Mohon tunggu...
Nofrendi Sihaloho
Nofrendi Sihaloho Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Magister Filsafat di Fakultas Filsafat UNIKA Santo Thomas, Sumatera Utara

Hobi saya membaca buku-buku rohani dan filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Dimensi Etis Margondang Sabangunan dalam Budaya Batak Toba dalam Kaitannya dengan Etika Thomas Aquinas

20 Februari 2024   07:40 Diperbarui: 20 Februari 2024   08:12 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MENELISIK DIMENSI ETIS MARGONDANG SABANGUNAN

DALAM SUKU BATAK TOBA 

DALAM KAITANNYA DENGAN ETIKA THOMAS AQUINAS

Pendahuluan

Sebagai salah satu suku di Indonesia, Suku Batak Toba mempunyai kebudayaan yang kaya akan dimensi etis. Meskipun etika Batak Toba belum digali dalam studi khusus yang sistematis, tetapi nilai-nilai etis selalu tampak dalam aspek kehidupan orang Batak Toba, baik itu dalam falsafah, kesenian, upacara keagamaan tradisional, nyanyian, alat musik, dan sebagainya. Salah satu aspek etis Batak Toba diungkapan dalam Margondang Sabangunan.

Sebelum menelisik makna etis Margondang Sabangunan, tulisan ini terlebih dahulu menyajikan gagasan tentang etika menurut beberapa filsuf. Pemikiran para filsuf etika itu, khususnya Thomas Aquinas dicoba dilihat dan diaplikasikan dalam Margondang Sabangunan. Aplikasi yang dimaksud adalah mencoba menemukan aspek-aspek etis dalam Margondang Sabangunan. Tulisan ini diharapkan berguna untuk pengembangan ilmu filsafat dan kebudayaan, dan menambah cakrawala dalam melestarikan budaya Batak Toba. 

Terminologi Etika

Secara etimologis, kata etika berasal dari kata ethos (Yunani), yang berarti adat kebiasaan, watak atau kelakuan manusia. Sedangkan kata moral berasal dari kata mos-moris (Latin), berarti adat kebiasaan. Namun, istilah etika dipakai untuk menyebut ilmu dan prinsip-prinsip dasar penilaian baik-buruknya perilaku manusia sebagai manusia. Etika menekankan aspek filosofis. Untuk itu, etika sering juga disebut sebagai filsafat moral. Menurut Franz Magnis Suseno, etika adalah ilmu atau refleksi sistematik mengenai pendapat-pendapat, norma-norma, dan istilah-istilah moral.[1] Sementara itu, istilah moral digunakan untuk menyebut aturan atau norma yang lebih konkret bagi penilaian baik-buruknya perilaku manusia. Objek material etika adalah tingkah laku manusia sebagai manusia, dan objek formalnya adalah segi baik-buruknya atau benar-salahnya tindakan tersebut berdasar pada norma moral. Dengan kata lain, tolok ukur yang dipakai adalah norma moral.[2]

Sebagai salah satu cabang filsafat, etika memiliki relevansi yang aktual pada zaman ini. Pertama, etika menyediakan kesempatan kepada manusia untuk merefleksikan hidupnya. Etika dapat membantu orang untuk menghayati hidupnya sebagai manusia. Dengan itu, seseorang lebih sadar dan bertanggungjawab. Etika juga membantu seseorang untuk mempertanggungjawabkan pilihan tindakannya secara kritis. Selain itu, etika juga menjadi alat intelektual untuk menanggapi masalah-masalah etis yang muncul sebagai akibat dari modernisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.[3]

Etika Thomas Aquinas

            Thomas Aquinas mencetuskan teori hukum kodrat. Ia memasukkan unsur dasariah Sang Pencipta sebagai dasar dan sumber adanya manusia dan semesta. Karena itu, kebiasaan dan suara hati menjadi unsur yang penting dalam hidup moral. Orang yang hidup sesuai dengan kodrat kemanusiaannya tidak hanya bijaksana, melainkan sudah memenuhi kehendak Allah. Kodrat manusia yang berakal budi turut ambil bagian dalam kebijaksanaan Allah. Hukum kodrat mendahului hukum positif. Hukum kodrat dimengerti sebagai hukum yang tidak tertulis dengan tinta tetapi tergores dalam hati setiap  orang. Sementara itu, hukum positif dipahami sebagai hukum yang diundangkan oleh lembaga pemerintah dalam menata masyarakat. Bagi Thomas Aquinas, tujuan hidup manusia adalah kebahagiaan. Namun, apa yang baik tidak bisa disamakan begitu saja dengan kebahagiaan. Karena itu, tujuan hidup manusia adalah mencapai kebahagiaan bila diperkenankan memandang wajah Allah (visio beatifica).[8]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun