SALAH satu ayiknya bersepeda itu  adalah bisa dipadukan dengan aktivitas atau hobi yang lain dan mungkin sebagian aktivitasnya sangat jauh berbeda. Dengan bersepeda, sejak lama banyak para pegiatnnya memadukan dengan aksi lingkungan, kesehatan, bakti sosial, fotografi, memancing dan sebagianya.
Tak sedikit pula dari mereka, setelah bersepeda dirangkai atau dilanjut dengan olahraga lainnya yaitu jalan kaki, lari, hiking, panjat tebing, dan olahraga air contohnya berenang dan arung jeram.Â
Hal tersebut seperti yang pernah saya lakukan bersama beberapa teman dari komunitas pesepeda Sapedah Suka Suka (SaSuSu/SS) Bandung.Â
Kami melakukan kegiatan bersepeda di akhir pekan seputar Dago dan dilanjut dengan melakukan olahraga arum jeram di sungai Cikapundung.
Cikapundung adalah sungai yang membelah Kota Bandung, merupakan salah satu saksi perjalanan berdirinya Bandung dari zaman purba hingga sekarang dan memiliki banyak cerita dari mulai sejarah, legenda, mistery, mistis, horor romantis, Â hingga nostalgia dan sejuta kenangan manis.
Saat ini keberadaanya memang cukup memprihatinkan, airnya mengalir sedikit, berwarna coklat pekat, kotor, berbau, dan terjadi penyempitan dibeberapa tempat yang dilalui akibat makin bertambahnya penduduk dan pemukiman dihampir sepanjang bantaran sungai.
Meski demikian, masih ada sisa-sisa alam disekitarnya yang terlihat masih asri dan indah serta bisa kita nikmati  untuk sekedar berjalan kaki, bersepeda atau hiking, teruma dibagian hulu sungai di wilayah Lembang dan Dago.Â
Kondisi tersebut memicu berbagai pihak baik pemerintah, lembaga, kelompok, komunitas, dan masyrakat yang peduli lingkungan lainnya melakukan upaya-upaya dalam rangka kelesatarian sungai Cikapundung dengan kegiatan perbaikan, peremajaan, bersih-bersih, dan menjadikannya sebagai kawasan observasi, wisata dan aktiviats di air seperti arung jeram dan kukuyaan.Â
Kukuyaan adalah arung jeram tradisional dengan menggunakan ban dalam dan hanya diisi seorang. Aktivitas ini bisa kita lihat dilakukan oleh masyarakat di salah satu kawasan pemukiman penduduk yang dilalui Sungai Cikapundung, yaitu  Kelurahan Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan. Â
Di Dago, sekelompok masyarakat pegiat seni, budaya, olahraga, dan lingkungan melakukan gerakan bertajuk "Green Ravolution Cikapundung River (GRCR) 4300 Meter", dari Dago Bengkok, Cisitu, Mantheos, hingga Babakan Siliwangi.
Gerakan tersebut tujuannya adalah agar alamnya terjaga, mencegah makin tergerusnya alam disekitarnya oleh pembangunan pemukiman dan perumahan, Â serta mengangkat sungai Cikapundung menjadi bisa lebih dinikmati oleh semua orang untuk berwisata alam dan olahraga air, salah satunya arung jeram.
Insiden di Tengah Perjalanan
Sebelum kami berdelapan ( 6 laki-laki dan 2 perempuan) melakukan arung jeram, diawali dengan bersepeda bersama menuju lokasi dari tempat titik kumpul di Dago Juanda melalui Simpang Dago, Dago Pojok, Curug Dago, dan berakhir di Dago Bengkok tempat basecamp GRCR.
Setelah tiba di basecamp kami ngobrol cukup lama bersama dengan beberapa pengelolanya sambil mempersiapan peralatan safety arung jeram dan mencicipi jajanan yang ada disitu. Setelah membayar biaya arung jeram perorang, kami lalu bergegas menuju bantaran sungai di Dago PLTA/Dago Pojok tempat mulai.
Di situ sudah dipersiapkan dua perahu, masing-masing diisi oleh empat orang, kami pun membagi dua tim, tim SS 1 dan 2, saya berada di tim SS 1. Sayang satu perahu tidak bisa digunakan karena ada sedikit masalah dan harus ada perbaikan. Sehingga kami hanya menggunakan 1 perahu secara bergantian.
Tim SS 1 giliran pertama, dengan berbagai perasaan menyelimuti kami saat itu, antara ragu, takut, senang, semangat, coba-coba berbaur menjadi satu.  Namun, pada akhirnya kami berteriak kegirangan  sesaat perahu kami mulai melaju,
Kondisi aliran air relatif sedikit dan tidak begitu deras, bahkan di beberapa titik mengalir tenang. Kami harus ekstra mengayuh dan melalui berbagai rintangan bebatuan dan lahan-lahan kosong yang tidak teraliri air.
Ditengah perjalanan , sekitar daerah Ciumbuluit ada turunan pendek mengecil dan satu-satunya aliran air ke situ. Naasnya, perahu kami tersangkut di situ, cukup lama kami bersusah payah mengkondisikan, apalagi salah satu temanku kakinya terhimpit.
Namun demikian, kami malah masih  bisa tertawa-tawa ceria ditengah insiden itu. Setelah dibantu oleh pendamping yang mengikuti berjalan sepanjang bantaran sungai sambil mengabadikan kami dengan kamera, akhirnya perahu kami  bisa kembali melaju.
Masih disekitar Ciumbuleuit, kita berhenti karena ada curug atau air terjun yang sebenarnya pendek tapi tidak bisa dilalui perahu, kami pun membopong perahu ke bantaran dan turun kembali ke sungai bawah curug tersebut.
Dari sana kami kembali mengayuh perahu hingga akhirnya tiba di Babakan Siliwangi sebagai tempat finish. Setelah istirahat  sejenak kami kembali ke atas dengan menggunakan mobil angkut bersama pendamping yang menggangkut perahu  ke tempat semula
Kami bercerita seru kepada tim SS 2 yang tengah bergegas dan bersiap-siap diselimuti perasaan ingin segera memulai setelah mendengar cerita keseruan kami tim SS 1 dan menunggu dengan tabah hampir satu setengah jam, hingga akhirnya mereka mulai melaju dipenuhi wajah sumringah.
Usai tim SS 2 arung jeram yang berjalan relatif lancar tanpa adanya insiden dengan tetap memperoleh keseruan yang sama, Â sambil istirahat dan melihat hasil foto-foto.Â
Masing-masing bercerita tentang pengalaman dan petualangan tersebut, diselingi canda dan tawa yang tak ada habisnya.
Menjelang siang kami pun membubarkan diri bersepeda kembali ke rumah masing-masing dengan membawa kesan menyenangkan dan senyum keceriaan setelah sebelumnya kami berfoto bersama seorang suhu pengelola program GRCR tersebut.
Salam sehat dan semangat. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H