Mohon tunggu...
Dede Tatang
Dede Tatang Mohon Tunggu... Guru - Putra Kamal, Larangan Brebes

Tulisan Anak Desa Untuk Negeri Tercinta Me Visit us : www.duniaelektronik.net , www.inspirasi-dttg.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bijakkah Pemberain Bantuan Uang dari Pemeritah Itu?

5 September 2018   15:23 Diperbarui: 5 September 2018   16:02 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai orang yang terjun di dunia pendidikan, tentu penulis sedikit akrab dengan kata-kata BOS (Bantuan Operasional Sekolah) ini. Dengan adanya BOS ini, maka tidak sedikit orang tua yang akhirnya tidak perlu dipusingkan dengan biaya sekolah anak-anaknya. Tentu saja hal ini dikarenakan, pada jenjang pendidikan dasar biayanya sudah ditanggung pemerintah semua.

Penomenanya, ditengah pemerintah menanggung biaya yang luar biasa itu, justru kesejahtraan gurunya, terutama yang Non PNS terasa sangat diabaikan. Akibatnya tentu guru honorer yang jumlahnya bisa jauh lebih banyak  dari PNS tersebut, akan bisa  berkurang daya konsentrasinya dalam mendidik dan mengajar. Terutama bagi mereka yang harus ekstra memikirkan perekonomian.

Kebutuhan dirinya, istri, hingga anak-anaknya tidak cukup dipenuhi hanya dengan bayaran Rp. 300.000 bahkan bisa kurang setiap bulannya. Ini bukan karena penulis guru honorer, karena Insya Allah penulis pribadi sedang berupaya keras untuk tidak membelenggu diri penulis sendiri dengan mengharapkan pemberian.

Namun inilah sebuah tanya, dari seorang warga negara yang sangat mencintai bangsa, negara dan masyarakatnya. Melihat fakta ini, menurut sobat semua, bijakah hal ini dilakukan ?

Meskipun penulis belum memiliki seorang anak, namun bagi penulis membiayai pendidikan anak sendiri adalah suatu kebanggaan dan tentu akan rela dan ikhlas untuk mengeluarkannya. Beda halnya mereka yang bekerja, selain untuk ibadah dan lainnya, tentu ada alasan ingin mencari penghasilan di dalamnya.

Jika memang harus dibantu, kenapa harus dibantu semua ? Kenapa tidak anak-anak yang benar-benar tidak mampu saja yang diberi bantuan ? Jika seandainya uang tersebut digunakan untuk kesejahtraan guru, apakah pendidikan tidak akan dapat segera maju karenanya ?

Sekali lagi, ini hanya pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam hati penulis yang sangat mencintai bangsa, negara dan masyarakat Indonesia. Namun jika berkenan sudilah kiranya sobat mau menjawab pertanyaan-pertanyaan ini.

Hal yang penulis takutkan hanya satu, mental masyarakat menjadi berharap pada pemberian hingga merubah mental kemandirian dan kerja keras mereka. Sebab mental ingin diberi ini akan sangat merugikan diri mereka hingga masa depan bangsa dan negara.

Mental ingin diberi hanya akan membuat kita selalu berharap diberi, hingga akhirnya mengurangi kerja dan karya kita yang bisa menghasilkan. Berdiam diri dan berleha-leha, hingga memelas dan merasa tak mampu inilah dampak terburuk yang sangat penulis khawatirkan. Bahkan ujungnya merubah pada sifat pesimis dan rendahnya keyakinan terhadap Tuhan.

Kita harus sadar, seterpuruk apapun keadaan kita sekarang jika kita membuang  jauh-jauh mental ingin diberi. Maka insya Allah kita akan segera bangkit dan sukses. Tidak sedikit orang-orang sukses di luar sana yang telah memulai kariernya dari nol, dari dihina dan dilecehkan hingga dipuji dan diagung-agungkan banyak orang.

Alasan utama mereka bisa seperti itu, adalah keyakinan yang kuat kepada Tuhan yang diiringi dengan mental kemandirian. Meski belum mampu mereka yakin dengan kerja keras pasti akan dimampukan. Meski belum mampu, mereka tak berharap ingin diberi. Sebaliknya keterpurukan mereka, dijadikan sebagai motivasi agar kelak bisa dimampukan dan memberi mereka yang membutuhkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun