Mohon tunggu...
Karin Nadya Saharani
Karin Nadya Saharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mahasiswa Pendidikan IPS

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengapa dalam Demokrasi Penegakan Hukum Masih Menggunakan Penyiksaan?

25 Juni 2023   22:50 Diperbarui: 25 Juni 2023   23:36 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://amp.kompas.com/tren/read/2021/09/07/103000465/17-tahun-kasus-munir-kronologi-dan-hasil-investigasi

Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang berada di suatu negara di mana seluruh rakyat menggantungkan nasibnya melalui pemilihan umum serta partisipasi aktif dalam kebijakan publik. Sehingga dalam demokrasi, penegak hukum memiliki peran yang sangat penting dalam terjaganya keamanan dan ketertiban masyarakat. 

Namun, pada kenyataannya, masih banyak ditemukan negara-negara yang dalam pelaksanaannya menggunakan metode penyiksaan sebagai dalih untuk mendapat informasi dari pelaku kejahatan atau tersangka. Tentu saja hal ini menyebabkan terjadinya perdebatan atau pertentangan di berbagai kalangan masyarakat sehingga menimbulkan banyak pertanyaan mengapa dalam demokrasi penegak hukum masih menggunakan penyiksaan.

Perlu dipahami bahwa penyiksaan adalah sebuah tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Penegak hukum yang menggunakan penyiksaan sebagai metode untuk mengulik informasi dari terduga pelaku kejahatan dapat berpotensi menyebabkan terjadinya kerusakan fisik dan kejiwaan pada korban penyiksaan tersebut.

Selain itu, penggunaan penyiksaan dalam penegak hukum tidak dibenarkan karena bisa menyebabkan terjadinya kesalahan identifikasi, di mana seseorang yang tidak bersalah terpaksa mengakui kesalahan yang tidak ia lakukan setelah disiksa karena dituduh sebagai tersangka. Dengan begitu, seharusnya dalam penegakan hukum penggunaan penyiksaan tidak boleh dilakukan dalam negara demokrasi yang menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Dilansir dari KOMNASHAM menyebutkan bahwa salah satu bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia adalah tindakan penyiksaan.

"Penyiksaan merupakan perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang menimbulkan rasa sakit, baik penderitaan jasmani atau rohani, untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dan dilakukan oleh pejabat publik," terang Amiruddin sebagai Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM RI dalam Pelatihan Penguatan Penegakan Hukum melalui Pendidikan Hukum Berkelanjutan bagi Organisasi Advokat, Selasa (2/11/2021).

Amir juga merinci konsep mengenai penyiksaan sesuai pada Pasal 1 UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang pengesahan konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia.

Namun, sampai saat ini mengapa masih banyak ditemukan negara yang menggunakan penyiksaan dalam penegakan hukum? Hal itu bisa terjadi oleh beberapa faktor. Pertama, kurangnya dukungan dari kebijakan pemerintah atas hak asasi manusia. Di beberapa negara dalam kebijakan pemerintahannya masih ada yang membatasi hak asasi manusia, seperti hak untuk tidak disiksa dan kebebasan berekspresi. Dengan hal ini aparat penegak hukum merasa bahwa tindakan tidak manusiawi yang dilakukan mereka untuk mendapat informasi dianggap diperbolehkan oleh pemerintahan. Selain itu, terdapat faktor lainnya seperti tekanan yang diberikan oleh masyarakat untuk segera menyelesaikan kasus dengan cepat.

Dalam beberapa kasus, terutama yang mempengaruhi keamanan dan ketertiban di lingkungan masyarakat, biasanya masyarakat cenderung mendesak aparat penegak hukum untuk segera menyelesaikan kasusnya dengan cepat. Faktor inilah yang membuat aparat hukum merasa terdorong dan terpaksa menggunakan penyiksaan sebagai metode untuk mendapat informasi yang dibutuhkan. Sehingga penggunaan penyiksaan dalam penegakan hukum masih sering terjadi di beberapa negara.

Padahal pengakuan dan jaminan hak untuk bebas dari penyiksaan telah diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 pada pasal 28G ayat 2 yang berbunyi "Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain", jaminan kebebasan dari penyiksaan telah dinyatakan dalam UUD 1945 namun pada pelaksanaannya di negara Republik Indonesia masih ada yang menggunakan penyiksaan sebagai metode kurang manusiawi untuk mengulik sebuah informasi.

Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia terkait penyiksaan salah satunya kasus yang mendapat banyak perhatian dari masyarakat Indonesia. Kasus ini menyerang aktivis HAM Munir Said Thalib pada tahun 2004. Munir tewas di dalam pesawat dalam perjalanannya dari Jakarta menuju Amsterdam. 

Penyelidikan pun segera dilakukan, terungkap bahwa Munir tewas akibat keracunan arsenik. Hal ini diduga penyiksaan Munir merupakan perbuatan dari sejumlah petinggi intelijen Indonesia. Kemudian, kasus pada tahun 2018 bahwa terduga sejumlah teroris mengalami penyiksaan setelah di tangkap oleh aparat keamanan Indonesia. Selanjutnya, juga terjadi kasus penyiksaan lain pada tahun 2021 tentang dugaan penyiksaan 13 aktivis KNPB di Merauke.

Dari kasus-kasus tersebut terdapat persamaan yaitu penggunaan penyiksaan yang masih terjadi di negara demokrasi salah satunya negara Indonesia. Di mana seharusnya dalam negara demokrasi hak asasi manusia dan kebebasan setiap warga negaranya terjamin dan terlindungi dalam UUD 1945.

Harapan masyarakat kepada pemimpin selanjutnya menjelang pilpres 2024, tentunya masyarakat berharap pemimpin yang terpilih dapat membangun pemerintahan yang dalam pelaksanaannya menjamin hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi setiap warganya sehingga tidak ada lagi masyarakat yang khawatir akan perlakuan tidak manusiawi oleh beberapa oknum penegak hukum yang menggunakan metode tersebut untuk mendapat informasi. Dengan begitu nantinya masyarakat mulai membangun sedikit demi sedikit kepercayaan terhadap pemerintah dan terciptalah keamanan serta ketertiban bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun