yang menarik dan menyenangkan dari Kompasianer.

Agar tulisan yang kriuk kriuk dan membosankan bisa menjadi tulisan yang gurih menyenangkan maka salah satu yang bisa dilakukan adalah mempelajari tulisan yang ditayangkan Kompasianer yang lain.

Walau tidak mudah mempelajarinya tetapi setidaknya dengan mempelajari tulisan Kompasianer yang memiliki tulisan yang gurih dan tidak kriuk kriuk bisa mendapat gambaran bagaimana satu tulisan ditampilkan dengan menarik.

 7. Memilih tampilan huruf yang tepat.

Hindari huruf yang kompleks hingga sulit untuk dibaca. Contoh huruf kompleks adalah SMS yang pernah dikirim oleh siswa kepada saya dan membuat melotot saat memahaminya,"T3rim4 k4sih 4t4s p3rh4ti4nny4."

Ukuran huruf juga tidak jarang membuat bosan dan berujung kesal karena terlalu kecil. Untuk orang seperti saya yang matanya sudah harus disambung saat membaca tentu akan lelah, kesal, dan bosan saat huruf dalam sebuah tulisan kecil karena membuat mata menjadi lelah.

Begitupun jika huruf memiliki warna yang tidak kontras dengan latar belakang tentu akan menyulitkan saat membaca karena tidak jarang malah tidak terlihat.

Typo menjadi salah satu yang harus dikurangi kalau tidak bisa dihindari. Saya sangat sering typo apalagi kalau HP yang saya gunakan memiliki setting auto text bisa dipastikan typo akan banyak tersebar di tulisan saya.

 8. Tidak melupakan self-edit

Seringkali sesudah menulis saya bersegera menayangkan tulisan dengan melewati self-edit.

Tidak dilakukankannya self-edit karena saya sering membuat tulisan secara langsung dengan proses yang lama dari mencari bahasan, menulis, mencari gambar yang sesuai sehingga sudah tidak berminat untuk melakukan self-edit.

Tulisan yang rapi tentu akan lebih menarik dibandingkan tulisan yang banyak typo karena malas melakukan self-edit.

Selain typo pilihan kata, penulisan dan penempatan kalimat jika dilakukan self-edit bisa diperbaiki jika dirasakan kurang tepat.

Memang masih banyak tahapan kepenulisan yang harus saya tempuh agar bisa memiliki tulisan yang gurih tidak kriuk kriuk garing seperti kerupuk.

Kalau ada yang bertanya apakah saya akan berhenti menulis karena tulisannya masih sering kriuk kriuk ? Jawabannya tentu saja saya tidak akan berhenti menulis.

Karena tahapan kriuk kriuk dalam menulis untuk penulis pemula seperti saya malah bisa jadi tahapan yang memperkaya jejak kepenulisan.

Siapa tahu tidak semua orang suka tulisan gurih, perlu juga tulisan garing yang ringan tapi memperkaya rasa dalam membaca.

Walau bukan selalu jadi pembenaran dengan tidak apa-apa mempunyai tulisan kriuk kriuk dan berhenti meningkatkan kemampuan menulis agar lebih baik, karena kalau kebanyakan makan yang garing bisa kena sariawan juga kan...hehehe.

Karla Wulaniyati untuk Kompasiana
Karawang, Sabtu 18 Januari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun