"Ibu kenapa mereka membenciku ?" Â aku makin membenamkan kepala dipangkuan ibu. Tak lama ayah menghampiri kami dan duduk bertiga.
"Kenapa kau bicara seperti itu ?" ayah bertanya sambil membelai kepalaku.
"Sejak kecil aku selalu diperlakukan berbeda bahkan oleh saudaraku. Tidak pernah diajak bermain, berburu cacing, kalau ikut main aku pasti ditinggal sampai dulu waktu aku kecil tersesat tidak bisa pulang." Air mataku bergulir.
"Kenapa mereka membenciku dan kenapa aku berbeda dengan mereka Ibu ?" aku memandang ayah dan ibu bergantian.
"Sepertinya kau harus tahu yang sebenarnya karena sekarang Kau sudah besar." Ibu memandang ayah meminta persetujuan yang dijawab ayah dengan anggukan.
Aku bingung dan takut apa ada rahasia tentang diriku. Aku gemetaran membayangkan apa yang akan diungkapkan ayah dan ibu.
"Kamu itu bukan anak kandung kami" ibu sudah sehalus mungkin menyampaikan berita itu, tapi tetap saja bagiku bagai petir yang tiba-tiba menghantamku.
"Maksud Ibu apa ?" tak terbendung lagi air mataku mengalir. Tidak ikhlas kalau aku bukan anak ayah dan ibu sebaik ini. Kenapa bisa begini. Pantas saja aku disisihkan. Ternyata aku bukan anak ibu dan ayah. Air mataku semakin deras turun. Setelah mereda tangisanku ibu kembali bercerita.
"Satu hari ibu dan ayah menemukanmu di luar kandang. Kami sudah mencari siapa pemiliknya. Karena tidak menemukan akhirnya kami bawa dirimu ke kandang." Ibu dengan lembut menceritakan awal mula keberadaanku.
"Tapi kami tidak membedakanmu kan ? Sayang kami kepadamu sama saja, karena engkau pun anak kami tercinta walau bukan berasal dari perutku. Kamu malah menjadi anak kami yang paling hebat dan kuat yang menjaga saudara-saudaramu dari yang tidak baik pada mereka bukan ?" Ibu mengingatkan aku pada apa yang selalu aku lakukan jika ada yang mengganggu saudaraku.
"Tapi kenapa aku berbeda ?, yang membuat mereka membenciku." Aku masih tidak mengerti.