Mohon tunggu...
Nofrendi Sihaloho
Nofrendi Sihaloho Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Magister Filsafat di Fakultas Filsafat UNIKA Santo Thomas, Sumatera Utara

Hobi saya membaca buku-buku rohani dan filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Dimensi Etis Margondang Sabangunan dalam Budaya Batak Toba dalam Kaitannya dengan Etika Thomas Aquinas

20 Februari 2024   07:40 Diperbarui: 20 Februari 2024   08:12 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Menurut Thomas Aquinas, norma pengaturan hidup manusia adalah kehendak Allah, dan kehendak Allah itu tampak dalam kodrat manusia. Etika hukum kodrat yang dimaksud oleh Thomas dapat menjamin rasionalitas kesadaran moral. Kehendak Allah harus ditaati karena itu sesuai dengan kodrat manusia. Manusia dapat menemukan kebahagiaan hanya apabila ia hidup sesuai dengan kodratnya. Untuk itu, kriteria objektif bagi kehendak Allah adalah kodrat manusia. Kodrat manusia menjadi ungkapan kehendak Allah dan hukum abadi (lex aeterna).[9] 

            Meskipun demikian, hukum kodrat yang dimaksud terbuka terhadap perkembangan. Alasannya, paham hukum kodrat Thomas Aquinas memberi tempat pada perspektif sejarah manusia. Manusia selalu mengalami perubahan dan perkembangan dalam perjalanan sejarahnya. Itulah yang menyebabkan adanya perbedaan peraturan moral di berbagai tempat kendatipun kodrat manusia itu sama. Untuk itu, prinsip dasariah yang berlaku umum untuk melakukan yang baik dan menghindari yang jahat, untuk berlaku adil, dan untuk menghormati harkat kemanusiaan orang lain harus dimengerti dalam perkembangan sejarah.[10]

Menelisik Makna Etis Margondang Sabangunan

Pengertian Gondang Sabangunan

            Gondang dapat diartikan sebagai gendang. Sabangunan berarti sepasang, satu perlengkapan, atau seperangkat gendang.[15] Dalam budaya Batak Toba, gondang memiliki pengertian yang plural, antara lain, gondang dimengerti sebagai seperangkat alat musik, komposisi musik, upacara religius tradisional, dan menunjuk pada kelompok kekerabatan yang sedang manortor (menari) saat kegiatan gondang sabangunan berlangsung.[16] 

Secara umum, gondang sabangunan diartikan sebagai seperangkat alat musik Batak Toba yang terdiri dari gordang, taganing, ogung oloan, ogung panggora, ogung doal, ogung ihutan, sarune, dan hesek. Margondang sabangunan berarti kegiatan memainkan alat musik gondang sabangunan. Orang Batak Toba menyebut gondang sabangunan hanya bila kedelapan alat musik itu dimainkan secara lengkap. Karena alat musiknya berjumlah delapan, maka pemain musik juga harus berjumlah delapan orang. Kedelapan alat musik dianalogikan dengan desa na ualu (desa yang delapan, dimaknai bahwa orang yang datang ke acara adat berasal dari berbagai tempat). Sementara itu, Kedelapan pemain musik dianalogikan dengan raja na ualu (raja yang delapan, dimaknai bahwa status setiap laki-laki Batak Toba adalah raja).[17]

 

Upacara Margondang Sabangunan

Kegiatan margondang sabangunan dilakukan oleh masyarakat Batak Toba dalam upacara-upacara adat yang penting. Gondang Sabangunan juga menjadi daya tarik bagi banyak orang Batak Toba. Salah satu tolok ukur kesuksesan suatu pesta atau acara adat adalah banyaknya orang yang menghadiri acara adat. Bila banyak orang yang hadir, maka pemiliki (suhut) pesta adat mendapat kebanggaan, kepuasan, dan kebahagiaan. Terlebih lagi bila pesta atau acara adat yang diselenggarakan itu terlaksana dengan baik.[18] 

Bagi orang Batak Toba, mengadakan upacara margondang bukanlah hal yang mudah. Alasannya adalah upacara margondang harus disertai dengan tujuan yang jelas dan mengeluarkan banyak biaya. Misalnya, margondang sabangunan diadakan saat upacara panangkok saring-saring ni opung tu tambak (memasukkan tulang-belulang leluhur ke dalam tugu). Upacara itu biasanya diadakan selama tiga hari tiga malam sesuai dengan ritus adat Batak Toba. Dalam upacara margondang sabangunan, setiap undangan mendapat kesempatan untuk manortor (menari) sesuai dengan status hubungan kekerabatan dengan pemilik pesta (suhut).[19]

Di samping itu, margondang sabangunan dapat diadakan dalam pesta sukacita, misalnya, pesta muda-mudi, pesta rumah, pesta (huta) kampung, dan sebagainya. Margondang sabangunan juga diadakan dalam upacara religi tradisional. Salah satunya adalah dalam upacara Mangase Taon (perayaan Tahun Baru Batak), dimana diadakan persembahan korban horbo bius. Dalam upacara itu, digelar persembahan horbo bius (seekor kerbau sebagai kurban dengan kriteria yang telah ditentukan) yang diikatkan pada sebuah kayu yang disebut borotan. Borotan dibuat sebagai lambang pohon kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun