Film seri A Discovery of Witches hari Kamis kemarin menampilkan episode final. Diceritakan pasangan penyihir Diana Bishop dan vampir Matthew de Clermont berkongsi dengan ketiga mahluk yaitu penyihir, vampir, dan iblis membentuk ikatan persahabat yang tidak lazim.
Mereka saling bantu menghadapi mahluk yang memiliki keinginan dan kepentingan untuk memenuhi hasrat diri sendiri dari tiap jenis spesies yang ada.
Ternyata perseteruan tidak hanya antar spesies namun di dalam spesies yang sama pun terjadi perseteruan karena selalu saja ada individu yang memilih menjadi tidak baik dengan alasan apapun. Bisa karena kebencian, iri, ingin berkuasa, dan alasan lain yang dijadikan pegangan untuk melakukan hal yang tidak baik. Selalu saja jika ada yang ingin lebih dominan maka keburukan akan muncul yang mengakibatkan kehancuran.
Diana dan Matthew menjadi tokoh sentral memerangi ketidakbaikan yang akhirnya menjadi lintas spesies agar terjadi harmonisasi dan keseimbangan dalam kehidupan yang dijalani para mahluk itu.
Setelah melihat film seri itu saya kok jadi ingat potensi yang dimiliki setiap manusia yang dianugrahi Yang Maha Kuasa dengan hati, akal pikiran, dan nafsu.
Hati, akal pikiran, dan nafsu memiliki karakter tersendiri. Tiap bagiannya memiliki hak yang harus dipenuhi. Agar harmonis maka manusia harus mengerti dan mengurus ketiganya dengan baik sehingga membuahkan manusia yang memiliki kehidupan dan berkehidupan yang baik dan menjadi insan yang tenang.
Manusia memiliki fitrah untuk melakukan hal yang baik atau buruk yang dipengaruhi oleh ruh (selalu mendorong kepada kebaikan) dan jasad (mendorong kepada keburukan).
Kebaikan dan keburukan bersemayan dan menimbulkan gejolak di dalam hati. Gejolak ini karena pengaruh ruh, akal pikiran, dan nafsu. Tinggal kitanya yang akan menampilkan bagian mana yang muncul agar lebih dominan atau seimbang dalam kehidupan yang dijalani.
Hati, akal pikiran, dan nafsu memiliki kebutuhan. Hati dipenuhi kebutuhannya dengan dibuat tenang yaitu dengan diisi pengingatan kehambaan pada Yang Kuasa dengan doa, mengingat-Nya, melakukan kebaikan dan hal yang mendekatkan kepada taqwa.
Akal pikiran dipenuhi kebutuhannya dengan berpikir yang dilandaskan dengan ilmu. Nafsu dipenuhi kebutuhannya dengan kesenangan. Jika ketiganya dipenuhi kebutuhannya maka akan terbentuk keseimbangan dalam diri seorang insan dan sudah dipastikan hidup yang dijalani akan tenang dan bahagia.
Jika hati, akal pikiran, dan nafsu ada yang lebih dominan biasanya akan timbul masalah karena timbul ketidakseimbangan yang mengakibatkan ketimpangan bahkan bisa sampai merusak dan mengjancurkan.
Contoh jika hidup tidak seimbang antara hati, akal pikiran, dan nafsu yaitu hidup hanya dipenuhi oleh akal pikiran dan nafsu. Akal selalu menjadi biang kerok membuat rencana dalam memenuhi keinginan dan kepentingan diri walau dengan mengakali manusia dan bahkan (merasa mampu) mengakali Yang Maha Mengetahui.
Sedang nafsu yang berkongsi dengan akal melengkapi kehancuran yang nanti terbentuk karena nafsu akan mendorong dan merajalela berbuat kejahatan dan kemaksiatan.
Jika hati, akal pikiran, dan nafsu ditempatkan sesuai fitrahnya yang dilandasi dengan bungkusan terbaik untuk menjaganya yaitu agama, maka yang akan terbentuk adalah manusia yang mengerti menjalankan tugasnya di muka bumi karena kehidupannya digunakan dengan pengabdian pada Yang Maha Pemberi Hidup dan menjadi insan yang bermanfaat bagi sesama.
Keseimbangan hati, akal pikiran, dan nafsu akan membentuk keutuhan bagi seorang insan.
Karla Wulaniyati untuk Kompasiana
Karawang, Jumat 1 Februari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H