Mohon tunggu...
Karla Wulaniyati
Karla Wulaniyati Mohon Tunggu... Lainnya - Senang Membaca dan (Kadang-kadang) Menulis di karlawulaniyati.com

Let the beauty of what you love be what you do (Rumi)

Selanjutnya

Tutup

E-Sport Pilihan

Mata Rantai Kurikulum, Siswa, dan E-Sports

1 Februari 2019   19:40 Diperbarui: 2 Februari 2019   09:42 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kurikulum menurut UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Sedangkan siswa atau peserta didik berdasarkan UU yang sama disebutkan sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

Esport (electronic sport) adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan kompetisi permainan video pemain jamak, umumnya antara para pemain profesional.

Walau esports memiliki kelebihan namun belum tentu cocok jika diterapkan di semua jenjang pendidikan karena esports adalah permainan video game yang bersifat kompetitif dan membutuhkan teknik dan strategi tertentu hingga dibutuhkan kemampuan dan kemahiran dalam memainkan hingga memenangkan pertandingan. 

Esports bahkan dikategorikan sebagai olahraga mental dan pikiran seperti catur dan bridge. (esportsnesia.com) Tetapi khusus untuk esports saat ini tidak cocok untuk jenjang pendidikan dasar yang masih dalam pembentukan dan pengokohan baik karakter maupun budaya diri. 

Jadi jenjang minimal yang bisa memulai pengenalan esports adalah SMA ke atas, untuk jenjang SMP ke bawah esports belum cocok untuk dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikannya karena jenjang SMP ke bawah adalah jenjang untuk penguatan karakter dan budaya diri terlebih dulu. Mereka lebih baik memperbanyak interaksi dengan dunia nyata dan sosial sedangkan esports menjauhkan mereka dari keduanya.

Banyak yang harus dipersiapkan sebelum esports dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan, apalagi walau jenjang pendidikan sama belum tentu memberikan kesiapan yang sama dalam menerapkan sesuatu seperti esports misalnya. 

Contohnya SMA di kota besar tentu lebih siap jika esports menjadi salah satu mata pelajaran di sekolah karena ditunjang dengan pola kehidupan keseharian siswa juga ditunjang oleh siapnya sarana prasarana di sekolah tentu tidak akan mengalami, berbeda dengan SMA yang berada di daerah atau malah di desa terpencil pasti akan menemukan banyak kesulitan jika esports menjadi salah satu mata pelajaran apalagi jika wajib dilaksanakan di sekolah.

Belum lagi esports membutuhkan sarana dan prasarana yang harus mendukung dan belum tentu semua sekolah bisa memenuhi kebutuhan peralatan yang dibutuhkan untuk esports.

Jadi kalaupun esports akan dimasukkan ke dalam kurikulum di sekolah bisa dimasukkan ke dalam ekstrakurikuler yang tidak mengikat siswa sehingga tidak membebani siswa maupun sekolah.

Untuk saat ini mata rantai antara kurikulum, siswa, dan esports belum saatnya dijalin karena masih banyak yang harus dipersiapkan. Banyak sekolah yang masih berjuang hanya untuk membuat siswanya layak belajar dengan kelas yang layak dan tidak bocor. Banyak siswa yang harus berjuang keras untuk sampai ke sekolah dan mendapat pendidikan layak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten E-Sport Selengkapnya
Lihat E-Sport Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun