Mohon tunggu...
Moh Syihabuddin
Moh Syihabuddin Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Pemikiran Islam dan Pemerhati Sosial Budaya

Peminat keilmuan dan gerakan literasi, peduli terhadap permasalahan sosial dan tradisi keislaman masyarakat Islam Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mempertimbangkan Gejolak Perang Cina-India dan Posisi Indonesia

26 Mei 2020   11:43 Diperbarui: 26 Mei 2020   11:39 697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
nepaliheadlines.com

Pada pertengahan Mei 2020 lalu telah terjadi ketegangan di garis damarkasi di Jammu dan Kashmir, perbatasan India dan Cina yang mengakibatkan kontak fisik tentara dengan 11 orang terluka, yakni empat tentara India dan enam tentara Cina. Letupan kecil ini bisa jadi akan menjadi bara api yang kapan saja bisa membakar dan menyulut pertempuran yang lebih besar dengan melibatkan banyak personel militer dan kecanggihan alutista pada kedua negara.

Bukan tanpa alasan pertempuran yang lebih besar akan terjadi ditengah kedua negara sedang sibuk menghadapi pandemik Covid-19 dan kondisi hubungan kedua negara yang sudah mulai panas akhir-akhir ini. Cina yang merasa berhasil menangani wabah di negerinya kemungkinan besar juga akan memanfaatkan "kelemahan" India yang tidak bisa mengelolah wabah secara bijaksana.

Ada banyak alasan yang memungkinkan pertempuran dalam skala besar terjadi antara India dengan Cina di perbatasan yang telah disengketakan.

Pertama, India dan Cina merupakan dua negara besar Asia yang sama-sama memiliki nuklir sebagai alutista pertahanan dirinya. Keduanya mengembangkan diri sebagai negara kuat secara militer dan berupaya keras untuk mendapatkan klaim sebagai negara besar dan kuat di kawasannya.

Nuklir yang dimiliki Cina dan India sewaktu-waktu bisa saja digunakan untuk menghantam tetangganya yang tidak bisa bersahabat dengannya. India kemungkinan akan memulainya, atau sebaliknya Cina yang akan memulainya dengan gerakan awal yang sangat menkhawatirkan tetangga-tetangganya. Apalagi jika menengok pada program BRI-nya di Asia selatan kemungkinan Cina bisa memanfaatkan "peluang" itu untuk memulai serangan terhadap India. Baik secara diplomatik, ekonomi maupun secara militer.

Kedua, sudah menjadi kenyataan bahwa India dan Cina merupakan negara dengan teritori yang luas yang menjadi "pemimpin" di kawasan. Cina menjadi semacam "Raja" di kawasan Asia Timur dan India menjadi "Raja" di kawasan Asia Selatan. Keduanya menjadi negara yang sangat diperhitunghkan dalam kerjasama multilateral, membuat "minder" tetangga-tetangganya yang kecil dan juga bisa saja menimbulkan banyak ketegangan dari pada stabilitas.

Sejak menjadi kuat secara militer dan ekonomi Cina terus menerus melakukan rongrongan di laut cina selatan yang menimbulkan kekhawatiran terhadap tetangga-tetangganya di Asia Tenggara. Ketegangan dengan Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunai Darussalam dan Taiwan karena sengketa kawasan (pulau-pulau) di Laut Cina Selatan tidak lain merupakan "kebesaran" Cina yang melampaui persahabatan yang dibangunnya.

Begitu juga dengan India, sejak tumbuh dan berkembang menjadi negara mapan secara militer dan ekonomi selalu menunjukkan "cakar harimau"-nya pada tetangga-tetangganya. Tidak ada negara-negara di kawasan Asia Selatan yang mampu menghadapi diplomasi India. Hanya Pakistan saja yang masih melakukan "perlawanan" diam yang terus menimbulkan ketegangan di kedua belah pihak.

Ketiga, Cina dan India mewarisi kawasan yang terus melangsungkan perang pasca berakhirnya perang dingin yang melibatkan dirinya secara langsung atau secara tidak langsung. Anggaran militer keduanya terus berkembang dan tumbuh seiring dengan upaya keduanya untuk merawat perang yang tidak ada penyelesaiannya secara bijaksana itu.

Pada satu sisi, Cina terus akan mendukung Korea Utara untuk menghadapi Korea Selatan guna memperpanjang masa perang korea. Jepang dan Amerika mendukung korea Selatan untuk menghadapi Korea Utara. Garis demiliterisasi di korea praktis tetap menjadi ajang "pertempuran" yang tiada ujung akhirnya. Tentara dua negara di semenanjung ini akan terus bersitegang dan menimbulkan beberapa insiden yang sangat mengkhawatirkan, mulai dari latihan militer bersama oleh Korea Selatan hingga uji coba rudal antar benua oleh Korea Utara.

Pada posisi ini Cina sangat mendukung secara penuh upaya-upaya Korea Utara dengan bantuan-bantuannya yang tidak terlihat secara langsung, baik militer maupun ekonomi. Sebab, mustahil Korea Utara yang miskin dan penduduknya tertutup dari akses perdagangan luar negeri mampu bertahan sekuat ini jika tanpa ada dukungan Cina di belakangnya.

Pada sisi lain, India akan terus ber-perang dengan Pakistan yang memperpanjang sejarah perang India-Pakistan. Perang India-Pakistan sudah terjadi empat kali dan tidak menghasilkan perdamaian permanen yang menyelesaikannya. Wilayah perbatasan di Kashmir akan terus menjadi ajang pertempuran yang menyedihkan (masyarakat kedua negara) sehingga konflik di perbatasan tidak akan pernah menghasilkan stabilitas dan kenyamanan.       

Ketiga hal ini juga didukung dengan sikap-kebijakan Cina yang melebarkan pengaruhnya melalui program "Sabuk dan Jalan", yang terus memberikan dukungan terhadap negara-negara kecil di Asia Selatan. Alih-alih negara Asia Selatan sangat bergantung pada kemakmuran India yang sedang tumbuh, Cina tampil menjadi "dewa penolong" yang memberikan pinjaman uang, lapangan pekerjaan, ekspor barang murah, dan bantuan konsultasi tata negara. Tentu saja kebijakan Cina ini sangat menyakitkan bagi India---yang menyebabkan India enggan bergabung dengan gagasan kerjasama Perdagangan Indo-Pasifik yang digagas oleh Indonesia, karena di dalamnya ada Cina yang masuk sebagai anggotanya.

Perseteruan Harimau dan Naga

Menengok perjalanan sejarah hubungan kedua negara, perang dan konfrontasi Cina-India (Cindia) pernah terjadi tiga kali. Kendati tidak menimbulkan korban sebesar Perang Korea, Perang Vietnam, atau Perang Arab-Israel, tapi konflik kedua negara ini menghasilkan ketegangan berkelanjutan yang terus menjadi ajang adu kekuatan militer.

Pertama, Perang Cindia pada 1962 yang berjalan selama sebulan. Perang menghasilkan kesepakatan adanya LAC yang pada gilirannya menghasilkan ketegangan demi ketegangan yang berkala di sejumlah bagian yang berbeda dari LAC sepanjang 2.167 mil. Tentara kedua negara tidak segan-segan melempar provokasi yang menimbulkan kontak fisik yang berakibat pada korban luka-luka.

Kedua, Perang Cindia pada 1975. Perang ini menimbulkan korban yang lumayan banyak. Sejumlah tentara India tewas dalam pertempuran. Dan Cina membuktikan dirinya sebagai pemenang. Perdamaian disepakatai yang bisa menghentikan untuk sementara operasi militer keduanya.

Dan ketiga, Perang Cindia pada 2017. Berawal dari langkah Cina yang membangun jalan di Doklam, persimpangan yang memisahkan India, Bhutan dan Cina. India merasa keberatan dan merespon dengan konfrontasi yang berlangsung selama 73 hari.

Berangkat dari sejarah pertikaian ini, kebijakan Cina yang mengkhawatirkan India, alutista kedua negara, kepemilikan nuklir, dan konfrontasi pada bulan Mei 2020 ini tidak menutup kemungkinan mobilisasi militer akan dikerahkan oleh kedua negara untuk melanjutkan pertempuran yang lebih panjang, lebih mematikan dan lebih ganas. Cakar Naga Cina tidak akan membiarkan Harimau India menjadi kuat dengan taring-taringnya, begitu juga sebaliknya. Kedua negara (kemungkinan) besar akan membangun pangkalan dan landas serbu yang tidak jauh dari perbatasan kedua negara untuk meniupkan sangkakala pertempuran.

Jika perang Cindia babak baru di tengah pandemik ini terjadi (atau pada masa yang akan datang pasca Covid-19) tentu akan melibatkan banyak negara untuk memihak atau membangun aliansi militer. Dan kemungkinan juga Perang Dunia III menjadikan ajang Cina-India sebagai medan perang.  

Kemungkinan besar Amerika dan Rusia juga akan terlibat, demi menguatkan pengaruhnya. Negara-negara di Asia Tenggara, dengan kepentingan untuk mengamankan penguasaan Laut Cina Selatan juga akan terseret untuk andil. Dan beberapa negara Arab dan Uni Eropa, yang menikmati "kemakmuran-kejayaan" Cina tentu akan terseret pula arus peperangan. Sehingga adagium lama "musuh dari musuhku adalah temanku" akan kembali diberlakukan oleh negara-negara kuat yang terlibat perang pada negara-negara kecil sekitarnya.

Mempertimbangkan "Keberpihakan" Indonesia

Bagaimana jika demikian adanya, Perang Cindia babak baru terjadi dan memaksa negara-negara tetangganya terlibat, apa yang harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk menjalankan politik luar negerinya? Jawabannya adalah "kenetralan aktif" dan "oportunisme yang diperhitungkan". Belajar dari pengalaman Turki pada Perang Dunia II yang berada pada posisi "bersahabat" dengan Jerman dan "bersekutu" dengan Inggris. 

Selama berlangsungnya Perang Dunia II Turki sukses mengamankan posisinya sebagai negara netral yang tak satu pun tentaranya ada yang meneteskan darah dan tidak ada satu pun pula bom atau peluru yang jatuh di wilayahnya.

Turki juga berhasil menghadang musuh tradisionalnya, Rusia untuk menginvansinya, sekaligus sukses menarik melimpahnya bantuan dari Inggris dan Jerman masuk ke Turki untuk membangun fasilitas negaranya. Baru pada detik-detik menjelang berakhirnya perang, Turki mengumumkan keputusannya "berperang dengan Jerman" yang sangat menguntungkan posisinya di dunia internasional.

Indonesia bisa mengadopsi langkah-langkah Turki pada zaman Perang Dunia II itu dengan tetap "mendekat pada Cina" sekaligus "bersahabat dengan India". Kawasan Indonesia, sebagaimana Turki dulu---bisa digunakan oleh para diplomat India dan Cina untuk hidup bergandeng renteng dan menjalankan kegiatan-kegiatan diplomatik. India dan Cina boleh berperang di kawasan lain (diperbatasan Cina-India), namun di Indonesia mereka berdua harus duduk bersama untuk menikmati kehangatan persahabatannya dengan Indonesia.

Modal Persahabatan Indonesia

Ada tiga modal yang dimiliki oleh Indonesia untuk menjalankan politik luar negerinya jika saja perang Dunia III terjadi dengan melibatkan kekuatan Cina disatu pihak dan India dipihak lain.

Pertama, kebudayaan Cina-India. Cina dan India dianggap sebagai dua bangsa tua yang memiliki banyak kebudayaan dan legenda yang cukup terkenal di dunia. India mempunyai (klaim) legenda Mahabarata dan Ramayana sedangkan Cina mempunyai (klaim) Legenda Ular Putih dan Kera Sakti (perjalanan ke Barat mencari kitab suci).

Di bandingkan bangsa lainnya, di Indonesia legenda dua bangsa ini cukup dekat dan sangat terkenal. Bangsa Indonesia merasa sangat dekat sekali dengan Mahabarata dan Ramayana sekaligus pula dekat dengan Kera sakti dan Ular Putih. (Hampir) Tidak ada orang Indonesia yang tidak mengenal legenda dari kedua negara ini. Bahkan seolah-olah legenda India dan Cina itu menjadi bagian dari bangsa Indonesia itu sendiri.

Kedua, sikap bawaan masyarakat Indonesia yang moderat, toleransi dan terbuka untuk melakukan inovasi budaya asing yang masuk ke Indonesia menjadi jati diri bangsa Indonesia yang cukup kuat untuk membangun identitas masyarakat Indonesia yang bibrida di era globalisasi. Indonesia bisa menyaring, menfilter dan sekaligus mendeferensiasi aneka budaya bangsa lain yang masuk ke Indonesia menjadi hal yang berbeda, yang bisa menciptakan kebudayaan baru (menyatu) dengan tradisi asli bangsa Indonesia.       

Sikap bawaan inilah yang membentuk masyarakat muslim Indonesia tidak sama dengan masyarakat muslim di negara lain, yang pada gilirannya membentuk identitas nasional bangsa Indonesia. Agama Islam di Indonesia lebih luwes dan lebih menghargai keragaman serta perbedaan yang dimiliki sekaligus perbedaan yang masuk.

Karena itulah kebudayaan India atau Cina yang masuk ke Indonesia "tidak terlalu India" juga "tidak terlalu Cina". Selalu ada warna-warna Indonesia yang membedakannya dan menjadikannya lebih kaya akan makna yang tersirat. Hal inilah yang memungkinkan perbedaan antara Cina dan India bisa dipersatukan dalam bingkai hubungan persahabatan dengan Indonesia, sehingga memungkinkan untuk menahan terjadinya perseteruan diantara keduanya.

Dan ketiga, sejarah hubungan dan perjalanan masa lalu. Sejarah bangsa Indonesia telah menoreh banyak kisah perjalanan orang-orang Indonesia ke India dan Cina, atau sebaliknya Cina-India masuk ke Indonesia. Keterbukaan dan persahabatan yang sudah terjalin erat sejak lama ini merupakan kekayaan bangsa yang berharga yang bisa menjalin hubungan Indonesia dengan Cina-India.

Sejak zaman pra-Islam hingga masuknya agama Islam ke Indonesia persahabatan masyarakat Indonesia dengan Cina-India sudah terjalin erat dan sangat mengikat. Orang Indonesia menikah dengan orang India, atau orang Indonesia menikah dengan orang Cina, lalu membentuk keluarga, berpindah agama dan mengubah namanya "yang lebih Indonesia".            

 Dengan ketiga modal yang dimiliki oleh Indonesia inilah pemerintah bisa memposisikan dirinya sebagai "kenetralan aktif" dan "oportunisme yang diperhitungkan" dalam menjalankan politik hubungan internasionalnya terhadap India dan Cina.

Indonesia bisa menjalin persabatan dengan India melalui cara; melakukan pertukaran pelajar, pengajaran toleransi beragama, pendirian pusat perdamaian, atau penelusuran sejarah masa lalu bersama-sama (antar peneliti). Dengan Cina, Indonesia juga bisa mendekat dengan cara menerima produk-produk Cina yang murah, mengirim bahan baku Indonesia yang melimpah, serta kerjasama dibidang deradikalisasi serta penanganan muslim Uighur. Dengan kata lain Indonesia bisa menawarkan apa yang tidak dimiliki oleh Cina dan India, ketika mereka sibuk berperang.

Praktis, ketika kedua negara saling berperang dan menjalin aliansi militer, Indonesia tetap netral sekaligus menjaga jarak untuk tidak mengirimkan tentaranya atau menjadikan wilayahnya sebagai pangkalan militer. Dengan demikian, jika salah satunya ada yang kalah, Indonesia tetap bisa bersahabat dengan yang menang dan membangun kembali yang kalah.    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun