Perkembangan teknologi tentunya dapat memudahkan kita dalam melakukan berbagai macam hal termasuk dalam dunia jurnalisme yang memunculkan jurnalisme multimedia, tetapi ada potensi juga bahwa jurnalisme multimedia dapat memudahkan penyebaran Hoax.
Pengertian multimedia sendiri menurut Deuze (2004) ada dua definisi dalam jurnalisme: Pertama, sebagai presentasi paket berita di website menggunakan dua atau lebih format media, seperti (namun tidak tidak terbatas pada) kata-kata baik lisan maupun tulisan, musik, gambar diam maupun gambar bergerak, animasi grafis, termasuk elemen interaktif dan hipertextual; kedua, sebagai presentasi paket berita dengan beragam media yang terintegrasi (meskipun tidak selalu bersifat simultan), seperti website, usenet newsgroup, email, SMS, MMS, radio, televisi, teletext, koran dan majalah cetak (atau integrasi media horisontal).
Melalui penjelasan tersebut maka dapat kita pahami bahwa wujud jurnalisme multimedia saat ini sudah bukan lagi dalam bentuk media cetak saja, tetapi sudah mulai berkembang pesat. Contoh nyatanya saja bahwa sekarang untuk bisa mendapatkan informasi atau berita kita bisa melalui media mana saja, mulai dari smartphone sampai cara yang konvensional misal dengan melalui TV atau koran cetak. Tetapi mau tidak mau harus kita akui bersama juga bahwa semakin mudahnya informasi untuk kita terima dan kita sebar, hal ini rentan memunculkan apa yang kita kenal dengan berita "hoax".
Perkembangan jurnalisme multimedia tentunya rentan dengan penyebaran hoax. Hal ini disebebkan karena mudahnya informasi untuk disebarkan dengan berbagai bentuk. Bisa mulai dari tulisan berita yang bohong, video yang tidak jelas sumbernya , atau bisa juga melalui foto yang telah dimanipulasi. Umumnya berita atau kabar hoax menyebar melalui jaringan media sosial dan aplikasi chating. Bentuk hoax yang beragam ini pun menjadi bukti bahwa perkembangan teknologi turut mempengaruhi bentuk hoax yang muncul di antara masyarakat. Pada akhirnya masyarakatlah yang dituntut untuk dapat berpikir kritis agar dapat membedakan mana yang berita hoax dan bukan.
Membedakan hoax dan bukan ini juga sebenarnya merupakan hal yang sangat sulit untuk dilakukan, jika kita mengingat kembali kasus hoax dari Ratna Sarumpaet yang mengatakan bahwa dia baru saja dianiyaya oleh sekelompok orang dengan hanya bermodalkan foto yang berwajah lebam dan kemudian tersebar di media sosial facebook dan twitter saja sukses mengelabui beberapa tokoh besar seperti Juru Bicara Tim Prabowo-Sandiaga Dahnil Anzar Simanjuntak, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon dan Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus calon presiden 2019 Prabowo Subianto mempercayai kabar tersebut serta sempat membuat publik heboh. Pada akhirnya kebohongan Ratna pun bisa terungkap setelah kasusnya diselidiki oleh pihak kepolisian. Akhir dari kasus ini tentunya adalah Ratna Sarumpaet harus terjerat pasal 14 dan 15 UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana serta pasal 28 juncto pasal 45 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan ditutup dengan vonis 2 Tahun penjara. (berita terkait hoax ratna sarumpaet)
Sekarang saatnya membahas hoax melalui hasil survey yang dilakukan oleh Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL), apakah hoax mudah disebarkan melalui media sosial dan aplikasi chatting atau malah dari media yang lain? Survey ini sendiri dilakukan mulai tanggal 1 s/d 15 Maret 2019 sehingga data yang didapat masih cukup relevan dengan masa kini dan survei ini diikuti oleh 941 responden. Melalui survey ini saya ingin melihat apa saja bentuk hoax yang mereka terima dan melalui media apa, serta bagaimana pendapat mereka terhadap hoax tersebut.
Hasil Survey
Berdasarkan hasil survey bahwa ada tiga bentuk hoax yang sering mereka terima yaitu tulisan, foto dengan caption palsu, dan berita/foto/video lama diposting ulang. Dapat terlihat bahwa konten hoax pun wujudnya sudah dalam berbagai macam media.Â
Selanjutnya mengenai dari mana hoax tersebut mereka terima, hasilnya bahwa media sosial menjadi saluran penyebaran yang paling tinggi dan diikuti oleh aplikasi chatting. Pendapat mereka pun terhadap hoax bisa dikatakan satu suara bahwa hoax itu mengganggu, menggangu kerukunan masyarakat dan dapat menghambat pembangunan.Â
Ada juga hal menarik bahwa salah satu penyebab utama mereka dengan mudah percaya bahwa informasi yang mereka terima bukan hoax karena informasi tersebut mereka terima orang yang dapat mereka percaya, artinya faktor orang terdekat menjadi salah satu penyebab mudahnya hoax tersebar. Hoax seperti ini biasanya menyebar melalui grup keluarga besar yang membuat mereka merasa bahwa setiap informasi yang disebar merupakan suatu kebenaran yang nyata.
Hal ini tentunya membuktikan selalin jurnalisme multimedia memudahkan kita dalam mendapat informasi yang ada, tetapi ada potensi bahwa hoax bisa menyebar dengan mudah. Dikarenakan adanya kesamaan dalam wujud informasi yang diterima oleh masyarakat. Jika masyarakat tidak kritis dalam menerima setiap informasi yang beredar, bahkan terkadang beberapa media besar pun bisa melakukan kesalahan dalam penyebaran informasi yang pada akhirnya muncul "klarifikasi" dari media yang bersangkutan.Â
Sikapi dengan bijak!
Menyikapi hal ini tentu harapannya mari kita berpikir lebih kritis terlebih dalam menanggapi setiap informasi yang masuk, karena kita sendiri tidak dapat menghindari peredaran hoax tersebut (kecuali kita menghilang dari dunia internet dan menyendiri ke pedalaman). Mari kita belajar untuk melakukan verifikasi terhadap informasi yang ada.Â
Carilah informasi dari sumber-sumber yang terpercaya seperti melalui media massa yang sudah terverifikasi, setidaknya dengan mencari informasi di media massa tersebut peluang kita untuk terpapar informasi hoax dapat sedikit berkurang. Kita juga sebagai orang yang paham mana berita hoax dan bukan juga diharapkan untuk dapat bersuara jika informasi yang kita terima adalah sebuah informasi hoax. Cara melawan berita hoax yang paling tepat tentunya dengan langsung mengirimkan bukti nyata atau klarifikasi langsung dari media massa yang sudah terpercaya agar informasi hoax dapat berhenti saat itu juga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H