Topik tulisan tidak jarang jadi writer's block saat jari sudah siap berolahraga menyusun kata menjadi sebuah artikel.Â
Sudah nyaris dua mingguan saya belum menayangkan artikel lagi. Sekalian menengok rumah besar Kompasiana saya lalu berkeliling melihat artikel Kompasianer dan saya langsung berhenti grak !!! saat membaca artikel -- kebanyakan judul-judulnya saja -- yang disajikan.Â
Sebagian besar artikel yang disukai berkategori politik, pemerintahan, keamanan yang pasti membuat saya gigit jari karena kategori itu yang masih jauh bisa saya buat untuk menjadi sebuah artikel.Â
Akhirnya saya putuskan membuat artikel politik tapi tentu levelannya curhatan ibu-ibu, ringan, sederhana, bahkan kata yang saya pakai saja tidak saya cari di KBBI seperti nyungsep, gelosoran, dan kata lain yang mungkin tidak ada di KBBI, jadi maafkan jika artikelnya jauh dari kaidah kepenulisan diberbagai sisi.Â
Artikelnya bukan analisa, opini, atau apapun bahasan yang berat berkaitan dengan politik atau kehirukpikukan yang terjadi di negeri ini. Itulah sebabnya artikel ini saya masukkan ke kategori humaniora bukan politik.Â
Saya pikir setelah hajat besar bangsa ini dalam hal demokrasi yaitu Pemilu usai maka usai pula segala hal yang berkaitan dengan politik dan hirukpikukan yang melanda negeri ini.Â
Ternyata kehirukpikukan tidak hanya karena Pemilu juga politik tetapi banyak sisi lain yang bisa jadi penyebabnya kegaduhan yang terjadi di negeri ini walau tetap pemain utamanya adalah politik.
Saya jadi bertanya sendiri bagaimana nasib level politik saya sekarang ini ?
Beberapa waktu lalu saya pernah menuliskan artikel tentang tingkat level politik saya.
Sekarang saya ingin mengukur pencapaian tingkat level politik dan membandingkan dengan sebelumnya. Â Tentu maksudnya mengukur di sini tanpa instrumen dengan berbagai tingkatan pengukuran hingga bisa dilihat capaian hasilnya secara valid, tetapi diukur berdasarkan kira-kira yang saya buat saja. Hehehe.Â
Hasil yang didapatkan berdasarkan kalkulasi perkiraan saya adalah pencapaian level politik saya bukan semakin baik malah semakin parah, kalau kemarin level politik saya jongkok sekarang lebih rendah dari itu, levelnya bisa dikatakan nyungsep? tiarap? gelosoran di bawah? Â guling-guling? Â Terserah apa saja sebutannya pokoknya lebih rendah dari jongkok.Â
Penyebab kenyungsepan level politik menjadi level yang lebih rendah adalah saya semakin tidak bisa mencari celah terang walau saya suka mensugesti diri bahwa di balik gelap selalu ada terang, tetapi untuk politik dan kehirukpikukan yang terjadi di negeri ini adalah setiap ada sisi gelap lalu saya berusaha menyingkirkan agar bisa mendapat sisi terang yang ada malah mengantarkan ke sisi gelap yang lain.Â
Begini maksudnya, permainan dan sajian politik dari para orang-orang pintar itu selalu mengantarkan saya bukan pada tingkatan yang dapat mengedukasi saya yang jongkok agar bisa mendapatkan sisi terang tapi malah mengantarkan pada sisi gelap yang lain begitu berulang-ulang.Â
Sisi gelap yang terjadi banyak disebabkan oleh bagaimana kepentingan dan keuntungan untuk satu pihak dapat diraih bagaimanapun caranya bahkan jika harus membuat kehirukpikukan, Â kegaduhan, kerusuhan, perpecahan asal kepentingan bisa dicapai maka akan dipilihlah cara itu.Â
Selalu hal seperti itu yang saya lihat dan temukan, sisi gelap yang akan mengantarkan ke sisi gelap lainnya.Â
Kadang-kadang yang disajikan seperti dagelan, lelucon, menyaksikan pemerannya seperti badut yang (sepertinya) berusaha menyajikan hal lucu dan menghibur tetapi yang ada malah membuat enek atau malah menjadi tontonan horor yang menakutkan.Â
Apa kondisi seperti sekarang lantas mematahkan saya bahwa negeri ini selalu diselimuti gelap yang mengantarkan ke sisi gelap yang lain? Â Tentu saya tidak sepesimis itu. Â
Saya selalu berharap besar bahwa kesulitan yang sedang dikandung negeri tercinta ini adalah kesulitan yang akan mengantarkan negeri ini jadi lebih baik. Kesulitan yang bisa mengantarkan ke kualitas negeri yang lebih baik. Â Karena saya yakin masih banyak anak bangsa ini yang akan menjadi sisi terang sehingga bisa melahirkan bangsa besar yang sejahtera, tenang, damai bagi seluruh masyarakatnya.Â
Untuk saat ini biar saya menikmati kenyungsepan saya saja sambil ngopi pakai kue pukis daripada saya pusing dan bingung memaknai kehirukpikukan negeri ini.
Karla Wulaniyati untuk Kompasiana
Karawang, 30 September 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H