"Karena engkau memang tidak seperti kami." Ibu kembali menjelaskan. Apalagi ini ?. Selain bukan anak ayah dan ibu ternyata aku kata ibu berbeda dengan mereka.
"Berbeda bagaimana ?" aku tambah sedih.
"Lihat bulumu berbeda bukan ? ibu, ayah dan saudaramu bulunya berwarna hitam, sedangkan kau putih, bersih, indah sekali" ibu membandingkan bulu kami. Aku mengangguk.
"Kita sama-sama unggas, bedanya ibu, ayah dan saudaramu ayam, sedangkan dirimu angsa." Ibu membelai bulu indahku.
"Angsa ?" tanyaku menegaskan. Ayah dan ibu menangguk.Â
"Engkau anugerah dari Yang Maha Kuasa. Walau berbeda tapi engkau memiliki banyak kelebihan. Lihatlah, engkau yang paling kuat agar bisa menjaga saudaramu. Adik terkecilmu sangat mengagumi dan menyayangimu. Tidak apa-apa engkau berbeda dari yang lain, asal selalu berguna hidupmu akan luarbiasa." Tentram aku mendengarkan penjelasan ibu.
"Lalu kenapa mereka membenciku ?" tanyaku pada ibu.
"Mereka tidak membencimu, engkau hanya harus belajar menyesuaikan diri karena dari jenis yang berbeda. Wujudmu angsa, tapi engkau adalah keluarga ayam yang kami cintai." Ayah dan ibu mencium kepalaku.
"Sana keluar bermain dan berburu cacing, jaga adikmu biar tidak terinjak yang lain." Ibu mengingatkanku.
"Kau itu angsa yang cantik dan kuat yang akan menjaga saudaramu. Tidak apa-apa berbeda karena kami tetap sayang padamu." Ibu menguatkanku kembali. Aku mengangguk mengerti.
Pantas saja aku berbeda, ternyata aku angsa. Angsa yang kuat yang akan menjaga saudara dan keluarga yang mencintaiku.