Lagipula saya malu terus-terusan merepotkan, selama ini terus merepotkan orangtua masa mertua juga harus direpotkan?
Kita punya tangan dan kaki, bahkan pikiran , lebih dari itu kita punya pendidikan yang lebih tinggi, lalu kenapa kita tidak bisa ? Bahkan seharusnya kita lebih bisa memberi untuk mereka, bukan terus-terusan menerima.
Sungguh pemberian itu belenggu kawan, yang akan menjadikan kebiasaan dan mengkarakter. Akhirnya kita malas berusaha dan berkarya, makanya sekarang saya sadar betapa saya harus bersyukur tidak terlahir dari orangtua kaya raya. Kalau dari orangtua kaya raya belum tentu saya punya cita-cita mandiri. Bahkan bisa jadi jiwa saya adalah jiwa penikmat fasilitas bukan bercita-cita ingin membuat dan member fasilitas.
Bagi kawan-kawan yang mengalami nasib seperti saya, ingin bertani tapi belum bisa, jangan khawatir kawan kita pasti bisa selama kita punya kemauan dan tekad baja...
Mertua saya pernah bilang waktu kami sedang sama-sama mencangkul untuk membuat lahan bawang merah "Bukan masalah bisa atau tidak bisa, tapi mau atau tidak mau. Mereka yang tidak mau mencangkul bisa karena gengsi, atau karena tidak mau. Makanya tidak bisa".
Meski saat ini mertua belum mengizinkan saya bertani sendiri, tapi tanda-tanda akan segera diberi  izin sudah didapatkan.
Kata terakhir kawan "Saya berani Menikahi Istri saya, Berarti Sudah Berani Menafkahi. Seberat apapun jalan menafkahi selama itu halal dan di Ridhoi. Saya yakin Allah akan berikan saya kemampuan."
Semoga bisa sedikit menginpirasi
Salam Kepedulian
Detatang - Kamal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H