Mohon tunggu...
Karel Koro
Karel Koro Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Australian Qualification Framework" vs Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia

15 Desember 2017   19:49 Diperbarui: 15 Desember 2017   20:34 2113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menariknya bahwa pengakuan kompetensi Cert-IIIini merupakan syarat minimum bagi calon tenaga kerja untuk dapat bekerja dalam dunia kerja/dunia industri Australia. Calon tenaga kerja umum minimal perlu mengantongi pengakuan kompetensi Cert-3 melalui pembiayaan mandiri, melalui jalur biaya pemerintah atau melalui kerjasama dengan industri yang akan merekrutnya sebagai tenaga kerja. 2). 

Jenjang berikutnya adalah Cert-IV yaitu sebuah pengakuan kompetensi yang diberikan kepada tenaga kerja di Australia dengan kemampuan Coordinate implementation of customer service strategies /koordinasi implementasi terkait strategi pelayanan terhadap pelanggan; 3). Level berikutnya adalah kemampuan manejerial di mulai dari Cert-V/Diplomayaitu pengakuan manajemen kualitas dalam melayani pelanggan bagi tenaga kerja di Australia dengan kompetensi Manage quality customer service/WHS risk;4). 

Cert-VI/Advance Diploma memiliki kemampuan untuk Develop, Implement and maintain WHS management system; level selanjutnya yaitu sebuah level kompetensi Cert-VIIsampai dengan Cert-X merupakan sebuah pengakuan kompetensi lanjutan yang dapat diperoleh seorang tenaga kerja melalui pengakuan dunia pendidikan tinggi/universitas yaitu 5). Cert-VII-VIII/Bechelor degree/Graduate Certif Diploma;6). Cert-IX/Masters degree;7). Cert-X/Doctor degree.

Dari penjelasan di atas tergambar dengan jelas, bahwa tenaga kerja di semua lini perlu mendapatkan pengakuan kompetensi menurut standar Australian Qualification Framework/AQF dan pemegang sertifikasi kompetensi tersebut digaransi memiliki kemampuan dan kapasitas kerja yang tidak diragukan kompetensinya dalam menjawab kebutuhan industri pasar kerja. Tergambar pula bahwa ranah pendidikan dan ranah pelatihan dikelola melalui satu kementerian yang sama yaitu Departement of Education and Training sehingga dapat menghindarkan tumpang tindih kebijakan dan mempermudah pengawasan dalam implementasi regulasi bidang pendidikan dan ketenagakerjaan. 

Menariknya dunia pelatihan vokasi yang di organizedoleh Registered Training Organization/RTO (semacam sebuah Lembaga Pelatihan Kerja/Balai Latihan Kerja), mendapatkan pengakuan untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya di dunia pendidikan formal perguruan tinggi, hal yang nampak mustahil bisa terjadi di Indonesia, setidaknya untuk saat ini. Di Australia, seseorang hanya bisa bekerja sesuai bidang keahlian/kompetensi yang tercantum dalam sertifikat pengakuan kompetensinya. Tentu jabatan yang diemban pun sesuai dengan level sertifikasi yang tercantum disana. Sebuah pembelajaran yang patut diperhatikan dalam tata kelola kualitas tenaga kerja

B. KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA (KKNI)

Berbeda dengan Australian Qualifiication Framework/AQF, yang mana para lulusannya diakui oleh sektor pelatihan vokasional dan sekaligus diakui sektor pendidikan formal di Australia yang terdiri atas 10 level AQF. Di Indonesia KKNI dibuat sebagai bentuk penyetaraan antara ranah pelatihan vokasional dengan ranah pendidikan formal yang terdiri atas 9 level KKNI. 

Untuk melaksanakan PP No 31 tahun 2006 tentang Sislatkernas, maka Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Prsiden nomor 8 tahun 2012 tentang "Kerangka Kerja Nasional Indonesia (KKNI)" sebagai kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan (formal) dan bidang pelatihan kerja (kompetensi) serta pengalaman kerja yang dimiliki seseorang dalam rangka mendapatkan pengakuan kompetensi kerja di berbagai sektor kompetensi. 

Untuk mencapai maksud di atas maka pemerintah membentuk sebuah lembaga independen "Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP)" berdasarkan UU nomor 13 tahun 2013 tentang ketenagakerjaan yang bekerja untuk menjamin mutu/pengakuan kompetensi tenaga kerja pada seluruh sektor bidang profesi di Indonesia melalui proses "Sertifikasi Kompetensi" sesuai jenjang kualifikasi kompetensi yang dibutuhkan, yaitu terdiri atas KKNI Level 1 -- Level 9, yang dapat diklasifikasikan sbb: (1).KKNI Level 1: setara SLTP; Level 2: setara SMU/SMK; (3). Level 3-5: setara D1-D3; (4). Level 6-7: setara D-IV/S1; (5). Level 8: setara S2; dan (6). Level 9: setara S3. Penyetaraan ini tentu tidak memungkinakan bagi seorang pemegang sertifikat kompetensi level-3 "tanpa" mengantongi ijazah SMU/SMK dapat serta merta melanjutkan ke tahapan pendidikan formal ke jenjang perguruan tinggi. Di Indonesia, pengakuan kompetensi KKNI ini terpisah dengan pengakuan pendidikan formal.

Berbeda dengan sistem AQF di Australia dimana pengakuan tersebut telah diintegrasikan di dalam ranah pendidikan formal dan pelatihan vokasional. Sistem KKNI di Indonesia masih memisahkan antara ranah pelatihan vokasi dan ranah pendidikan formal, artinya bahwa lulusan dari ranah pelatihan vokasi yang dihasilkan oleh Lembaga/Balai Pelatihan Kerja (LPK/BLK) tidak dapat serta merta melanjutkan ke jenjang berikutnya ke ranah pendidikan formal, karena masing-masing berada di bawah regulasi 2 kementerian yang berbeda, yaitu kementerian pendidikan dan kementerian ketenagakerjaan. Jenjang pendidikan formal di Indonesia dimulai dari SD-SMA, PT/Universitas (D1-S3). Sedangkan pengakuan kompetensi memiliki ranah yang berbeda, dimana lulusan perguruan tinggi perlu berusaha secara terpisah mendapatkannya melalui Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) atau Asosiasi Profesi untuk mendapatkan pengakuan kompetensi sesuai profesi/level pengakuan yang diinginkannya.

Perguruan Tinggi di Indonesia setiap tahun mencetak banyak lulusan, namun banyak diantaranya yang tidak memiliki keterampilan hingga sulit mencari pekerjaan pada era kompetensi kerja dewasa ini. Oleh karena itu Menristekdikti RI dalam sebuah kesempatan di kampus ITS Surabaya menyatakan agar lulusan perguruan tinggi tidak puas hanya bermodalkan ijazah saja tapi wajib memiliki sertifikat kompetensi supaya dapat menjawab kebutuhan industri kerja dan dunia usaha. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun