Mohon tunggu...
Hanny Kardinata
Hanny Kardinata Mohon Tunggu... Desainer -

Pendiri situs pengarsipan Desain Grafis Indonesia (dgi.or.id), penulis buku Desain Grafis Indonesia dalam Pusaran Desain Grafis Dunia (2016).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengarungi Samudra Gender dalam Tradisi Lokal

8 Juli 2017   10:21 Diperbarui: 10 Juli 2017   08:14 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1. Naskah Sureq Galigo versi abad ke-19. Epos ini berkembang sebagian besar melalui tradisi lisan dan masih dinyanyikan pada acara-acara tradisional Bugis. Versi tertulisnya yang paling awal diawetkan pada abad ke-18, sementara versi-versi sebelumnya telah hilang akibat serangga, iklim, atau perusakan. Akibatnya, tak ada lagi versinya yang pasti dan lengkap. Namun bagian-bagian yang telah diawetkan pun sedikitnya ada 6.000 halaman folio atau 300.000 baris teks, dituliskan dalam aksara Bugis dalam bahasa adiluhung, membuat Sureq Galigo sebagai salah satu karya sastra terbesar dunia. Sumber gambar: WikiCommons.

[i] Robert Wilson (l. 1941) adalah seorang pentolan teater eksperimental Amerika dan penulis naskah yang oleh media digambarkan sebagai seniman teater avant-garde terdepan dunia. Ia terkenal dengan karya kolaborasinya bersama komponis Philip Glass (l. 1937), Einstein on the Beach. (Wikipedia)

[ii] Sureq Galigo adalah wiracarita mitos penciptaan suku Bugis yang terabadikan lewat tradisi lisan dan tulisan. Ia terekam dalam bentuk syair. Disampaikan di dalamnya kisah tentang sejarah, bahasa, dan cerita agung yang terkait dengan mitos. Ia juga merupakan salah satu epos terpanjang dalam sastra dunia. Sedikit saja yang tahu fakta mengejutkan bahwa salah satu warisan agung sastra dunia ini ditemukan di masyarakat Bugis dari Sulawesi Selatan, Indonesia. Bagi sebagian komunitas Bugis, bahkan hingga kini, kisah-kisah yang disampaikan dan tempat-tempat yang disebutkan di dalamnya sungguh nyata. Kisah itu kisah sejarah. Berkat pertunjukan teater Robert Wilson, I La Galigo yang dipentaskan di Singapura sejak 12 Maret 2004, dan kemudian kebeberapa negara, kini dunia internasional tahu apa sebetulnya Sureg Galigo yang telah nyaris punah itu. Bedanya, pentas I La Galigo adalah pengalaman audio visual dan non-tekstual, sementara Sureq Galigo adalah karya tekstual. (Roger Tol, 2011: 27--33)

[iii] Bissu adalah kaum pendeta yang tidak mempunyai golongan gender dalam kepercayaan tradisional Tolotang yang dianut oleh komunitas Amparita Sidrap dalam masyarakat Bugis dari Sulawesi Selatan di Pulau Sulawesi, Indonesia. Golongan Bissu umumnya disebut "di luar batasan gender", suatu "makhluk yang bukan laki-laki atau perempuan", atau sebagai "memiliki peran ritual", di mana mereka "menjadi perantara antara manusia dan dewa". (Wikipedia)

[iv] Prof. Irwanto, PhD, guru besar Fakultas Psikologi, Universitas Atma Jaya, Jakarta, dan peneliti aktif untuk berbagai persoalan stigma dan diskriminasi, menjelaskan fenomena LGBT dengan analogi ikan lele yang banyak jenisnya tapi tidak ada yang persis sama. Menurutnya, ilmu biologi tidak pernah hanya mengidentifikasi dua jenis seks, tapi ada pula jenis ketiga yang hermaproditik, yang merupakan khalayak yang memiliki dua alat kelamin. (Prof. Irwanto, 2016).

Demikian pula halnya dengan organisasi kesehatan dunia WHO, yang telah menyatakan bahwa LGBT bukan fenomena sakit jiwa melainkan varian biasa dari seksualitas manusia. (Jurnal Perempuan, 2015)

---------

Referensi

Sharyn Graham. 2002. Sex, Gender, and Priests in South Sulawesi, Indonesia. International Institute for Asian Studies, iias.asia (diakses 30 Juni 2017).

Sharyn Graham. 2007. Sulawesi's fifth gender. Inside Indonesia, .insideindonesia.org (diakses 2 Juli 2017).

Puang Matoa Saidi. 2011. Bahasa Para Dewa. I La Galigo, Change Performing Arts dan Bali Purnati Foundation.

Cuplikan dari Sureq Galigo. 2011. I La Galigo, Change Performing Arts dan Bali Purnati Foundation.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun